Wednesday, May 28, 2014

makalah pendekatan matematika realistik


berikut makalah matematika yang berjudul 
" Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik "
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Matematika itu sulit, Begitu kesan yang beredar di antara sebagian besar siswa dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, bahkan mahasiswa pun seringkali memiliki kesan serupa. Bukan tidak mungkin Anda sendiri mempunyai kesan yang sama tentang matematika. Kesan ini diyakini sebagai salah satu penyebab kurang berminatnya sebagian besar siswa untuk belajar matematika. Banyak upaya sudah dilakukan orang untuk membuat matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Berbagai metode dan pendekatan belajar telah dikembangkan untuk membuat siswa menyenangi matematika. Pendekatan matematika realistik, Merancang pembelajaran matematika, dan Melaksanakan pembelajaran adalah salah satu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan untuk mendekatkan matematika kepada siswa. Masalah-masalah nyata dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk menunjukkan bahwa matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Benda-benda nyata yang akrab dengan kehidupan keseharian siswa dijadikan sebagai alat peraga dalam pembelajaran matematika.. Penelitian-penelitian di bidang ini telah menghasilkan laporan yang cukup menggembirakan. Siswa menjadi lebih tertarik dan senang belajar matematika serta menunjukkan peningkatan hasil belajar yang cukup memuaskan.

B.     Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini agar siswa SD lebih mengerti dan faham konsep dasar-dasar matematika. Dengan adanya makalah ini dibuat untuk membantu proses pembelajaran matematika di SD serta meningkatkan kualitas pembelajaran.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Matematika Realistik
1.      Konsep – Konsep Dasar Pendekatan Matematika Realistik
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi, 2005). Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Selanjutnya, oleh Treffers (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu (subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya, dan bila diberi kesempatan mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang matematika. Melalui eksplorasi berbagai masalah, baik masalah kehidupan sehar-hari maupun masalah matematika, siswa dapat merekonstruksi kembali temuan-temuan dalam bidang matematika. Jadi, berdasarkan pemikiran ini konsepsi siswa dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut (Hadi, 2005):
1.      Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;
2.      Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;
3.      Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan ;
4.      Siswa membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam pengalaman yang dimilikinya;
5.      Siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matematika tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin.
Dua catatan terakhir di atas mengisyaratkan bahwa secara prinsip pendekatan matematika realistik merupakan gabungan pendekatan konstruktivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual). Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan secara singkat teori dan prinsip dasar pendekatan konstruktivisme dan kontekstual.

2.      Implementasi Pendekatan Matematika Realistik
Sebelum kita mengimplementasikan pendekatan matematika realistik, marilah kita terlebih dahulu melihat kembali karakteristik pendekatan ini. Di sini kita akan menggunakan 5 (lima) karakteristik utama pendekatan matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:

1.      Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia  nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.
2.      Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
3.      Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.
4.      Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
5.   Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

A.    Merancang Pembelajaran Matematika
1.      Pengertian dan Ciri- ciri pembelajaran matematika
a.      Pengertian Pembelajaran Matematika
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan salah satu perencanaan proses
pembelajaran yang harus dibuat atau dipersiapkan oleh guru sebelum pelaksanaan  kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk dapat menyusun merancang pembelajaran sesuai prinsip-prinsip pengembangannya
Rencana  Pembelajaran Matematika adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuanatau lebih. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sekurang-kurangnya
memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
b.      Ciri-Ciri Pembelajaran
Ciri-ciri  pembelajaran Matematika, yaitu :
v  Materi pembelajaran berdasarkan/bertolak dari masalah konsektual dalam kehidupan sehari-hari.
v  Siswa menemukan konsep sendiri untuk menyelesaikan masalah konsektual dengan bantuan guru dan diskusi kelas
v  Siswa bebas memilih cara menyelesaikn soal sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
v  Adanya interaksi dan negoisasi antara siswa dan guru tentang cara penyelesaia masalah/soal

2.      Langkah –langkah Menyusun Pembelajar Matematika
Uraian di atas jelas menggambarkan langkah-langkah pembelajaran matematika realistik. Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002):
1.   Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2.      Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3.   Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4.   Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Sekarang marilah kita perhatikan contoh bagaimana langkah-langkah ini diterapkan dalam sebuah pembelajaran matematika. Misalnya, topik yang akan diajarkan adalah bilangan pecahan. Salah satu kompetensi yang akan dicapai dalam topik ini adalah ”menjelaskan arti pecahan dan membandingkannya.” Kita dapat menggunakan kue yang berbentuk bulat dan tipis, seperti serabi, atau kertas berbentuk lingkaran yang sama besar.

