Sunday, May 10, 2015

Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime) Terhadap Karyawan Oleh Perusahaan di Kota Batam


Abstrak 
Pada saat ini hampir sebagian besar industri/perusahaan yang ada di Kota Batam menerapkan sistem kerja lembur (overtime) untuk mengejar hasil produksi (output) demi memenuhi pesanan dari para pelanggan (customer) sesuai kontrak kerja. Dan secara otomatis yang menjadi subjek penerapan sistem tersebut adalah para karyawan yang bekerja pada perusahaan-perusahaan itu.
Secara khusus penelitian ini lebih menekankan pada dampak/pengaruh dari sistem kerja lembur bagi para karyawan (efek positif dan negatif), secara materiil maupun non materiil. Termasuk di dalamnya untuk mengukur seberapa jauh urgensi kerja lembur (overtime)bagi karyawan/pekerja itu sendiri.
Adapun Subjek penelitian ini adalah para karyawan perusahaan yang ada di Kota Batam. Metode yang digunakan adalah wawancara terstruktur dengan metode pengambilan data secara FGD (Focus Group Discusion) dalam bentuk wawancara dan jajak pendapat (survey). Responden wawancara diambil secara acak (random) dari beberapa karyawan perusahaan yang ada di Kota Batam.
Berhubung sebagian besar anggota tim penulis selain sebagai mahasiswa juga berprofesi sebagai karyawan perusahaan, maka subjek wawancara juga diambil langsung dari  anggota tim ditambah beberapa rekanan anggota yang juga berprofesi sebagai karyawan perusahaan. Dari wawancara tersebut didapatkan kondisi (relita) yang terjadi sekaligus berpengaruh dalam kehidupan para karyawan sebagai efek diberlakukannya sistem kerja lembur di perusahaan tempat mereka bekerja.
Kata Kunci: Pekerja/karyawan, sistem kerja lembur (overtime)

KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat, karunia serta ridha-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime) Terhadap Karyawan Oleh Perusahaan di Kota Batam. Makalah ilmiah ini disusun sebagai salah satu Tugas makalah pada mata kuliah Bahasa Indonesia.
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, kami telah banyak menerima bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
  1. Bapak Hendri Kremer, selaku Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Putera Batam yang telah banyak memberikan penjelasan teori yang   berkaitan dengan tugas makalah ilmiah ini.
  2. Rekan-rekan serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ilmiah ini.
Akhirnya kami berharap makalah ini dapat berguna dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan di masa-masa mendatang. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Batam, 25 Maret 2013



Tim Penyusun
DAFTAR ISI

ABSTRAK...........................................................................................................        i
KATA PENGANTAR.......................................................................................        ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................       iii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................        1
                                                                                                                          1.1 Latar Belakang Masalah                                                                                                                                  1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................        2
1.3Batasan Masalah.........................................................................................        2
1.4Tujuan Penelitian........................................................................................        2
1.5Manfaat Penelitian.....................................................................................        3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................        4
                                                                                                                          2.1 Landasan Teori                      4
2.2 Mekanisme Kerja Lembur.........................................................................        5
2.3Kewajiban Perusahaan...............................................................................        6
BAB III. PEMBAHASAN..................................................................................        7
                                                                                                                          3.1 Definisi Kerja Lembur (overtime)                                                                                                                                7
3.2 Dampak  Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan .............       11
BAB III. PENUTUP...........................................................................................       19
                                                                                                                          3.1 Kesimpulan                19
3.2 Saran .........................................................................................................       19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................       20





BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Proses produksi dalam lingkungan industri/perusahaan saat ini umumnya membutuhkan waktu pelaksanaan yang cepat. Waktu pelaksanaan yang cepat ini antara lain mempunyai tujuan untuk mengejar target produksi  sesuai kontra kerja atau karena suatu alasan tertentu. Untuk mengembangkan hal ini dilakukan sistem kerja lembur (overtime).Pekerjaan lembur harus diimbangi dengan kesiapan faktor-faktor penunjang antara lain berupa tenaga kerja (karyawan), material dan alat kerja yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan tersebut. Untuk mengatasi faktor-faktor penunjang ini diperlukan pembiayaan berupa pembayaran tenaga kerja (upah), pengadaan material dan penguasaan alat-alat kerja.Kerja lembur merupakan salah satu bagian rencana  kerja proyek dimaksudkan untuk menyelesaikan proses produksi yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja biasa/normal shift. Dengan kerja lembur ini akan menggunakan tenaga kerja yang lebih ekstra, baik dalam kualitas maupun kuantitas.Tentu dalam implementasinya akan sangat berpengaruh pada kondisi para karyawan itu sendiri, baik fisik maupun secara psikis.

