Saturday, October 11, 2014

makalah tomat


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tomat merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.  Tomat dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran tinggi maupun dataran rendah, serta tahan terhadap gangguan bakteri dan penyakit busuk daun dengan produksi sampai mencapai 40 tlha (Hilman dan Suwandi 1989). Sedangkan menurut Darkam (1995), selain di dataran tinggi areal penanaman tomat sudah berkembang ke dataran rendah. Namun luas daerah tersebut sangatlah terbatas. Seiring dengan perkembangan jaman dan dipacu oleh keterbatasan lahan yang dimiliki seperti tanah yang sempit atau tanah yang tidak subur inilah, digunakan alternatif cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya yang dinamakan teknik hidroponik.
Hidroponik berasal dari kata Hydro (air) dan Ponics (pengerjaaan), sehingga hidroponik bisa diartikan bercocok tanam dengan media tanam air.  Pada awalnya orang mulai menggunakan air sebagai media tanam mencontoh tanaman air seperti kangkung, sehingga dikenal pula tanaman hias yang ditanam dalam vas bunga atau botol berisi air. Dan dengan teknik hidroponik ini pulalah diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari tanaman tomat. 

1.2  Tujuan
1.      Untuk mempelajari penggunaan pupuk majemuk sebagai sumber hara dalam budidaya tomat secara hidroponik, dibandingkan fomulasi larutan hara yang umum digunakan.
2.      Untuk mengetahui pengaruh penggunaan serasah daun bambu sebagai media tanam yang digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi dengan arang sekam terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dengan sistem hidroponik.
3.      Untuk melihat perubahan kualitas varietas tomat dengan menggunakan teknik hidroponik

1.3  Manfaat
1.      Dapat mengetahui pengaruh penggunaan pupuk majemuksebagai sumber hara dalam budidaya tomat secara hidroponik
2.      Dapat mengetahui pengaruh penggunaan serasah daun bamboo sebagai media tanam yang digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi dengan arang sekam terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dengan sistem hidroponik.
3.      Untuk mengetahui peningkatan kualitas tomat dengan sistem hidroponik










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tomat
            Tomat tergolong tanaman hortikultura yang ketersediaannya cukup penting untuk memenuhi konsumsi segar maupun olahan. Buah tomat juga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi.  Hal ini menyebabkan kebutuhan manusia akan tomat menjadi sangat tinggi, namun sayangnya terdapat beberapa kendala dalam produksi tomat, antara lain makin terbatasnya sumberdaya lahan dan berkembangnya penyakit tular tanah pada daerah sentra produksi yang mengakibatkan terjadinya penurunan produktifitas dan kualitas buah tomat. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, ternyata tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara-negara Taiwan, Saudi Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13,4 ton/ha dan 9,5 ton/ha (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Rendahnya produksi tomat di Indonesia kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien.
Kebanyakan varietas tomat hanya cocok ditanam di dataran tinggi, tetapi oleh Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian telah dilepas varietas tomat untuk dataran rendah, yaitu Ratna, Berlian, Mutiara serta beberapa varietas lainnya (Purwati dan Asga, 1990). Namun seringkali terjadi penanaman tomat tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat rendah. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi maka penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah tomat dengan menanam varietas-varietas unggul.
Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan produksi tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal sertta pola tanam yang belum tepat. Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan perbaikan teknik budidaya.