.                      1. Persiapan
Sebagai persiapan, guru mempelajari terlebih dahulu arti pecahan dan cara mengurutkannya. Setelah menetapkan masalah kontekstual yang akan dipakai untuk memulai pembelajaran, guru menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Di sini kita akan menggunakan masalah membagi kue serabi, sehingga guru harus menyediakan beberapa lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai model kue serabi. Selanjutnya guru menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan di kelas. Berbagai strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya sudah diantisipasi pada langkah ini, sehingga guru bisa mengendalikan proses pembelajaran di kelas.


2. Pembukaan
Pada awal pembelajaran, guru menceritakan kepada siswa bahwa seorang ibu ingin membagi 3 potong kue serabi kepada 4 orang anaknya sedemikian rupa sehingga setiap anak mendapat bagian yang sama. Setelah itu, guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota masing-masing 4 orang. Setiap kelompok diberi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai model kue serabi dan sebuah gunting, lalu diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran itu di antara mereka sehingga setiap anggota menerima bagian yang sama besar. Guru memberi waktu kepada setiap kelompok untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Setelah waktu yang diberikan habis, setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyajikan cara yang mereka tempuh untuk menyelesaikan masalah, sedangkan kelompok lain memberi kritik dan saran. Kemudian siswa dikelompokkan menjadi kelompok dengan anggota masing-masing 5 orang dan diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran menjadi lima bagian yang sama seperti sebelumnya. Lalu siswa diminta membandingkan potongan mana yang lebih besar (3 lembar kertas berbentuk lingkaran dipotong 4 atau dipotong 5).

3. Proses pembelajaran
Pada saat pembelajaran berlangsung guru hanya memperhatikan kegiatan setiap kelompok membagi ”kue” yang diberikan dan memberi bantuan jika diperlukan. Kemudian guru memberi kesempatan kepada wakil setiap kelompok untuk menyajikan cara mereka membagi ”kue” dan kelompok lain memberi kritik dan saran. Selain itu, siswa juga diminta mendiskusikan potongan mana yang lebih besar (”kue” yang dibagi 4 atau yang dibagi 5). Guru mengarahkan siswa dalam diskusi
kelas untuk membuat kesimpulan bersama tentang arti bilangan pecahan dan cara mengurutkannya.

4.Penutup
Sebagai penutup, siswa diminta mengerjakan soal dan diberi pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi perbandingan pecahan. Pada akhir pelajaran guru mengajak siswa bersama-sama menyimpulkan apa yang sudah mereka kerjakan dan pelajari saat itu.
C. Melaksanakan pembelajaran
1.      Keterampilan Membuka dan Menutup Pembelajaran
b.      Keterampilan Membuka Pembelajaran

Keterampilan membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakuka oleh guru untuk mempersiapkan mental dan menimbulkan perhatian siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Kegiatan membuka pelajaran semacam itu tidak saja harus dilakukan guru pada awal jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Untuk menyiapkan mental siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari, guru dapat melakukan usaha-usaha dengan memberi acuan dan membuat kaitan antara materi pelajaran yang telah dikuasai siswa dengan bahan baru yang akan dipelajari. Siswa yang mentalnya siap untuk belajar adalah mereka yang telah mengetahui tujuan pelajaran, mengetahui masalah-masalah pokok yang harus diperhatikan, mengetahui langkah-langkah kegiatan belajar yang akan dilakukan, dan mengetahui batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk menguasai pelajaran tersebut. Untuk menimbulkan perhatian dan motivasi siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari, guru dapat melakukan usaha-usaha menimbulkan rasa ingin tahu, bersikap hangat dan antusias, memvariasikan cara mengajarnya, menggunakan alat-alat bantu mengajar, memvariasikan pola interaksi dalam kelas, dan sebagainya. Siswa yang perhatian motivasinya telah timbul nampak asyik dalam melakukan tugas, semangat dan kualitas responnya tinggi, ada pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dan cepat mereaksi terhadap saran-saran guru.
Kegiatan membuka pelajaran tidak mencakup urut-urutan kegiatan rutin seperti menertibkan siswa, mengisi daftar hadir, menyampaikan pengumuman, menyuruh menyiapkan alat-alat pelajaran dan buku-buku yang akan dipakai dan lain sebagainya yang tidak berhubungan dengan penyampaian materi pelajaran. Kegiatan membuka pelajaran ada kaitannya langsung dengan penyampaian materi pelajaran.