1.2              Rumusan Masalah
Dalam penelitian ilmiah ini, ada beberapa hal yang disoroti:
1.      Apakah definisi dan mekanisme kerja lembur (overtime)?
2.      Bagaimana perhitungan upah karyawan dalam sistem kerja lembur (overtime)?
3.      Bagaimana dampak/pengaruh sistem kerja lembur (overtime) dan urgensinya bagi karyawan perusahaan?

1.3              Batasan Masalah
Untuk lebih menjaga efektifitas pembahasan objek penelitian, maka ulasan pembahasan topik permasalahan dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada seputar pengertian/definisi daripada kerja lembur (overtime), kemudian untukmengetahui dampak/pengaruh implementasi sistem kerja lembur (overtime) bagi pribadi karyawan serta sekaligus untuk mengetahui seberapa besar urgensi kerja lembur (overtime) bagi karyawan.

1.4              Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh/dampak dari penerapan sistem kerja lembur terhadap karyawan oleh perusahaan.Secara teoritis, diharapkan penelitian yang akan dilakukan akan dapat memberimanfaat bagi pihak karyawan/pekerja pada satu sisi. Terutama disini berkaitandengan pemahaman tentang dampak/pengaruh dari kerja lembur (overtime) dan pihak perusahaan (manajeman) pada sisi lainnya.Manfaat praktis diharapkan penelitian ini dapat memberi pengetahuan luas padakhalayak ramai atau organisasi/perusahaan guna meningkatkan sikap dan etos kerja karyawan sehinggadapat juga menjadi acuan untuk dilakukan perbaikan secara berkelanjuatan dalam pelaksanaan sistem kerja lembur (overtime),dan dapat memperbaiki iklim kerja yang kondusif di perusahaan tersebut.
Bagi karyawan dapat dijadikan sebagai acuan dalam bekerja dapatmemaksimalkan kemampuan yang dipunyai Karyawan tersebut sehingga dalam bekerjakaryawan dapat lebih bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan.Bagi masyarakat pada umumnya dapat memberikan pengetahuan bahwa tingkatpemberian upah yang tinggi bukan berarti akan mendapat kepuasan kerja yang baik,tetapi pekerjaan yang memang dapat memuaskan pekerja dapat dipengaruhi pula olehadanya lingkungan perusahaan dan juga iklim kerja di tempat kerja tersebut.

1.5              Manfaat Penelitian
Kami berharap dengan adanya penelitian ilmiah ini akan bermanfa’at bagi para karyawan pada khususnya dan juga bagi pihak perusahaan sebagai pembuat kebijakan, untuk lebih optimal lagi dalam implementasi kerja lembur (overtime) tersebut sekaligus juga tetap memperhatikan aspek humaniora dari karyawan sebagai subjek (pelaku) kerja lembur, sehingga pada akhirnya sinergi antara satu sama lain akan sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Landasan Teori
Sesuai dengan KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 1, waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.Jadi pada perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja, maka waktu kerja yang seharusnya berlangsung setiap harinya adalah 8 jam. Tanpa ditentukan apakah jam kerja akan dimulai pada jam 7 pagi, 8 atau 9 pagi. Hanya ditentukan waktu kerja berlangsung selama 8 jam. Apabila karyawan bekerja lebih dari 8 jam, maka ia berhak mendapatkan upah kerja lembur. Waktu kerja lembur pun hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Namun hal ini tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Seorang karyawan dapat melakukan kerja lembur dengan maksimal 14 jam dalam satu minggu (terhitung Senin hingga Jumat). Lembur pada akhir minggu atau pada hari libur resmi memilik perhitungannya sendiri. Beberapa perusahaan kadang mempekerjakan karyawannya lebih dari 14 jam lembur namun hanya membayarkan upah lembur untuk 14 jam saja. Hal ini jelas tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.Namun tidak semua karyawan yang lembur harus mendapatkan upah lembur. Dalam pasal 4 dikatakan bahwa mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan, waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan.
Idealnya lembur dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari karyawan. Lembur tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan keinginan satu pihak. Terlalu sering lembur bukan berarti Anda akan dianggap karyawan yang loyal. Justru Anda bisa dicap lamban dalam menyelesaikan pekerjaan. Dan tidak mampu bekerja tepat waktu (on time).