2.2 Teknologi Hidroponik
Teknologi budidaya tanaman yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas tomat salah satunya adalah teknik hidroponik.  Hidroponik merupakan salah satu alternative pemecahan masalah terbatasnya lahan pertanian yang sesuai sekaligus menghindari penyakit tular tanah. Hidroponik dapat diterapkan pada dataran rendah maupun dataran tinggi dan pada kondisi tanah yang tidak sesuai untuk bercocok tanam.  Menurut Sundstrom (1982) dengan sistem hidroponik dapat diatur kondisi lingkungannya seperti suhu, kelembaban relatif dan intensitas cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali dan serangan hama penyakit dapat diperkecil.
Menurut Wardi et al. (1998) teknologi hidroponik memiliki beberapa keuntungan yaitu:
1.      Kepadatan tanaman per satuan luas dapat dilipatgandakan
2.      Mutu produk (bentuk, ukuran, warna, dan kebersihan) dapat terjamin karena kebutuhan nutrisi tanaman dipasok secara terkendali di rumah kaca
3.      Tidak tergantung musim dan waktu tanam panen dapat diatur sesuai kebutuhan pasar.
Budidaya tanaman secara hidroponik pada prinsipnya adalah menggantikan peran dan fungsi tanah serta mensuplai kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan optimalnya. Pada hidroponik agregat, media tanam harus mampu menunjang tubuh tanaman, bersifat inert, memiliki aerasi yang baik dan tidak mengandung zat yang beracun bagi tanaman. Selain itu media juga harus mempunyai struktur yang stabil (tidak mudah melapuk), selama masa pertumbuhan tanaman harus dapat memegang air kira-kira 30% dan secara ekonomis tidak mahal (Morgan dan Lennard, 2000).
Pada teknik ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung semua unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai pertumbuhan normal. Nutrisi yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan meramu sendiri berbagai garam kimia, cara ini memerlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus. Memang cara inilah yang banyak dipakai di perusahaan-perusahaan besar, tetapi untuk di tingkat petani hal ini menjadi tidak efektif lagi mengingat mahalnya harga bahan-bahan kimia saat ini. Pencarian komposisi yang paling baik untuk tiap jenis tanaman khususnya tomat masih terus dilakukan, mengingat tiap jenis tanaman membutuhkan nutrisi dengan komposisi berbeda. Salah satu kesulitan didalam penyiapan larutan hara ini adalah belum diketahuinya dosis unsur hara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Pada dosis yang terlalu rendah, pengaruh larutan hara tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain boros juga akan mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel karena tertarik oleh larutan hara yang lebih pekat (Wijayani, 2000; Marschner, 1986).















BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Tomat secara Hidroponik

Percobaan ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factor tunggal dengan tiga jenis pupuk majemuk, yaitu Grow More = P1, Gandapan = P2, Hyponex = P3 dan satu control (Jojo AB mix = PO).  Percobaan terdiri dari tiga ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari enam tanaman sehingga jumlah keseluruhan yaitu 72 tanaman. Data diolah dengan uji kontras orthogonal. 
Bahan yang digunakan meliputi benih tomat varietas Permata, arang sekam, polybag ukuran 35cm x 40cm, pupuk majemuk Grow More (20-20-20), pupuk Gandapan (8-10-13), pupuk Hyponex (20-20-20), larutan Joro AB mix, Grow More Ungu (0-24-0), Curacron, NaOH 0,1 N, indicator pp. Alat yang digunakan yaitu mistar, ph meter, EC meter, penampung air, gelas ukur, selang, ajir, timbangan dan alat tulis.
Dilihat dari pengaruh jenis hara terhadap tinggi tanaman didapatkan hasil bahwa Joro AB mix (kontrol) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sampai 4 MST meskipun hanya 1 dan 2 MST saja tanaman dengan Joro ini memiliki tinggi tanaman yang  paling tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan.  Tinggi tanaman dengan hara Joro AB mix berkisar pada 15,30 – 65,07 cm.  Tanaman dengan perlakuan Gandapan memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 12,87 – 69,13 cm dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.  Kadar fosfor yang  tinggi pada Gandapan diduga telah menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi.  Hal ini berkaitan dengan fungsi fosfor yang penting untuk pertumbuhan akar yang lebih banyak sehingga mempermudah penyerapan air dan nutrisi untuk tenaman (Uexkull, 1979).  Tomat dengan perlakuan GM dan Hyponex memiliki kecenderungan tinggi tanaman yang hamper sama sampai 3 MST sedangkan pada 4 MST pertambahan tinggi tanaman dengan Hyponex lebih cepat.
Dilihat dari jumlah daun didapatkan hasil bahwa secara umum Joro AB mix tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bila dibandingkan dengan jumlah daun pada ketiga perlakuan.  Jumlah daun pada tanaman tomat dengan Gandapan hanya berbeda nyata dengan Grow More dan Hyponex pada 4 MST.  Pertumbuhan vegetatif dari suatu tanaman pada mengandung calnpuran NOi dan NHd' dengan bagian dasarnya banyak dipengaruhi oleh komponen hara yang NO; lebih tinggi akan memberikan hasil yang terbaik diberikan. Pertumbuhan vegetatif dari hara yang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Berdasarkan jumlah bunga diketahui hasil bahwa semua perlakuan maupun kontrol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan persentase fruitset. Pada peubah jumlah buah JoroAB mix berpengaruh nyata. Kondisi lingkungan yang kering dengan rentang suhu yang has 22-43°C serta komposisi unsur yang berbeda dari tiap perlakuan dan kontrol menyebabkan banyak bunga yang gugur sehingga buah yang tp-IXuah yang thnya sedikit. Ketiga perlakuan maupun kontrol tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bunga menjadi buah. Jumlah persentase bunga menjadi buah dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kekeringan maupun kadar dari suatu unsur. Kelebihan nitrogen dapat menyebabkan bunga gugur di awal (Harjadi dan Sunaryono,1989).  Dari data bobot panen diketahui bahwa Joro AB mix hanya berpengaruh nyata terhadap bobot panen ke-1dan  pada panen ke-2, sedangkan Gandapan berpengaruh nyata terhadap bobot buah panen ke-3 sampai ke-6 dimana nilainya paling rendah diantara perlakuan lain maupun kontrol. Penurunan bobot buah yang drastis mulai panen ketiga disebabkan karena Gandapan tidak mengandung unsur Ca sehingga buahnya berukuran lebih kecil. Ca berfungsi untuk membentuk lamela tengah baru pada lempeng sel yang membantu proses pembelahan sel dan sel tidak mengkerut atau berubah bentuk (Salisbury dali Ross. 1995). Selain untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. unsur Ca juga berperan dalam pembentukan dinding sel sehingga ukuran buah dapat menjadi bertambah besar (Hochmuth dali Hoctmuth, 2001).  Dari enam kali panen yang dilakukan, panen kedua merupakan panen yang optimal atau memiliki nilai hobot tertinggi dibandingkan dengan panen sebelum dan sesudahnya, ha1 ini terjadi pada kontrol maupun perlakuan lainnya. Tanaman dengan perlakuan Gandapan menghasilkan bobot panen yang paling tinggi pada panen ke-I bila dibandingkan dengan Joro AB mix, Grow More maupun Hyponex. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemasakan buah dengan perlakuan Gandapan lebih cepat, diduga akibat kadar fosfor yang tinggi pada jenis hara tersebut. Fosfor yang dikombinasikan dengan nitrogen dan kalium salah satu dampaknya yaitu akan mempercepat tingkat pemasakan buah (Uexkull, 1979).
Diketahui pula bahwa bahwa tanaman dengan Joro AB mix memiliki bobot buah baik yang tertinggi yaitu 405.54 g sedangkan Gandapan yang terendah yaitu 162.63 g. Busuk buah terdapat pada tanaman dengan hara Joro AB mix (kontrol) maupun Grow More, Gandapan dan Hyponex. Busuknya buah dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, kandungan nutrisi, dan varietas. Kisaran suhu (22-43°C) dan kelembaban (65-92) yang lebar pada rumah kaca dapat menyebabkan terjadinya perubahan kondisi rumah kaca yang mendadak (berfluktuasi). Perubahan kelembaban dan transpirasi yang mendadak, kelebihan unsure nitrogen dan kekurangan unsur kalsium menyebabkan busuk ujung buah (Harjadi dan Sunaryono, 1989).
Penyakit yang menyerang tanaman tomat yang banyak mempengaruhi produksi buah tomat yaitu penyakit Curly top. Penyakit ini menyerang tanaman tomat pada 8 MST dan dapat menyerang tanaman melalui perantara vektor seperti kutu putih (white fly). Penyakit ini merupakan virus yang menjadikan daun sebagai sasaran utamanya sehingga daun jadi menebal, mudah patah, mengkerut dan pada bagian pangkal batang daunnya menjadi menggulung. Penyakit ini menyerang tanaman pada saat tanaman telah memasuki masa dewasa sehingga tanaman masih dapat berproduksi hanya saja terjadi penurunan tingkat produksinya karena proses fotosintesis pada daun menjadi terganggu. Proses fotosistesis yang terganggu akan menyebabkan buah tomat yang dihasilkan memiliki bobot yang lebih rendah dari seharusnya.  Jenis hara tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Padatan Terlarut Total (PTT) dan total asam.