Penerapan keterampilan membuka pelajaran pada awal suatu jam pelajaran atau pada setiap penggal kegiatan dalam inti pelajaran, guru harus melakukan kegiatan membuka pelajaran. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran itu meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberikan acuan dan membuat kaitan. Tiap komponen terdiri dari beberapa kelompok aspek dan kegiatan yang saling berhubungan. Sebagai keterampilan maka sifatnya integratif dan ada beberapa komponen yang tumpang tindih.

c.   Keterampilan Menutup Pelajaran
Kegiatan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk me-ngakhiri kegiatan inti pelajaran. Usaha menutup pelajaran tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar. Usaha-usaha yang dapat dilakukan guru antara lain adalah merangkum kembali atau menyuruh siswa membuat ringkasan dan mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran yang baru diberikan. Seperti halnya kegiatan membuka pelajaran, kegiatan menutup pelajaran ini harus dilakukan guru tidak saja pada akhir jam pelajaran tetapi juga pada akhir setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Seperti halnya kegiatan membuka pelajaran, kegiatan menutup pelajaran juga tidak mencakup urut-urutan kegiatan rutin seperti memberi tugas dirumah, tetapi kegiatan yang ada kegiatan langsung dengan penyampaian materi pelajaran.
Namun demikian, dalam pembelajaran guru sering tidak melakukan usaha membuka dan menutup pelajaran tersebut. Setelah melakukan tugas rutin seperti menenangkan kelas, mengisi daftar hadir, menyuruh siswa menyiapkan alat-alat pelajaran guru langsung saja masuk pada kegiatan inti pelajaran. Misalnya guru berkata: “Anak-anak hari ini pak guru akan mengenalkan macam-macam bangun ruang, bangun ruang adalah ...” Setelah pelajaran usai guru tidak melakukan usaha menutup pelajaran. Ia langsung berkata: “Anak-anak waktunya sudah habis, pelajaran ini kita lanjutkan besok. Selamat siang anak-anak. Selain itu, dalam inti pelajaran yang bermaksud mengajarkan macam-macam bangun ruang dengan sifat-sifatnya, guru menerangkan terus sampai selesai tanpa ada usaha merangkum ciri-ciri bangun ruang. Disamping itu, guru juga tidak melakukan kegiatan membuka pelajaran sebelum menerangkan pengertian bangun ruang. Prosedur mengajar demikian itu tidak memungkinkan mental siswa siap untuk menerima pelajaran dan perhatian siswa belum terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Sebagai akibatnya adalah siswa akan merasa bahwa pelajaran yang diterimanya membosankan, tidak bermakna baginya, sukar dipahami, dan mereka akan tidak berusaha keras untuk memahaminya.
Ada berbagai alasan mengapa guru tidak melakukan kegiatan membuka dan menutup pelajaran antara lain karena lupa, tidak ada waktu, atau memang belum mempunyai keterampilan untuk melaksanakannya. Karena pentingnya fungsi membuka dan menutup pelajaran ini dalam pembelajaran, maka sangat perlu bagi setiap guru untuk memperoleh pengalaman serta latihan yang intensif dalam membuka dan menutup pelajaran.

Menjelang akhir dari suatu pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan, guru harus melakukan kegiatan menutup pelajaran. Hal ini harus dilakukan agar siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran yang telah dipelajari. Menurut Abimanyu (1985) cara-cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran ini adalah sebagai berikut:
A. Meninjau Kembali
Menjelang akhir suatu jam pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan, guru meninjau kembali apakah inti pelajaran yang diajarkan telah dikuasai siswa. Ada dua cara meninjau kembali penguasaan inti pelajaran itu, yaitu merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan.
B.  Merangkum inti pelajaran.
Pada dasarnya kegiatan merangkum inti pelajaran ini terdapat sepanjang proses pembelajaran. Misalnya, pada saat guru selesai menjelaskan ciri-ciri bangun ruang kubus, atau jika guru membuat kesimpulan secara lisan hasil diskusi yang ditugaskan pada siswa, setelah selesai sejumlah pertanyaan dijawab oleh siswa, pada saat menjelang pergantian topik bahasan, dan tentu saja pada saat pembelajaran akan diakhiri. Selain guru, siswa dapat juga diminta untuk membuat rangkuman secara lisan. Tetapi jika rangkuman yang dibuat oleh siswa itu salah atau kurang sempurna, guru harus membetulkan atau menyempurnakan rangkuman itu.