2.2       Mekanisme Kerja Lembur
Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 3Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah KerjaLembur menyatakan secara tegas bahwa "Waktu Kerja Lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu".
Meskipun Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah secara tegas membatasiwaktu kerja lembur seperti tersebut diatas, tetapi karena mempertimbangkankepentingan perusahaan dan dunia usaha, ketentuan undang-undang tersebut olehKeputusan Menakertrans No. 102/MEN/VI/2004 agak sedikit dianulir seperti diatur dalamPasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Ketentuan waktu kerja lembur seperti tersebut diatas termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mengguan atau harian resmi".
Ketentuan Keputusan Menakertrans, hendaknya jangan dipandang dari sudutketentuan tersebut bertentangan dengan peraturan perusahaan yang lebih tinggi yaituUndang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tetapi sebaiknya harus dipandang dari adanyakebutuhan dunia usaha yang memerlukan kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jamdalam seminggu yang oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak diakomodir.
Disamping itu ketentuan Keputusan Menakertrans mengenai kerja lembur padahari istirahat mingguan dan libur resmi tidak melanggar kepentingan dan hak pekerja,karena untuk melakukan kerja lembur harus atas persetujuan dari pekerja/buruh yangbersangkutan, sehingga pekerja tidak dapat dipaksa untuk melakukan kerja lamburDengan adanya ketentuan waktu kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan harilibur resmi, maka dimungkinkan waktu kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jamdalam seminggu.

C.        Kewajiban Perusahaan
v  Membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yangbekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.
v  Membayar upah lembur.
v  Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya. Waktu istirahat ini harus mengacupada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 yangmenetapkan bahwa "Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasukjam kerja".
v  Memberikan makan dan minumnya sekurang-kurangnya 1.400 (seribu empat ratus)kalori apabila kerja lembur selama 3 (tiga) jam atau lebih. Pemberitahuan makanantidak boleh diganti dengan uang, hal ini dimaksudkan agar kesehatan ekerja dapat tetapterpelihara.




BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Definisi Kerja Lembur (overtime)
Kerja lembur adalah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, atas dasar perintah atasan, yang melebihi jam kerja biasa pada hari-hari kerja, atau pekerjaan yang dilakukan pada hari istirahat mingguan karyawan atau hari libur resmi.Prinsip kerja lembur pada dasatnya bersifat sukarela, kecuali dalam kondisi tertentu pekerjaan harus segera diselesaikan untuk kepentingan perusahaan.
Menurut Thomas (2002), Pengertian kerja lembur adalah pekerjaan tambahan yang dilakukan di luar jam kerja yang melebihi 40 jam kerja per minggu atau kerja yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja normal.
Menurut Donal S. Barrie, Boyd C. Paulson, et al. (1995), pengertian kerja lembur adalah jadwal kerja yang direncanakan merujuk pada situasi dimana operasi itu telah dijadwalkan secara teratur untuk melampaui hari yang terdiri dari 8 jam yang normal. 40 jam seminggu.
Di Indonesia, ketentuan kerja lembur diatur oleh Menteri Tenaga Kerja dengan dikeluarkannya SK Menteri Tenaga Kerja No. 580/M/BM/BK/1992 pasal 2 dan 3, yang menyebutkan bahwa kerja lembur merupakan waktu dimana seorang pekerja bekerja melebihi dari jadwal waktu yang berlaku, yaitu 7 jam sehari dan 40 jam seminggu.