3.2  Pemanfaatan Serasah Daun Bambu sebagai Media Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentumMill)dengan Sistem Hidroponik

Penggunaan serasah daun bambu dengan proporsi yang berbeda terhadap arang sekam sebagai media tanam tidak menunjukkan perbedaan nyata pada peubah tinggi dan jumlah daun. Demikian juga terhadap peubah generatif tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan media yang berasal dari campuran serasah daun bambu dan arang sekam dengan proporsi yang berbeda.
Secara keseluruhan hasil percobaan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan baik terhadap pertumbuhan, produksi maupun kualitas buah tanaman tomat yang ditumbuhkan pada media dengan berbagai proporsi serasah daun bambu terhadap arang sekam. Demikian juga perubahan kualitas buah yang terjadi selama penyimpanan tidak berbeda nyata antar perlakuan tersebut. Pertumbuhan dan produksi buah tomat yang normal juga telah dibuktikan pada percobaan pendahuluan yang dilakukan pada tahun sebelumnya (tidak dipublikasikan) dengan menggunakan media tunggal serasah daun bambu yang disterilkan. Hal ini berarti media serasah daun bambu potensial digunakan sebagai media budidaya hidroponik seperti halnya arang sekam yang mempunyai sifat tidak mudah lapuk, mempunyai kemampuan menahan air yang baik dan tidak mengikat atau menyumbang hara selama belum melapuk. Namun, mengingat serasah daun bambu biasanya berasal dari lingkungan yang kurang bersih dan lembab, maka perlakuan sterilisasi yang memadai perlu dilakukan sebelum bahan tersebut digunakan sebagai media budidaya hidroponik.
Keunggulan budidaya dengan sistem hidroponik dibandingkan dengan budidaya di lapang antara lain adalah lebih terkontrolnya pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga tanaman mampu tumbuh dan berpoduksi maksimal.  Bobot buah tomat mengalami penyusutan selama penyimpanan karena buah tomat masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme seperti respirasi dan transpirasi setelah dipisahkan dari pohon. Ketika buah masih melekat pada pohonnya, energi dan air yang dikeluarkan akan segera digantikan oleh aliran air dan fotosintat dari pohon. Setelah dipanen terjadi pemutusan sumber air, fotosintat dan mineral, sehingga keberlangsungan respirasi dan transpirasi sangat bergantung pada cadangan makanan dan air yang ada dalam buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) berkurangnya cadangan air dan sumber energi inilah yang menyebabkan terjadinya kerusakan, seperti susut bobot dan keriput pada kulit buah.  Perubahan warna pada buah tomat berhuhungan dengan perombakan klorofil dan sintesis likopen yang nyata. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perombakan klorofil adalah perubahan pH terutama oleh kebocoran asam organik dari vakuola, sistem oksidatif dan enzim klorofilase. Buah tomat termasuk buah non-klimakterik, dimana tidak terjadi lonjakan respirasi pada saat memasuki periode pematangan. Umumnya pada buah non-klimakterik tidak terjadi peningkatan kandungan PTT yang signifikan selama penyimpanan. Perubahan kandungan PTT yang tidak signifikan juga ditemukan pada percobaan ini setelah buah mengalami 12 hari penyimpanan. Menurut Pantastico et al. (1986), buah tomat yang belum masak biasanya mempunyai kandungan asam yang relatif lebih tinggi daripada yang telah masak, kandungan asam tersebut terus mengalami penurunan selama periode pematangan buah. Penurunan kandungan asam yang lambat selama penyimpanan pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh subu ruang penyimpanan yang relatif rendah (20°C). Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan laju penurunan kandungan asam yang lebih lambat pada buah yang disimpan pada suhu rendah dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu ruang (Susanto, 2003).