C.  Membuat ringkasan
Cara lain yang dapat ditempuh untuk memantapkan pokok-pokok materi yang diajarkan adalah membuat ringkasan. Selain manfaat tersebut, dengan ringkasan itu siswa yang tidak memiliki buku sumber atau siswa yang lambat belajar dapat mempelajarinya kembali. Pembuatan ringkasan itu dapat dilakukan oleh guru, dapat pula dilakukan oleh siswa secara perorangan atau kelompok, dan dapat pula dilakukan oleh guru dan siswa bersama-sama. Misalnya, setelah pelajaran statistika tentang pengumpulan dan pengolahan data selesai, siswa diminta membuat ringkasan cara mengolah data yang telah dikumpulkan siswa melalui percobaan. Hasil diskusi tersebut ditulis di kertas lebar dan menempelkannya di dinding atau di papan tulis serta mengemukakan hasil rumusan kelompok itu ke seluruh kelas untuk memperoleh tanggapan.

D.  Mengevaluasi
Salah satu upaya untuk mengetahui apakah siswa sudah memperoleh wawasan yang utuh tentang suatu konsep yang diajarkan selama satu jam pelajaran atau sepenggal kegiatan tertentu adalah dengan penilaian. Untuk maksud tersebut guru dapat meminta siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan secara lisan atau mengerjakan tugas-tugas. Misalnya, setelah guru selesai menerangkan konsep matematika, guru meminta siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis setelah guru menerangkan penjumlahan dua pecahan lalu siswa disuruh menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan penjumlahan pecahan.





BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat ternyata mampu meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa kelas  membuat siswa menyukai, merasa senang, dan senantiasa bersemangat untuk belajar matematika.
Penerapan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat benar-benar mampu menanamkan konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat dengan baik.
Pembuatan perencanaan dalam menanamkan konsep operasi perkalian bilangan bulat dengan menggunakan pendekatan matematika realistik menggunakan konteks yang benar-benar telah dikenal baik oleh siswa serta merupakan aplikasi dalam kehidupan nyata yang dijadikan sebagai titik tolak proses pembelajaran. matematika, pada saat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik siswa tersebut ternyata beberapa kali mampu bertanya dan memberikan argumennya dalam diskusi kelas yang dilaksanakan.
Penarikan kesimpulan akhir proses pembelajaran tidak diberikan oleh guru secara langsung, namun kesimpulan tersebut diutarakan oleh siswa dengan sangat baik.


B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, ternyata yang menjadi permasalahannya adalah tidak begitu banyak guru yang benar-benar mengetahui dan memahami keunikan dan keunggulan pendekatan matematika realistik ini. Pendekatan yang tergolong masih baru ini belum banyak dikenal oleh guru-guru sekolah dasar. Oleh karena itu, diharapkan agar para pakar matematika di bidang realistik dapat mensosialisasikan, memberikan training, bimbingan, dan pelatihan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik kepada para guru Sehingga kualitas proses dan hasil pembelajaran di Indonesia, khususnya proses pembelajaran matematika di sekolah dasar benar-benar menjadi lebih baik dan bermakna.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Handoyo,B.H. (2007). Matematika akhlak. Jakarta: Kawan Pustaka.
Hatimah, I. (2006). Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI press.
Maulana. (2002). Peranan Lembar Kegiatan Siswa Dalam Pembelajaran Aritmatika Sosial Berdasarkan Pendekatan Realistik. Karya Ilmiah Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung.
Maulana. (2008a). Konsep Dasar Matematika. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Maulana. (2008b). Pendidikan Matematika 1. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Pratiwi,W. (2009). Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Dasar Perkalian. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI Sumedang.
Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematics Education. Malakah pada seminar sehari tentang Realistic Mathematics Education di Gedung Partere Bumi Siliwangi UPI pada tanggal 4 April 2001.
Sutejo,E. (2008). Penggunaan Media Kartu Warna Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Bulat Negatif. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI Sumedang.
Team. (2006). Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika Kelas IV. Jakarta: BP. Daharma Bhakti.
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya
Zulkardi. (2001). Realistic Matematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran, dan Taman Belajar di Internet. Makalah pada seminar sehari RME di Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung pada tanggal 4 April 2001.







No comments:

Post a Comment