3.2       Formula Upah Lembur (overtime)
            Perhitungan jam kerja lembur dan tarif upah lembur mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-72/MEN/1984, dengan rumusan:
  1. Tarif upah lembur: 1/173 x Gaji Pokok
  1. Perhitungan lembur dilakukan pada hari kerja biasa:
    1. Untuk jam pertama adalah 1,5 kali TUL (Tunjangan Upah Lembur).
    2. Untuk jam-jam berikutnya adalah sebesar 2 kali TUL.
    3. Lebih dari jam 19.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan makan.
    4. Lebih dari jam 22.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan transport.
  1. Perhitungan lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan atau hari raya resmi:
    1. Untuk setiap jam dalam batas waktu 7 (tujuh) jam pertama adalah sebesar dua kali TUL.
    2. Untuk jam ke 8 (delapan) sebesar 3 kali TUL.
    3. Untuk jam ke 9 (sembilan) dan seterusnya adalah sebesar empat kali TUL.
  1. Pekerjaan lembur kurang dari ½ (setengah) jam sehari tidak diperhitungkan dengan upah lembur.
  1. Ketentuan upah lembur hanya berlaku untuk karyawan dengan golongan I-III atau dinyatakan lain dalam perjanjian kerja.
  1. Untuk karyawan shift, bilamana hari tugasnya jatuh pada hari libur resmi (raya), maka jam kerja pada hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur, dan perhitungan upah lemburnya mempergunakan perhitungan jam lembur hari raya.
Berkaitan dengan hari raya, ketentuannya adalah sebagai berikut:
  1. Hari Kerja Biasa 
Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak disediakan makan oleh Perusahaan akan diberikan tunjangan makan yang besarnya ditetapkan oleh Perusahaan.
  1. Hari Libur / Raya
Karyawan yang melakukan pekerjaan lembur pada hari istirahat minguan atau hari libur resm i/hari raya akan mendapat tunjangan transport sesuai dengan ketentuan hari kerja biasa ditambah tunjangan makan jika lembur yang dijalani telah melewati 3 (tiga) jam kerja.
Tunjangan transport tidak berlaku bagi karyawan yang mendapat fasilitas kendaraan, sebagai kebijakan Perusahaan dapat mempertimbangkan mengganti biaya transport (mis: tol, uang parkir dll) sesuai dengan biaya sebenarnya yang dikeluarkan oleh karyawan untuk keperluan lembur tersebut.
Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak disediakan makan oleh Perusahaan akan mendapat tunjangan makan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Perusahaan.
            Banyak orang yang tidak mengetahui cara menghitung Upah Lembur (Uang Lembur/Over Time). Upah Lembur ini mengacu pada Keputusan Menteri No. Kep.102/MEN/VI/2004, Pasal 10 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:
Contoh kasus #1 Pasal 10 ayat (1)
Kita mulai membahas Pasal 10 ayat (1): Dalam hal upah terdiri dari upah po­kok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100% (seratus perseratus) dari upah. Makna pasal 10 ayat (1) sangat jelas, bahwa di­dalam komponen upahnya hanya terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap.
Seperti apakah upah pokok  dan tunjangan tetap?
Misalnya pengusaha menetapkan upah sebesar Rp 1.500.000 yang terdiri dari komponen sebagai berikut:
- Gaji pokok                            Rp   1.200.000
- Tunjangan Jabatan                Rp      300.000
  Total Upah                            Rp   1.500.000
Diatas telah kita ketemukan total upah yang komponennya terdiri dari gaji/upah pokok dan tunjangan tetap sebesar Rp 1.500.000.
Bagaimana perhitungannya?
        Tarif upah sejam adalah Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51

Contoh kasus #2 Pasal 10 ayat (2)
Sedangkan ayat (2) menyatakan: Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tun­jangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabilah upah pokok tambah tunja­ngan tetap lebih kecil 75% (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.
Seperti apakah upah pokok  dan ‘tunjangan tetap’ ditambah ‘tidak tetap’?
Kalau kita perhatikan rasio dari upah (gaji pokok dan tunjangan tetap) sebesar 79% (seperti tabel 10.2), maka acuan perkalian tidak bisa menggunakan rumus 75% dari total upah keseluruhan.
Mengapa?
Kalau 75% dari total upah keseluruhan berarti Rp 1.900.000 x 75% = Rp 1.425.000. Sedangkan nilai komponen upah saja sebesar Rp 1.500.000. Artinya yang digunakan adalah angka Rp 1.500.000 yaitu angka yang tertinggi dan lebih baik bagi kepentingan karyawan, de­ngan perhitungan Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51 per-jamnya.
Apakah boleh boleh dari nilai upah keseluruhan?
Prinsipnya, bila nilainya lebih baik dari ketentuan yang dimaksud Kepmen sangat dibenarkan.
Bagaimana perhitungannya?
Jika menggunakan dari keseluruhan akan lebih baik, dan tarif sejam­nya adalah Rp 1.900.000 x 1/173 = Rp 10.983,-