3.3  Peningkatan varietas tomat dengan teknik hidroponik
Bahan yang digunakan untuk penelitian meliputi benih tomat tiga varietas (Bonanza, Intan dan Kaliurang 206); larutan hara formula Sundstrom dan Excell; media tumbuh arang sekam. Sedangkan alat yang digunakan adalah drum larutan hara, drum sterilisasi, glass-ware, EC-meter, pH-meter, light-meter, pnetrometer, timbangan analitik, oven dan peralatan laboratorium untuk mendeteksi kualitas buah tomat.  Penelitian merupakan percobaan factorial dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dua factor.Faktor pertama adalah formula larutan hara, yang terdiri dua aras yaitu formula Sundstrom (F1) dan formula Excell (F2). Faktor kedua adalah varietas tomat yang terdiri tiga aras, yaitu Bonanza (V1), Intan (V2) dan Kaliurang 206 (V3). Dari kedua faktor tersebut akan didapatkan enam kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak lima kali dengan tiga tanaman sampel.
Analisis hasil penelitian didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan dan hasil pengujian di laboratorium. Analisis terhadap bobot buah tomat menunjukkan bahwa varietas Bonanza dan Kaliurang 206 sama –sama menghasilkan bobot buah yang tinggi dibandingkan varietas Intan. Akan tetapi jumlah buah varietas Bonanza lebih banyak dibanding varietas kaliurang 206.  Hal itu menunjukkan bahwa varietas Kaliurang 206 bentuk buah dan bobotnya lebih besar dibanding varietas Bonanza. Secara genetis varietas Kaliurang 206 mampu menghasilkan buah dengan bobot mencapai 180 gram, hasil tersebut sangat jauh dibandingkan varietas Bonanza 60 gram dan varietas Intan 45 gram (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Namun selain itu, rendahnya jumlah buah yang dihasilkan varietas Intan dan Kaliurang 206 apabila dibandingkan varietas Bonanza diduga karena pada saat pembentukan pentil buah telah terjadi serangan penyakit busuk buah, sehingga untuk mengurangi bertambah meluasnya penyakit tersebut maka hampir semua buah yang telah terkena penyakit tersebut kami petik. Akibat tindakan yang kami lakukan ternyata berpengaruh terhadap jumlah buah yang dipanen.  Bonanza. Secara genetis varietas Kaliurang 206 mampu menghasilkan buah dengan bobot mencapai 180 gram, hasil tersebut sangat jauh dibandingkan varietas Bonanza 60 gram dan varietas Intan 45 gram (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Namun selain itu, rendahnya jumlah buah yang dihasilkan varietas Intan dan Kaliurang 206 apabila dibandingkan varietas Bonanza diduga karena pada saat pembentukan pentil buah telah terjadi serangan penyakit busuk buah, sehingga untuk mengurangi bertambah meluasnya penyakit tersebut maka hampir semua buah yang telah terkena penyakit tersebut kami petik. Akibat tindakan yang kami lakukan ternyata berpengaruh terhadap jumlah buah yang dipanen.
Adanya pengaruh nyata dari formula Sundstrom sangat berkait erat dengan takaran formulanya yang lebih sesuai untuk nutrisi hidroponik dibandingkan excell. Komposisi nutrisi formula Sundstrom dengan nitrogen sebesar 180 ppm akan meningkatkan bobot buah sampai 1196,67 gram dengan jumlah buah mencapai 21,44 buah. Apabila dibandingkan dengan formula Excell yang kandungan nitrogennya mencapai 330 ppm dan menghasilkan bobot dan jumlah buah lebih kecil menunjukkan bahwa nitrogen terlalu tinggi justru akan