Friday, October 2, 2015

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Di Kelas Rendah Di SD



Oleh
Suryanti, Wahono Widodo, Luthfiyah Nurlaela, Sri Hariani

ABSTRAK
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas rendah SD, khususnya kelas I. Penelitian ini telah dilakukan selama 2 (dua) tahun. Tahun pertama difokuskan pada pengembangan perangkat pembelajaran tematik. Tahun ke dua dititikberatkan pada ujicoba pembelajaran tematik di kelas dengan menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah a) perangkat pembelajaran tematik ini akan membantu siswa mengembangkan semua pemikirannya karena disajikan secara terpadu tidak terpisah-pisah. b) Dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, guru akan lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa. c) Tersedianya model buku tematik untuk siswa kelas I SD yang dapat digunakan sebagai bahan perkuliahan di PGSD, khususnya matakuliah pembelajaran terpadu.
Hasil ujicoba skala luas pada tahun ke dua memperlihatkan bahwa: 1) Hasil ujicoba skala luas (3 SD) di kota Surabaya menunjukkan bahwa Ada pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat pembelajaran) tematik terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran tematik lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan perangkat tematik. 2) Ada pengaruh jenis sekolah terhadap terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan dengan pendekatan tematik. Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada sekolah baik dan sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah.3) Ada pengaruh interaksi antara jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik terhadap prestasi belajar siswa, yang menunjukkan hasil belajar siswa yang menerapkan bahan ajar tematik juga dipengaruhi oleh jenis sekolah. Walaupun demikian, secara keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar tematik lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran tematik.
Mengingat hasil penelitian tersebut di atas, i maka direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut. 1) Agar hasil belajar siswa bisa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah, khususnya kelas I SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran. 2) Dalam menyusun bahan ajar tematik sebaiknya memperhatikan kondisi dan keberagaman siswa.