3.3     Dampak  Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan 
             Seringkali kita menemukan fenomena, dan ini sangat mudah dijumpai di Kota Batam khususnya, dimana orang/karyawan dalam perusahaan bekerja sangat keras diluar kelaziman bahkan sampai “pontang panting” tidak karuan. Mereka sudah tidak perduli lagi dengan waktu. Berangkat kerja pagi-pagi, kembali waktu malam.  Catatan lembur, untuk karyawan perusahaan misalnya, sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan tidak jarang, mereka juga terpaksa harus masuk disaat hari-hari besar. Waktu menjadi seolah-olah sangat sempit sementara beban tugas terus semakin menumpuk dan permasalahan tidak selesai selesai. Begitu selesai permasalahan yang satu, muncul permasalahan yang lain. Begitu selesai target yang satu, muncul target yang lain seolah tanpa berkesudahan.
            Berikut Dampak dari implementasi sistem kerja lembur (overtime) yang dirangkum dari hasil interview dan jajak pendapat terhadap beberapa karyawan (secara acak) yang bekerja pada perusahaan yang berbeda di Kota Batam, yakni:

A.        Dampak positif
            Kata lembur memang sudah tidak asing lagi bagi para pekerja/karyawan perusahaan, termasuk di Kota Batam.. Beberapa karyawan sangat suka mendapat jatah lembur karena mereka bisa mencari penghasilan tambahan. Bahkan sekarang ini eksistensi kerja lembur menjadi semacam komponen yang sangat dibutuhkan oleh karyawan untuk menambah jumlah penghasilan. Dengan lembur, maka ada baiknya kita bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Selain uang yang bertambah, kita juga bisa mendapatkan nilai positif dari atasan. Ini penting bagi anda dan jenjang karir tentunya.Tetapi tidak bisa dipungkiri juga kalau lembur itu adalah sesuatu hal yang sulit untuk dikerjakan. Banyak kendala yang harus kita hadapi. Inilah lembur, antara suka dan tidak yang harus kita lalui ketika menjalankan lembur.Lembur memang bisa sangat menarik karena kita tidak perlu menghabiskan waktu di rumah hanya untuk bermalas-malasan.
            Dampak positif dari sistem kerja lembur yang dirasakan karyawan, yakni:
v  Mendapatkan pemasukan tambahan
Dengan mengikuti lembur, maka kita bisa mendapatkan pemasukan tambahan. Ini adalah hal utama dalam lembur. Jadi anda bisa menikmatinya nanti saat menerima gaji anda.
v  Mendapatkan nilai lebih dari atasan
Dengan lembur, pastikan atasan anda tahu anda lembur. Hal ini sangat berguna karena atasan pasti suka jika anda karyawan atau bawahannya bekerja lembur apalagi hasilnya sama produktifnya.
v  Hal ini bisa memberikan anda nilai plus dan ini bagus bagi karir anda.
Dengan kerja lembur, maka anda akan mendapatkan pemasukan berlebih.

