Thursday, July 24, 2014

makalah budidaya tanaman karet


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia.   Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada  tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.  Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.  Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.  Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta.  Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta  ton.  Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui  perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa  memberikan modal bagi petani atau perkebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.

1.2     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui semua hal tentang karet, mulai dari persyaratan pertumbuhan karet, pemeliharaan tanaman karet, dan penyadapan karet.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat (Suhendry, I. 2002).
Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-rata 28° C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Santosa. 2007.).

Curah Hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Radjam, Syam. 2009.).

Ketinggi Tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet (Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998.).

Angin

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merah kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi. 2005).
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet Untuk lahan kering/darat tidak susah dalam mensiasati penanaman karet, akan tetapi untuk lahan lebak perlu adanya trik-trik khusus untuk mensiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan pembuatan petak-petak guludan tanam, jarak tanam dalam barisan agar lebih diperapat. Metode ini dipakai berguna untuk memecah terpaan angin (Deptan. 2006.).



Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 1995).
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur,btekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :

v  Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
v  Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
v  Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
v  Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
v  Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5
v  Kemiringan tanah < 16% dan
v  Permukaan air tanah < 100 cm


2.2     Pemeliharaan Tanaman Karet

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman (Deptan, 2006).

Pengendalian Gulma

Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang alang,Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Maryadi, 2005).

Program Pemupukan

Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik (Nazaruddin dan  Paimin, 1998).

Pemberantasan Penyakit Tanaman

Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya. Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan adalah :

a. Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
Pengolesan   :       Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
Penyiraman   :       Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
Penaburan     :       Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+
b.         Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu-dian dalam beberapa minggu saja kese-luruhan alur sadap ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan:
Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak mengalami kering alur sadap. Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek. Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit (Aidi dan Daslin, 1995).

2.3         Kriteria Bidang Sadap

Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun. Semakin bertambah umur tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya  (Santosa, 2007).
Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26 tahun produksinya akan menurun. Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat membahayakan kesehatan tanaman, dan juga untuk mempercepat kesembuhan luka sayatan maka diharapkan sadapan tidak menyentuh kayu (xilem) akan tetapi paling dalam 1,5 mm sebelum kambium (Radjam, 2009).
Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke kanan bawah dengan sudut kemiringan 30˚ dari horizontal dengan menggunakan pisau sadap yang berbentuk V. Semakin dalam sadapan akan menghasilkan banyak lateks. Pada proses penyadapan perlu dilakukan pengirisan. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke bawah.. Melalui saluran irisan ini akan mengalir lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu lateks akan mengental. Lateks yang yang mengalir tersebut ditampung ke dalam mangkok aluminium yang digantungkan pada bagian bawah bidang sadap. Sesudah dilakukan sadapan, lateks mengalir lewat aluran V tadi dan menetes tegak lurus ke bawah yang ditampung dengan wadah (Anwar, 2001).

2.4         Waktu Penyadapan

Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi dengan dasar pemikirannya: Jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel
Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari semakin siang.
Pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup terang (Nazaruddin dan  Paimin, 1998).
Tanda-tanda kebun mulai disadap adalah umur rata-rata 6 tahun atau 55% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkar batang 45 Cm sampai dengan 50 Cm. Disadap berselang 1 hari atau 2 hari setengah lingkar batang, denga sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3  hari (Maryadi, 2005).
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba (Anwar,  2001).

2.5 Bagian-Bagian Tanaman Karet yang Disadap

Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun. Semakin bertambah umur tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26 tahun produksinya akan menurun (Santosa, 2007).
Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat membahayakan kesehatan tanaman, dan juga untuk mempercepat kesembuhan luka sayatan maka diharapkan sadapan tidak menyentuh kayu (xilem) akan tetapi paling dalam 1,5 mm sebelum cambium (Aidi dan Daslin, 1995).
Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke kanan bawah dengan sudut kemiringan 30˚ dari horizontal dengan menggunakan pisau sadap yang berbentuk V. Semakin dalam sadapan akan menghasilkan banyak lateks. Pada proses penyadapan perlu dilakukan pengirisan. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke bawah.. Melalui saluran irisan ini akan mengalir lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu lateks akan mengental. Lateks yang yang mengalir tersebut ditampung ke dalam mangkok aluminium yang digantungkan pada bagian bawah bidang sadap. Sesudah dilakukan sadapan, lateks mengalir lewat aluran V tadi dan menetes tegak lurus ke bawah yang ditampung dengan wadah (Maryadi, 2005).

2.6         Pemulihan Bidang Sadap

Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku ketika terkena udara. Ini merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah Untuk memperoleh hasil sadap yang baik, penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil yang tinggi, menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap memperhatiakan faktor kesehatan tanaman agar tanaman dapat berproduksi secara optimal dan dalam waktu yang lama (Siregar, 1995).
Dalam praktiknya untuk kelangsungan produksi, hal yang sangat mendasar adalah di dalam pemulihan bidang sadap. Agar bidang sadap dapat kembali pulih tentu ada yang dipelukan di dalam penyadapanya. Menghindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap adalahsalah satu cara agar bidang sadp dapat kembali pulih dan pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit (Santosa, 2007 ).
Memperistirahtkan tanaman dalam waktu tertentu  juga merupakan konsep pemulihan bidang sadap, karena tanaman akan mengoptimalakan kembali bagian-bagian tanaman yang telah mengalami pelukaan. Begitu juga dengan pemberian unsur hara untuk kelnjutan tanaman itu sendiri sehingga pertumbuhanya akan lebih optimal tentunya pemulihan bagian-bagian yang disadap                      (Nazaruddin dan  Paimin, 1998).

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku  Euphorbiaceae). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. 

3.2         Saran

Negara Indonesia sebagai salah satu penghasil karet di dunia perlu membudidayakan tanaman karet, sehingga dapat tetap menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan peremajaan terhadap tanaman karet.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.
Deptan., 2006. Basis Data Statistik Pertanian (http://www.database.deptan.go.id/). Diakses tanggal 5 Mei 2009.
Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santosa. 2007., Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 21 Maret 2009.
Siregar, T.H.S., 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius, Yogyakarta.
Suhendry, I., 2002. Kajian finansial penggunaan klon karet unggul generasi IV. Warta Pusat Penelitian Karet. 21 : 1- 3.

No comments:

Post a Comment