PENDAHULUAN
Sebagaimana dijelaskan dalam Kurikulum 2004, penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar bertujuan: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, (2) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi; dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya.
            Sekolah Dasar dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Secara lebih rinci, kompetensi lulusan SD adalah: (1) mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran yang diyakini, (2) mengenali dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan perduli terhadap lingkungan, (3) berpikir secara logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi melalui berbagai media, (4) menyenangi keindahan, (5) membiasakan hidup bersih, bugar, dan sehat, dan (6) memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.
            Mengacu pada uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan di SD, sebagaimana pendidikan pada semua jalur dan semua jenjang, bertujuan mengembangkan potensi setiap peserta didik agar menjadi manusia yang  utuh, yang tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga cerdas secara emosional dan spiritual. Pendidikan yang bertujuan mengembangkan semua potensi siswa agar memiliki kecakapan untuk hidup, yaitu kecakapan untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
            Namun tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, belum dapat tercapai seperti yang diharapkan. Selama ini, hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Bagaimana pemahaman anak terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru dan dalam konteks kehidupan di sekitar siswa, belum terlihat. Menurut Depdiknas (2002:1), sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat memerlukan sesuatu untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.
            Bertitik tolak dari hal di atas, beberapa pertanyaan yang muncul, sebagaimana dikemukakan Nurhadi dkk (2003),  adalah: (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut, (2) bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari, dan (4) bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya?
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah perlunya peningkatan kualitas pembelajaran, yang secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Salah satu pendekatan tersebut adalah pembelajaran terpadu, yakni pendekatan pembelajaran yang melibatkan berbagai bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Menurut Piaget (dalam Joni, 1996), kemampuan anak untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat abstrak yang diperlukan untuk mencernakan gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran akademik umumnya baru terbentuk pada usia ketika mereka duduk di kelas terakhir SD, dan berkembang lebih lanjut pada usia SMP. Oleh sebab itu, cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang untuk para siswa akan sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman tersebut bagi mereka. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptualnya, baik intra maupun antar bidang studi, akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Artinya, kaitan konseptual dari apa yang tengah dipelajari dengan semakin banyak sisi dalam bidang yang sama, dan bahkan dengan bidang yang lain, semakin terhayati oleh para pebelajar. Di sinilah pentingnya penerapan model pembelajaran terpadu, khususnya pembelajaran terpadu model tematik.
Dalam penelitian ini, pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model terjala (webbed model) yang umumnya disebut pembelajaran tematik. Model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik. Model pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik tersebut cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena  tema-tema yang diangkat dipilih dari hal-hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need). Menurut Kovalik dan McGeehan (1999), tema yang dipilih menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang penting yang membantu siswa melihat pola dan membuat hubungan-hubungan di antara fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda (http://www.kovalik.com).
Menurut kurikulum 2004, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1 dan 2), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi efisiensi penyajian (matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan secara terpisah-pisah oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di kelas-kelas awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai totalitas, mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang “artifisial” ini (Joni, 1996). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari yang bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antar lain;(1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi, (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik, (5) mengakomodasi kebutuhan anak-anak untuk bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan harga diri yang positif, (6) menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke kelasnya, dan (7) menemukan cara-cara untuk melibatkan anggota keluarga anak. (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al, 1991).
Selain cara di atas, Hendrik (1989) dalam Kostelink (1991) mengemukakan bahwa tema membantu anak-anak mengembangkan semua pemikirannya dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik anak-anak membangun hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osbum dan Osbum, 1983; Bredekan dalam Kostelink, et.al,1991).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pengajaran dengan tema merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu. Menggunakan tema dapat mengembangkan konsep anak. Konsep adalah gagasan pokok tentang objek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat orang mengelompokkan informasi yang berbeda secara perseptual, peristiwa dan persoalan (Wellman, 1988 dalam Kostelink, 1991). Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu.
Keterpaduan dilakukan secara sadar, bertujuan, sistematis dan membantu siswa untuk memahami topik tertentu dari berbagai sisi.Charbonnean dan Reider (1995:5) menyatakan bahaw guru dan siswa hendaknya memilih topik yang menarik untuk dipelajari dan topik tersebut hendaknya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan. Dengan adanya kerjasama anatar guru dan siswa, siswa akan memperoleh kesempatan belajar menggunakan ide-idenya, keterampilan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya dalam konteks bidang studi yang lain.
Salah satu hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik terpadu adalah program yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang menggunakan model tematik dan diimplementasikan oleh pengajar yang telah dilatih dengan pembelajaran tematik, dalam salah satu studinya menganalisis kinerja 100 SD dalam hal pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide Testing for Educational Progress). Penelitian ini melaporkan bahwa sekolah CLASS mempunyai skor ISTEP lebih tinggi daripada SD yang lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu (Buechler, M., 1993).
Penelitian lainnya yang melibatkan 32 siswa yang diikutkan dalam “pilot CLASS school” dari TK sampai tingkat 5, menemukan bahwa skor ISTEP kelompok ini mencapai nilai satu standar deviasi di atas rata-rata dalam bidang membaca, seni-bahasa, dan matematika (Grisham, D.L., 1995). Penelitian yang lain mengenai persepsi terhadap pengaruh program CLASS pada kinerja menemukan bahwa, kebanyakan guru percaya CLASS mempunyai pengaruh positif pada motivasi dan kinerja siswa, khususnya pada keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Semua siswa menyatakan CLASS memberikan pengaruh positif pada kehadiran dan sikap siswa, iIklim sekolah, dan moral serta profesionalisme guru (Morgan, W., 1998).
            Pada tahun 1998, sebuah disertasi doktoral meneliti perbandingan antara skor membaca siswa pada SD yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu dengan skor siswa pada sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor siswa yang menggunakan pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan sebesar 16%,  sedangkan sekolah kontrol hanya mencapai peningkatan sebesar 3% (Ruth, N. S., 1998).
Hasil-hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik di atas memberikan gambaran bahwa model ini memberi pengaruh yang berarti pada peningkatan proses dan hasil belajar. Oleh sebab itu, model tersebut dapat menjadi suatu alternatif untuk dikembangkan dan diimplementasikan dalam pendidikan SD, khususnya di kelas 1.
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas rendah SD, khususnya kelas I. Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam 2 (dua) tahun. Secara spesifik, rumusan masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, dan penyajian?; (2) Apakah perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) Apakah perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) Apakah perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa?
Manfaat penelitian ini secara umum adalah tersedianya contoh perangkat pembelajaran tematik untuk siswa kelas I. Secara spesifik manfaat tersebut adalah sebagai berikut: (1) Bagi siswa, perangkat pembelajaran tematik ini akan membantu siswa mengembangkan semua pemikirannya karena disajikan secara terpadu tidak terpisah-pisah; (2) Bagi guru, dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, guru akan lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa; dan (3) Bagi dosen, tersedianya model buku tematik untuk siswa kelas I SD yang dapat digunakan sebagai bahan perkuliahan di PGSD, khususnya matakuliah pembelajaran terpadu.