B.        Dampak Negatif
            Bekerja lembur memang menghasilkan banyak keuntungan, dari pekerjaan lebih efisien, bisa mendukung percepatan karier, hingga tambahan penghasilan. Tapi tidak untuk aspek lain si pekerja/karyawan.
            Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa dari segi waktu, terdapat pembagian waktu yang kurang proporsional. Dimana dengan kerja lembur (overtime), secara otomatis porsi waktu terhadap pekerjaan di perusahaan lebih banyak dari pada porsi waktu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.
            Selain itu ada sisi psikologis yang perlu dicermati. Implikasinya sangat kompleks dari mulai masalah pribadi, keluarga sampai pada masalah sosial. Dari sisi pribadi misalnya, faktor gangguan kesehatan seperti stress, darah tinggi bahkan stroke adalah hal yang kerap dijumpai akibat dari pola hidup yang “keluar” dari jalur fitrahnya disamping pola makan yang buruk tentunya. Umur muda bukan lagi jaminan untuk terhindar dari resiko penyakit-penyakit tersebut.
            Dari sisi keluarga, waktu untuk berkumpul dengan istri dan anak-anak menjadi dikorbankan. Hubungan antar anggota keluarga menjadi kurang solid dan harmonis. Disamping itu kepedulian terhadap perkembangan anak-anak juga seolah-olah terabaikan. Bahkan tidak jarang, banyak keluarga yang hancur berantakan akibat masalah tersebut.
            Secara sosial, mereka juga seringkali dipandang sebagai anggota masyarakat yang tidak mau bersosialisasi di lingkungannya. Terlalu sibuk untuk urusan sendiri menyebabkan kehilangan waktu untuk kumpul-kumpul atau bahkan untuk sekedar menegur dan mengucapkan ucapan selamat kepada tetangganya yang baru saja mendapat suka cita. Atau sekedar bertakziyah kepada sahabat dan kerabat yang berduka cita.
            Sikap hidup yang tidak ideal tersebut muncul karena kita seringkali memiliki persepsi yang tidak proporsional terhadap lingkungan dimana kita berada, kepada atasan kita, kepada kantor tempat kita bekerja, atau bahkan kepada klien atau parter bisnis yang seharusnya dalam kendali kita. Kontrol kita serahkan sepenuhnya kepada pihak luar. Atau bisa dikatakan kita seringkali hanya menjadi sekedar objek bukannya sebagai subjek. Kita seringkali bukannya mengelola tapi dikelola, bukannya mengatur tapi diatur, bukannya memanage tapi dimanage. “Kalau bukan dari mereka, rezeki saya dari mana?” mereka berkilah. Karir adalah segala-galanya seolah-olah mereka merasa tidak akan mencapai sukses apabila tidak melakukan hal seperti tersebut diatas.Disini yang disoroti adalah sikap kita terhadap lingkungan kita dan target-target itu. Selama kita masih bisa berjalan diatas fitrah kemanusiaan kita baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat serta bisa menikmati target dan beban kerja yang kita miliki maka itu bukanlah menjadi persoalan. Menyusun skala prioritas adalah jawabannya.
            Misalnya, apa yang akan kita katakan apabila ada rekan bisnis perusahaan kita meminta bertemu diluar jam perusahaan atau diluar hari kerja? Apakah akan kita setujui atau kita tolak. Tentunya ini sangat situasional karena tergantung dari kepentingan dan tingkat urgensinya. Apabila merupakan pertemuan biasa-biasa saja, bisakah kita mengatakan “Maaf, saya tidak bisa meeting pada jam tersebut, bagaimana kalau kita re-schedule ke pagi/siang saja dihari yang sama? Atau kita terpaksa mengatakan “Oke pak” padahal kita sudah janji untuk mengajari anak-anak dirumah karena sebentar lagi mereka menghadapi ujian/test di sekolahnya. Sekali lagi, ini sangat situasional sehingga kitalah yang bisa menilainya.Bekerja lembur juga akan sangat berpengaruh terhadap kondisikejiwaan/mental dan kesehatan karyawan/pekerja perusahaan.
             Studi yang dipimpin Marianna Virtanen dari Finnish Institute of Occupational Health dan University College London ini melibatkan sekitar 2.000 pegawai sipil usia paruh baya di Inggris.
            Studi menemukan hubungan kuat antara kerja lembur dan depresi. Korelasi ini muncul tanpa mengabaikan sejumlah faktor pemicu depresi seperti sosial demografi, gaya hidup, dan aktivitas lain yang memengaruhi tingkat stres.
            "Meski kerja lembur kadang-kadang memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat, penting bagi kita untuk menyadari bahwa jam kerja yang berlebihan terkait dengan peningkatan risiko depresi berat," kata Dr Virtanen, yang memublikasikan studinya di jurnal online PLoS ONE, seperti dikutip Times of India.
            Tuntutan lembur dan menyelesaikan beban pekerjaan di luar jam kerja seringkali membuat pekerja tertekan. Jam kerja yang berlebih jelas akan menyita waktu berkumpul bersama keluarga dan istirahat. Ada yang memilih berhenti kerja karena jam kerja tak sesuai, tapi banyak pula yang bertahan karena alasan ekonomi.         Berdasarkan riset terbaru di Inggris, orang yang sering bekerja lembur dengan menghabiskan waktu 10 hingga 11 jam sehari berisiko lebih tinggi mengalami sakit jantung. Kesimpulan itu adalah hasil analisa studi terhadap 6.000 pekerja sipil di Inggris yang dipublikasikan dalam European Heart Journal edisi online. Dalam laporan itu disebutkan, mereka yang menambah waktu tiga hingga empat jam sehari untuk bekerja lembur berisiko 60 persen lebih tinggi menderita sakit jantung. Angka ini muncul setelah memperhitungkan berbagai risiko penyakit, termasuk kebiasaan merokok. Dari data studi terungkap, ada 369 kasus kematian responden akibat penyakit jantung. Mereka meninggal akibat mengalami serangan jantung ataupun angina pectoris. Jumlah waktu yang dihabiskan saat lembur pun memiliki kaitan erat dalam banyak kasus.Bekerja terlalu keras membuat jantung seperti dawai gitar yang ditarik dengan keras. Berdasarkan penelitian Virtanen, memang ada sejumlah hal yang menjelaskan hubungan ini.