bersifat meracuni tanaman. Menurut Wijayani (2000) akar tanaman pendek dan tidak berkembang sempurna sehingga rasio tajuk akar akan tinggi, hal tersebut mengakibatkan proses serapan hara terganggu. Lebih lanjut Marschner (1986) dan Wijayani (2000) mengatakan bahwa pemberian nitrogen dengan konsentrasi tinggi akan berakibat serapannya menjadi rendah. Terjadinya hal tersebut karena konsentrasi nitrogen yang tinggi akan menyebabkan larutan hara menjadi lebih pekat melampaui kepekatan dari cairan sel. Larutan yang pekat tak dapat diserap oleh akar secara maksimum disebabkan tekanan osmose sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel, sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis).
Berdasarkan penelitian dapat terlihat bahwa varietas Bonanza mempunyai kekerasan buah tertinggi (0,436 cm) dengan kadar air terendah (94,64%). Kekerasan buah tomat sangat terkait erat dengan kadar air yang dikandung buah tersebut. Apabila kadar airnya tinggi maka buah tersebut akan lembek atau berkurang kekerasannya, sebaliknya apabila kadar airnya sedikit maka buah akan menunjukkan kekerasan yang lebih tinggi apabila diukur dengan alat pnetrometer buah 1 kg. Menurut Ryall dan Lipton (1972) salah satu kriteria buah tomat dengan kualitas baik dan disukai konsumen adalah mempunyai kekerasan tinggi dengan kadar air sedang. Buah tomat dengan kadar air diatas 95% akan mudah busuk apabila disimpan, mudah pecah dan terasa lembek apabila dikonsumsi.
Varietas Bonaza dan Intan mempunyai kadar vitamin C tinggi (0,025%) dibandingkan varietas Kaliurang 206 (0,019%). Terlihat juga bahwa formula Sundstrom akan meningkatkan kadar vitamin C buah tomat mencapai 0,025%, lebih tinggi dibanding formula Excell (0,023%). Tingginya kadar vitamin C tersebut berkait erat dengan sifat genetis dan juga fungsi unsur nitrogen bagi proses metabolisme tanaman. Menurut Wagner dan Michael cit Marschner (1986) pemasokan mineral, khususnya nitrogen akan mempengaruhi aktifitas sitokinin pada akar. Nitrogen yang tidak sempurna diserap oleh akar sehingga keberadaannya dalam tanaman terlalu rendah akan menurunkan aktifitas sitokinin. Turunnya aktifitas sitokinin tersebut menyebabkan terganggunya metabolisme protein di daun karena sitokinin akan bertindak sebagai regulator dalam pembentukan senyawa protein tanaman. Protein akan disintesis sebagian menjadi vitamin C pada buah. Selanjutnya Hochmuth (1991) mengatakan bahwa nitrogen merupakan unsur utama penyusun protein bersama-sama dengan unsur C,H,O dan S. Pada kondisi nitrogen rendah maka protein yang terbentuk akan berkurang dan sebaliknya apabila kandungan nitrogen dalam jaringan tanaman meningkat maka kandungan protein yang sekaligus juga kandungan vitamin C juga akan meningkat.
Kandungan gula total pada buah tomat sangat dipengaruhi sifat genetis tanaman. Pada penelitian ini kandungan gula total buah tomat cenderung normal, yaitu berkisar 3,00-4,20%. Menurut Villareal (1980) kandungan gula total pada tomat berkisar 3,88-5,35%. Varietas Intan ternyata lebih tinggi kadar gula totalnya dibanding kedua varietas lainnya, juga terlihat formula Sundstrom akan meningkatkan kadar gula totalnya hingga mencapai 4,136%. Hal tersebut terkait dengan formulasinya, kandungan nitrogen yang cukup akan meningkatkan terjadinya hidrolisa tepung menjadi gula.








BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil antara lain :
1.      Ketiga jenis hara (pupuk) yaitu Grow More, Gandapan dan Hyponex, dapat digunakan sebagai sumber hara untuk budidaya tomat secara hidroponik.
2.      Penggunaan serasah daun bambu sebagai media tanam budidaya dengan sistem bidroponik yang diaplikasikan secara sendiri atau dikombinasikan dengan arang sekam tidak memberikan pengaruh negative terhadap perumbuhan fase vegetatif dan fase generative dan tanaman tomat.
3.      Dari ketiga varietas yaitu Bonanza, Intan dan Kaliurang 206, masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan, akan tetapi varietas Bonanza dan Kaliurang 206 lebih unggul dibandingkan varietas Intan apabila dibudidayakan secara hidroponik. Keunggulannya antara lain lebih tinggi bobot buahnya, jumlah buah, kekerasan buah dan kadar vitamin C.

4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik hidroponik terhadap peningkatan produktivitas tomat. Penulis juga menyadari terdapat banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah, karena itu saran yang membangun sangatlah dibutuhkan.







Daftar Pustaka

Anonim, 1997. Excell, a better plant nutrient. Tirta Kumala Trading Coy. Jakarta
Hochmuth, G., 1991. Fertilizer programs for tomatoes in Florida. Proc. 1990 Annu. Amer. Greenhouse Vegetables growers Assn. Conference and Trade show, Jacksonville, Fla. 1-3 Nov. 1990.
Kartapradja, R. dan D. Djuariah, 1992. Pengaruh tingkat kematangan buah tomat terhadap daya kecambah, pertumbuhan dan hasil tomat. Buletin Penelitian Hortikultura Vol XXIV/2.
Kusumawardhani, Amalia, dan Winarsn Drajad Widodo, 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Tomat secara Hidroponik. Buletin Agron. Vol 31. p. 15-20
Marschner, H., 1986. Mineral nutrition in higher plants. Academic press Harcourt brace Jovanovich Publisher.
Purwati, E. dan Ali Asga, 1990. Seleksi varietas tomat untuk perbaikan kualitas. Buletin Penelitian Hortikultura Vol XX/1
Resh, H.M., 1983. Hydroponics Food Production. Woodbridge Press Publishing Company. Santa Barbara California.
Ryall M. and Lipton , 1972. Tomatoes commodity requirements of ryie fruits handling. Transportation and storage of fruit and vegetables. West point Connecticut. The AVI Publ. Con. Inc.
Sundstrom, A.C., 1982. Simple hydroponics for Australian Home gardeners. Melbourne.
Susanto, Slamet.,Suwardi dan Nani Murniati, 2005. Pemanfaatan Serasah Daun Bambu sebagai Media Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) dengan Sistem Hidroponik. Buletin Agron. Vol 33. p. 33-37
Villareal R.L. 1980. Tomatoes in the tropics. Westview press boilder Colorado
Wijayani, A., D. Muljanto dan Soenoeadji, 1998. Serapan unsur nitrogen oleh tanaman paprika yang dibudidayakan secara hiroponik. Berkala penelitian Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jilid II, No. 2B, Mei 1998. p.197-206.
Wijayani, A., 2000. Budidaya paprika secara hiroponik : Pengaruhnya terhadap serapan
nitrogen dalam buah. Agrivet Vol 4, Juli 2000. p. 60-65.
Wijayani, A., Wahyu Widodo, 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat
Dengan Sistem Budidaya Hidroponik.Ilmu Pertanian. Vol 12. P.77 - 83

No comments:

Post a Comment