METODE PENELITIAN
A.     Prosedur Penelitian
Penelitian tahun pertama adalah mengembangkan perangkat pembelajaran tematik untuk siswa kelas I SD. Pengembangan perangkat pembelajaran model tematik ini menggunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, Semmel & Semmel, 1974). Dalam tahap define akan dilakukan kajian terhadap standar kompetensi dan isi yang ada dalam kurikulum KTSP dan akan ditentukan tema-tema yang bersesuaian. Setelah tema ditentukan, langkah selanjutnya adalah mendisain format perangkat dan penulisan perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
 

















Gambar 1. Bagan alir Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil ditulis dan menghasilkan Draft I, selanjutnya diadakan kegiatan telaah. Sebagai penelaah pakar-pakar pendidikan yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikan dan guru SD kelas I.
Kegiatan telaah dimaksudkan untuk melihat aspek materi, kebahasaan, penyajian dan inovasi dalam peningkatan KBM. Aspek materi yang dinilai meliputi kebenaran konten, kemutakhiran konten, dan sistematika sesuai dengan struktur keilmuan. Aspek kebahasaan meliputi bahasa yang digunakan sesuai dengan usia siswa, menggunakan bahasa yang baik dan benar, istilah yang digunakan tepat dan mudah dipahami dan penggunaan istilah dan simbol secara ajeg. Aspek penyajian meliputi membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraf berpikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif, dan memperhatikan siswa dengan kemampuab/gaya belajar siswa serta menarik/menyenangkan. Aspek inovasi peningkatan KBM meliputi kesesuaian tema dengan kurikulum, kesesuaian buku dengan tema, menekankan dunia nyata, KBM yang student centered, dan menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi.
Selanjutnya hasil pengembangan perangkat pembelajaran tematik dilakukan ujicoba pada skala luas untuk mengetahui efektivitas perangkat ditinjau dari penggunaan perangkat itu sendiri dan jenis sekolah terhadap hasil belajar siswa. Untuk melihat efektivitas perangkat pembelajaran tematik maka digunakan metode randomized control group post test only (Issac & Michael, 1983), dengan setting SD yang ada di pinggiran, tengah, dan kota Surabaya dengan kriteria tinggi, sedang, dan rendah. Pemilihan metode tersebut dilandasi bahwa metode randomized control group post test dapat memastikan apakah hasil belajar siswa merupakan dampak dari perlakukan yang diberikan. Setelah dilakukan pengkajian secara mendalam maka ditentukan SD
Untuk lebih jelasnya ringkasan kegiatan dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Ringkasan Kegiatan Penelitian Tahun ke dua (2007)
Kegiatan
Tujuan
Metode
Tempat
Hasil
Ujicoba skala luas (II) perangkat  pembelajaran tematik SD untuk 4 tema hasil tahun pertama
Mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran
Randomized control group post test only
3 SD di Surabaya, (kategori tinggi, sedang, rendah)
·    Justifikasi efektivitas perangkat pembelajaran
·    Penyempurnaan perangkat
Penyempurnaan perangkat pembelajaran tematik atas hasil ujicoba skala luas
Memperoleh perangkat final yang siap diterbitkan
Diskusi kelompok peneliti
UNESA Surabaya
Prototope perangkat pembelajaran tematik untuk kelas I SD semester I
B.     Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Sesuai dengan judul penelitian ini yakni ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Kelas Rendah Sekolah Dasar” maka variabel-variabel yang diidentifikasi dan definisi operasionalnya adalah sebagai berikut.
1.      Perangkat pembelajaran tematik adalah perangkat pembelajaran yang meliputi buku siswa, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan alat penilaian yang dikembangkan berdasarkan tema tertentu. Buku siswa merupakan buku yang ditulis yang digunakan oleh siswa untuk menguasai suatu kompetensi yang dikemas dalam bentuk tema. RPP adalah panduan bagi guru untuk mengimplementasikan bahan ajar di kelas. Alat penilaian adalah instrumen untuk mengetahui keberhasilan siswa.
2.      Kualitas pembelajaran adalah skor hasil belajar yang diperoleh siswa setiap akhir tema.