1.      Pekerja yang sering bekerja lembur umumnya adalah mereka dengan kepribadian tipe A. Jenis pribadi ini cenderung agresif, kompetitif, gampang tegang, sangat peduli akan waktu, dan umumnya gampang naik darah.
2.      Stres psikologis yang muncul bersamaan dengan depresi dan kecemasan mungkin akibat tidak cukup tidur atau tak cukup istirahat sebelum pergi tidur.
3.      Ada tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan stres kerja yang tersembunyi. Masalah ini tak muncul saat checkup medis.
4.      Pekerja yang sering bekerja lembur sering kali tetap bekerja ketika sakit, tak mempedulikan gejala masalah kesehatan, dan tidak pergi dokter untuk mengobati penyakitnya.
5.      Pengalaman stres yang kronis (sering kali berhubungan dengan lamanya waktu bekerja) bisa berdampak pada proses metabolisme dalam tubuh.
            Sedangkan menurut sebuah penelitian, risiko menderita penyakit jantung iskemik pada para pekerja wanita meningkat akibat adanya tekanan pekerjaan yang terlalu berat. Penyakit jantung iskemik sering disebut sebagai ‘silent kiler’ . banyak di antara penderita tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini karena mereka tidak mengalami gejala.
            Studi penelitian terdahulu telah menyebutkan adanya keterkaitan antara stres di tempat kerja dan risiko penyakit jantung. Akan tetapi kebanyakan studi ini hanya berfokus pada kalangan pria.
            Sementara riset lain dilakukan di New York terhadap 2.200 pekerja pria dan wanita. Mereka disurvei mengenai pekerjaan dan efeknya terhadap kestabilan kejiwaan. Rata-rata jam kerja dalam seminggu adalah 40 jam. Riset tersebut membuktikan, para pekerja yang memiliki jam kerja lebih lama dari standar biasanya mengalami masalah dalam kejiwaannya. Tak hanya berpengaruh pada menurunnya kinerja, mental para pekerja pun bisa menjadi taruhannya. Seperti yang dikutip dari reuters, Dr. Marianna Virtanen, sang peneliti, mengungkap bahwa waktu kerja yang panjang berpengaruh pada fungsi kognitif seseorang.
            Saat hal itu berlangsung lama, maka akan berpengaruh pada kesehatan jiwa para pekerja tersebut. Para pekerja yang memiliki jam kerja 55 jam mengalami penurunan kestabilan yang parah dalam lima tahun. Para ahli menilai, temuan ini membawa sebuah pesan akan pentingnya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan bagi kesehatan.
            Agen Penelitian Kanker Internasional (IARC) baru-baru ini memutuskan untuk memasukkan poin mengenai bekerja pada malam hari ke dalam daftar pekerjaan beresiko kanker. Dalam dafar tersebut juga termasuk sinar ultraviolet, karbon hitam, mesin pembuangan uap, zat-zat pewarna berbahaya, dan sebagainya.
            Ilmuwan Jepang dari University of Occupational and Environmental Health mengadakan sebuah eksperimen. Mereka mengamati 14.000 orang selama 10 tahun. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja dengan jam kerja fleksibel lebih banyak menderita kanker prostat dibanding mereka yang bekerja dengan jam kerja standar.
            Pakar Denmark dari Institute of Cancer Epidemiology memeriksa 7.000 wanita berusia 30 hingga 54 tahun. Diketahui bahwa para wanita yang bekerja setidaknya selama enam bulan lamanya pada malam hari memiliki peluang lebih tinggi mengidap tumor payudara.
            Richard Stevens, seorang professor dari Connecticut University Health Center merupakan ilmuwan pertama yang mengamati interkoneksi antara bekerja malam hari dan kanker payudara pada tahun 1987.
            Ilmuwan menyelidiki alasan merebaknya kanker payudara pada tahun 1930-an, di mana saat itu banyak perusahaan yang mulai menetapkan 24 jam kerja penuh sehari dengan mempekerjakan wanita sebagai buruh siang dan malam.
            Walaupun demikian, fenomena yang terjadi sekarang ini, posisi kerja lembur (overtime) sudah bergeser menjadi suatu ‘kebutuhan’ (urgent) bagi para karyawan untuk menambah nominal pendapatan. Karena pada kenyataanya, seiring dengan kenaikan harga komponen kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari sehingga terjadi inflasi, ternyata tidak diiimbangi dengan kenaikan upah/gaji pokok yang signifikan. Istilahnya kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) yang terjadi tidak sebanding dengan meroketnya harga-harga kebutuhan pokok di pasaran. Sehingga seandainya tidak ada tambahan pemasukan dari kerja lembur (overtime) dan hanya mengandalkan dari gaji pokok saja tidak bisa cukup. Dan inilah fakta yang terjadi di lapangan sekarang ini. (Berdasarkan testimoni/wawancara/jajak pendapat).
           

           


BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
            Pada prinsipnya, kerja lembur (overtime) merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan terhadap karyawan untuk memenuhi target produksi yang telah ditetapkan bersama pelanggan.
            Karyawan berperan sebagai eksekutor yang mengimplementasikan kebijakan tersebut (sinergi).Tentu saja hal ini akan sangat berdampak/berpengaruh bagi kehidupan karyawan, baik secara kejiwaan/psikis, finansial, sosial/lingkungan, kesehatan dan keberlangsungan hidup di masa yang akan datang.

3.2       Saran
            Agar tercipta kondusifitas kerja bagi karyawan antara tuntutan untuk memenuhi tercukupinya kebutuhan hidup dan menunaikan kewajiban sebagai karyawan perusahaan (saling menguntungkan dan melengkapi), maka perlu diperhatikan beberapa hal:
  • Peran pihak manajemen perusahaan untuk lebih memahami dan memperhatikan aspek humaniora karyawan agar implementasi kerja lembur tersebut berjalan dengan baik dan relevan dengan Peraturan Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati.
  • Pentingnya untuk mengembangkan paradigma karyawan tentang kerja lembur (overtime) yang merupakan nilai tambah (added value) bagi pendapatan pokok dengan tetap memperhatikan berbagai hal tentang dampak/efek dari kerja lembur sebagaimana yang telah dibahas di atas (proporsional).
DAFTAR PUSTAKA
Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/IV/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3235/keputusan-menteri-atas-waktu-dan-upah-kerja-lembur-
http://dedylondong.blogspot.com/2012/04/memahami-perhitungan-upah-lembur.html.
http://trick-tipsonline.blogspot.com/2011/04/kerja-lembur-bisa-tingkatkan-risiko.htmlhttp://hrd.indika.net.id/sop/KerjaLembur.htm.

No comments:

Post a Comment