C.          Subyek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SD. Jenis material yang akan diteliti adalah penerapan perangkat pembelajaran tematik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SD. Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah SDN Wiyung 2 SDN Babatan 2, dan SDN Kedurus 2 Kota Surabaya.

D.     Instrumen Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka data diambil dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar setiap akhir tema.

E.     Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif. Program yang digunakan untuk melakukan analisis ini SPSS 14.0. Untuk mengetahui pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil belajar siswa dilakukan dengan menggunakan analisis varian.







HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Deskripsi Data
            Setelah dianalisis dengan SPSS, data hasil belajar (postes) dideskripsikan dalam ukuran tendensi sentral dan variabilitas dengan menggunakan nilai rerata dan standar deviasi. Hasil analisis deskriptif Tema 1: Diri Sendiri disajikan pada Gambar 1

Gambar 1: Rerata Hasil Belajar Siswa (Postes 1)
            Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,7727 > 41,1429); begitu juga pada SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (43,1667 > 32,9211). Tidak demikian dengan SDN Wiyung 2, rerata postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar justru lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,3953 < 44,0588). Namun secara keseluruhan, rerata postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,7757 > 38,8495). Dengan demikian, secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah, dan juga ada perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi pembelajaran (tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar).  Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau tidak, perlu diuji dengan analisis varian.
            Selanjutnya hasil analisis deskriptif Tema 2 tentang Lingkungan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 3: Rerata Hasil Belajar Siswa (Postes 2)
            Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak juga bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (44,0909 > 37,2000); begitu juga pada SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (44,7619 > 33,2895). Seperti halnya pada Tema 1, rerata postes siswa SDN Wiyung 2 yang menggunakan tematik-bahan ajar lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (41,8500< 44,0588). Namun secara keseluruhan, rerata postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (41,8846 > 38,1196). Dengan demikian, secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah, dan juga ada perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi pembelajaran (tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar).  Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau tidak, perlu diuji dengan analisis varian. Selanjutnya rerata hasil belajar Tema 1 dan Tema 2  disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3.  Rerata Hasil Belajar Siswa (Postes 1 dan Postes 2)
 
            Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes 1 dan 2 siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (43,4318 > 38,7619); begitu juga pada SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (41,9643 > 33,8947). Rerata postes 1 dan 2 siswa SDN Wiyung 2 yang menggunakan tematik-bahan ajar sebagaimana pada hasil analisis sebelumnya, juga lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,1047< 44,8088). Secara keseluruhan, rerata postes 1 dan 2 siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,3224 > 38,9839). Dengan demikian, secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah, dan juga ada perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi pembelajaran (tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar).  Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau tidak, perlu diuji dengan analisis varian.

B.   Uji Hipotesis
            Dalam rangka analisis data penelitian, digunakan Analisis Varian untuk menguji apakah ada pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil belajar. Ringkasan hasil Anava untuk Tema 1 seperti pada Tabel 1. Hipotesis null (Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Anava Tema 1
Dependent Variable: Postes1
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
3148.307(a)
5
629.661
8.695
.000
Intercept
310115.779
1
310115.779
4282.272
.000
Sekolah
1110.178
2
555.089
7.665
.001
Bhn_ajar
532.430
1
532.430
7.352
.007
Sekolah * Bhn_ajar
1446.147
2
723.074
9.985
.000
Error
14049.193
194
72.419


Total
352578.000
200



Corrected Total
17197.500
199



a  R Squared = .183 (Adjusted R Squared = .162)

            Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 7,665 dan angka signifikansi p = 0,001, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
            Selanjutnya untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 7,352 dan angka signifikansi p = 0,007, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi bahan ajar.
            Untuk interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 9,985 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
            Analisis lanjutan dengan Duncan test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2 dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2 hasil belajar siswanya tidak berbeda secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Hasil Analisis Duncan Postes 1
Sekolah
N
Subset


1
2
SDN Kedurus 2
80
38.3000

SDN Babatan 2
43

41.9767
SDN Wiyung 2
77

43.1299
Sig.

1.000
.453
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
 Based on Type III Sum of Squares
 The error term is Mean Square(Error) = 72.419.
a  Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b  The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c  Alpha = .05.

            Selanjutnya ringkasan hasil Anava untuk Tema 2 tentang Lingkungan seperti pada Tabel 3. Hipotesis null (Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Anava Tema 2
Dependent Variable: Postes2
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
2954.866(a)
5
590.973
7.706
.000
Intercept
291022.682
1
291022.682
3794.706
.000
Sekolah
1364.834
2
682.417
8.898
.000
Bhn_ajar
738.692
1
738.692
9.632
.002
Sekolah * Bhn_ajar
1032.247
2
516.123
6.730
.002
Error
14571.435
190
76.692


Total
332969.000
196



Corrected Total
17526.301
195



a  R Squared = .169 (Adjusted R Squared = .147)


            Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 8,898 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
            Selanjutnya untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 9,632 dan angka signifikansi p = 0,002, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi bahan ajar.
            Untuk interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 6,730 dan angka signifikansi p = 0,002, yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
            Analisis lanjutan dengan Duncan test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2 dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2, hasil belajar siswanya tidak berbeda secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut dapat dilihat pada Tabel 4.
.                               Tabel 4: Hasil Analisis Duncan Postes 2
Sekolah
N
Subset


1
2
SDN Kedurus 2
80
37.2125

SDN Babatan 2
42

40.8095
SDN Wiyung 2
74

42.8649
Sig.

1.000
.199
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
            Based on Type III Sum of Squares
 The error term is Mean Square(Error) = 76.692.
a  Uses Harmonic Mean Sample Size = 60.213.
b  The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c  Alpha = .05.


            Setelah postes 1 dan postes 2 dianalisis secara sendiri-sendiri, kemudian dilakukan analisis rerata postes (1 dan 2). Ringkasan hasil Anava untuk Tema 1 dan 2 seperti pada Tabel 5. Hipotesis null (Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Anava Rerata Tema 1 dan 2
Dependent Variable: Reratapostes
Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
2727.901(a)
5
545.580
11.590
.000
Intercept
306374.258
1
306374.258
6508.594
.000
Sekolah
1196.314
2
598.157
12.707
.000
Bhn_ajar
514.162
1
514.162
10.923
.001
Sekolah * Bhn_ajar
1158.138
2
579.069
12.302
.000
Error
9132.019
194
47.072


Total
344298.500
200



Corrected Total
11859.920
199



a  R Squared = .230 (Adjusted R Squared = .210)


            Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 12.707 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
            Selanjutnya untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 10.923 dan angka signifikansi p = 0,001, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi bahan ajar.
            Untuk interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 12.302 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
            Analisis lanjutan dengan Duncan test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2 dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2 hasil belajar siswanya tidak berbeda secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6: Hasil Analisis Duncan Postes 1 dan 2
                                                Duncan
Sekolah
N
Subset


1
2
SDN Kedurus 2
80
38.1313

SDN Babatan 2
43

41.1512
SDN Wiyung 2
77

43.2987
Sig.

1.000
.084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
 Based on Type III Sum of Squares
 The error term is Mean Square(Error) = 47.072.
a  Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b  The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c  Alpha = .05.


C.   Pembahasan
Bagian ini memaparkan pembahasan hasil analisis data yang difokuskan pada penjelasan atas temuan-temuan penelitian dan kaitannya dengan penelitian lain dan fenomena-fenomena yang relevan, sebagai berikut:
1. Perbedaan Hasil Belajar Karena Jenis Sekolah yang Berbeda
            Dari hasil analisis varian diperoleh bukti bahwa jenis sekolah mempengaruhi hasil  belajar siswa. Jenis sekolah yang berbeda (pinggiran, tengah, dan kota), sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan lokasi saja, namun sangat mungkin juga berkaitan dengan ketersediaan sarana prasarana, karakteristik guru dan siswa, serta budaya sekolah. Ini berkaitan erat dengan sumber belajar, yaitu segala sesuatu baik itu media, fasilitas yang lain, dan lingkungan yang bisa dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk menunjang pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Lingkungan belajar yang kondusif tentulah sangat menguntungkan bagi siswa dan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan bermakna dan menyenangkan.
            Keunggulan sekolah lebih terkait dengan keunggulannya dalam menumbuhkan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar aktif (active learning). Belajar aktif merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif (Silberman, 1996). Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok, dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran. Dalam belajar aktif, siswa perlu “melakukan” memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang telah dimiliki atau yang harus dicapai.
            Sekolah sebagai tempat belajar dengan demikian harus diupayakan sedemikian rupa oleh guru dan semua yang terlibat di dalamnya, agar mampu menumbuhkan terjadinya belajar aktif. Namun begitu tidak semua sekolah  bisa diupayakan sebagaimana tersebut karena berbagai kendala. Oleh sebab itu dapat dipahami bila kemudian hasil belajar antara sekolah yang satu berbeda dengan sekolah yang lain. Berbagai faktor yang telah disinggung di atas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut.

2. Perbedaan Hasil Belajar Karena Ketersediaan Bahan Ajar
            Berdasarkan hasil analisis varian menunjukkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh ketersediaan bahan ajar. Siswa yang menggunakan model tematik-bahan ajar hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menggunakan model tematik-nonbahan ajar. Kenyataan ini tentu saja sangat mudah dipahami karena bahan ajar menjadi media belajar yang sangat penting dalam setiap pembelajaran, apapun model atau strategi yang digunakan.
            Benson (2005) mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktivitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa area kurikulum. Adanya keterlibatan sekumpulan aktivitas berarti siswa tidak hanya mengandalkan pendengaran, namun juga mata dan bahkan gerakan atau sentuhan; dan semuanya ini akan lebih optimal bila dilengkapi dengan bahan ajar tematik. Tema yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk bahan ajar dapat menyediakan lingkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher, 1991). Tema juga membangun minat siswa dan prior knowledge dengan memusatkan perhatian pada topik yang relevan dengan kehidupan mereka. Tema membantu siswa berhubungan dengan pengalaman hidup yang nyata (real-life experiences) dan mengembangkan apa yang mereka tahu. Tema tersebut memberikan salah satu kendaraan terbaik untuk memadukan area konten dalam sebuah cara yang masuk akal bagi siswa dan membantu mereka membuat hubungan-hubungan untuk mentransfer pengetahuan yang mereka pelajari dan menerapkannya dalam cara yang bermakna. Manfaat lain penggunaan tema dalam pembelajaran anak SD, meliputi: belajar informasi faktual secara mendalam, terlibat secara fisik dengan belajar, belajar keterampilan proses, memadukan belajar dalam cara yang holistik, meningkatkan keeratan kelompok, memusatkan perhatian pada kebutuhan individual, dan memotivasi siswa dan guru (Kostelnik, Soderman, Whiren, 2004).
            Selain itu, pengemasan bahan ajar yang berbasis tema,  membuat siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama, serta memahami materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Selama pembelajaran, lingkungan belajar yang ditata sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih bergairah belajar, karena bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya, bercerita, bermain peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dipahami mengapa hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar tematik lebih baik daripada hasil belajar siswa yang tidak menggunakan bahan ajar tematik, meskipun dengan menggunakan model pembelajaran tematik.
                         

3. Perbedaan Hasil belajar karena Interaksi antara Jenis Sekolah dan Bahan Ajar.
            Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa hasil belajar siswa dipegaruhi secara signifikan oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar yang digunakan. Relevan dengan uraian di atas, maka sesungguhnya sekolah merupakan lingkungan belajar yang harus diupayakan kondusif untuk terjadinya belajar yang bermakna, dan bahan ajar merupakan sumber belajar yang sangat penting dalam setiap pembelajaran.       Temuan  ini konsisten dengan temuan-temuan penelitian sebelumnya, di antaranya: (1) penelitian Ruth (1989) yang menemukan bahwa skor membaca siswa SD yang menerapkan pembelajaran tematik selama periode dua tahun menunjukkan peningkatan sebesar 16%, sedangkan SD yang menerapkan model tradisional hanya mencapai peningkatan sebesar 3%; (2) Buechler (1993) mengemukakan salah satu hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik, yaitu program yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang menggunakan model tematik. Penelitian ini menganalisis kinerja 100 SD dalam hal pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide Testing for Educational Progress). Temuannya adalah bahwa sekolah CLASS memperoleh skor ISTEP lebih tinggi daripada SD lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu.
            Selanjutnya Nurkhoti’ah dan Kamari (2002) menemukan bahwa pembelajaran tematik efektif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS di SD kelas IV. Anitah (2002) juga mengemukakan bahwa pengorganisasian isi pembelajaran terpadu model multi disiplin memberikan pengaruh terhadap perolehan belajar konsep pada pembelajaran di sekolah dasar.
            Semua hasil penelitian di atas menggunakan model tematik dan tentu saja dilengkapi dengan perangkat pembelajarannya. Perangkat pembelajaran tersebut sangat membantu terjadinya proses belajar aktif dan menyenangkan. Namun demikian, bila sekolah tidak cukup menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, maka belajar aktif tidak terjadi secara optimal. Oleh sebab itu dapat dipahami bila hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh interaksi antara sekolah dan bahan ajar.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyajian data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1)Ada pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat pembelajaran) tematik terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran tematik lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan perangkat tematik. 2) Ada pengaruh jenis sekolah terhadap terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan dengan pendekatan tematik. Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada sekolah baik dan sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah. 3) Ada pengaruh interaksi antara jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik terhadap prestasi belajar siswa, yang menunjukkan hasil belajar siswa yang menerapkan bahan ajar tematik juga dipengaruhi oleh jenis sekolah. Walaupun demikian, secara keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar tematik lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran tematik.
Sesuai dengan hasil penelitian ini maka direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut. 1) Agar hasil belajar siswa bisa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah, khususnya kelas I SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.2) Dalam menyusun bahan ajar tematik sebaiknya memperhatikan kondisi sekolah dan keberagaman siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Benson, T. R. 2005. The issues: Integrated teaching units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm.

Buechler, M. 1993. Connecting Learning Assures Successful Students: a Study of the CLASS program. Bloomington, In: Indiana Education Policy Center.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas.

Fisher, B. 1991. Joyful learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N. H.: Heinemann.

Fogarty, Robin. 1991. The mindful school: How to integrate the curricula. Illinois: Skylight Publishing.
  
Nurhadi, Burhanuddin Yasin, Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Nurkhoti’ah, S. dan Kamari. 2002. Pembelajaran terpadu: Solusi meningkatkan prestasi belajar IPS. http://202.159.18.43/jp/ 41sitinur.htm.

Pappas, Christine C., Kiefer, Barbara Z., dan Levstik, Linda S. 1995. An integrated language perspective in the elementary school. USA: Longman Publiser

Ruth, N.S. 1998. A comparative study of Integrated Thematic Instruction (ITI) and non-integrated thematic instruction. Doctoral dissertation, Texas A&M University. http://www.kovalik.com.

Silberman, M. 1996. Active learning: 101 strategies to teach any subject. Boston: Allyn and Bacon.

 The National Clearinghouse for Comprehension School Reform (NCCSR). 1999. The catalog of school reform models. http://www.kovalik.com.

Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Theaching the Handicapped.




No comments:

Post a Comment