BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mikroteknik adalah ilmu yang
mempelajari tentang pembuatan preparat.Dalam setiap pembuatan preparat pada umumnya selalu
dilakukan fiksasi terlebihdahulu. Sedangkan fiksasi itu sendiri adalah suatu
cara atau proses (metode) yang bertujuan
untuk mematikan sel tanpa mengubah fungsi dan struktur di dalam selitu sendiri.
Jika telah dilakukan fiksasi maka preparat yang dibuat akan menjadilebih
awet dan tahan lama (Billi, 2008).
Dehidrasi adalah suatu cara atau
proses (metode) pengurangan atau penghilangan air dari dalam
sel. Penjernihan adalah suatu cara atau proses(metode) yang digunakan untuk menghilangkan warna asli
suatu preparat supayaketika pemberian warna
yang baru menjadi lebih sempurna daripada warnaaslinya. Fungsi dari dehidrasi pada metode pembuatan preparat dengan penyelubungan
agar parafin dapat terinfiltrasi dengan sempuna ( Della, 2008).Sediaan adalah benda yang akan diamati
strukturnya.
Sifat–sifat darisediaan ada yang
sementara, semi permanen, dan permanen. Sumber sediaanadalah semua organisme atau
yang pernah hidup baik itu tumbuhan, hewan,maupun manusia dan hasil
pertumbuhannya (bagian atau keseluruhan tubuhorganisme). Garis besar pembuatan
sediaan adalah pengambilan dan persiapanmaterial, fiksasi, pencucian, pewarnaan, dehidrasi,
penjernihan, penempelan padagelas objek, dan
pemberian nama. Beberapa metode dalam pembuatan sediaanantara lain: sediaan
utuh (Whole Mount), sediaan apus (Smear), sediaan remas(Squash), sediaan
gosok, Maserasi, dan sediaan sayatan tanpa embedding maupundengan embedding
(Parafin, seloidin, maupun resin) (Kusuma, 2008).
1.2 Rumusan
masalah
Rumusan masalah yang didapatkan berdasarkan latar belakang diatas adalah:
-Bagaimana
cara membuat sayatan organ hewan?
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah membuat sayatan organ hewan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Metode parafin adalah suatu cara
pembutan sediaan baik itu tumbuhanataupun hewan dengan menggunakan parafin.
Kebaikan-kebaikan metode ini ialahirisan jauh lebih tipis dari pada menggunakan
metoda beku atau metoda seloidin.Dengan
metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mkron, tapi dengan metode parafin
tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifatseri
dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.Kelemahan dari metode ini ialah jaringan menjadi
keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakaan, bila menggunakanmetode ini. Sebagian besar enzim-enzim yang
terdapat pada jaringan akan larutdengan menggunakan metode ini (Santoso,
2002).
Metode ini sekarang banyak
digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong
dengan baik dengan menggunakan metode ini. Metode parafin adalah suatu
metode pembuatan preparat dengan melakukan penanaman jaringan
di dalam blok parafin untuk menghasilkan preparat jaringan hewanataupun
tumbuhan yang tipis. Preparat parafin ini dilakukan penyelubungankarena jaringan merupakan bahan yang
lunak (Nurliani, 2007).Prosedur pembuatan sediaan menggunakan metode parafin
pada umumnyasama baik pada jaringan hewan
maupun tumbuhan. Pertama–tama organ yangakan dijadikan preparat diisolasi
terlebih dahulu, kemudian difiksasi minimal 24 jam, didehidrasi dengan
alkohol bertingkat selama 30 menit, diclearing denganxilol murni juga selama 30
menit, diinfiltrasi agar parafin yang masuk berfungsisebagai penyangga jaringan saat diiris dengan
mikrotom, lalu diembedding(proses
penanaman) yaitu merendam jaringan ke dalam parafin cair, dan parafinakan masuk
ke seluruh bagian jaringan, proses pemotongan dengan mikrotom, penempelan
pada kaca objek, pewarnaan dengan haematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk
jaringan hewan) sedangkan jaringantumbuhan seringkali menggunakan
safranin ataupun fast green. Setelah diwarnailalu dimounting, diberi perekat
entellan, dan diberi label nama (Andria, 2008).Alat khusus yang dirancang untuk
menyayat material atau jaringan dalamsayatan-sayatan
yang cukup tipis untuk penelaahan dengan mikroskop adalahmikrotom.
Syarat memperoleh hasil sayatan yang baik :1. Jaringan yang telah dipersiapkan
dengan sempurna2. Pisau yang cukup tajam3. Pemilihan jenis mikrotom yang
tepat4. Operator yang cukup terampil dan terlatih (Imran, 2010).
Proses pertama yang disiapkan dalam menyiapkan materi
segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi
adalah mencegah kerusakan jaringan, menghentikan proses metabolisme secar
cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan
sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat
diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan (Affuwa, 2007).
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008).
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008).
Untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke dalam sel,
haruslah alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol
tetapi kemudian harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi
ini dapat menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Clearing dapat
dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008).
Infiltrasi merupakan suatu tahapan diimana media tanam
dimasukkan ke dalam jaringan secara bertahap. Media yang digunakan untuk
menanam yaitu paraffin. Infiltrasi dilakukan di dalam oven pada suhu 52oC
dengan perbandingan parafin dan xilol 1:1 sel (Botanika, 2008).
Ada beberapa macam paraffin yaitu paraffin lunak dengan titik leleh 48oC, paraffin medium dengan titik leleh 52oC, dan paraffin keras dengan titik leleh 56oC. Waktu yang dibutuhkan di setiap tahapan paraffin yaitu 15-20 menit. Tidak perlu waktu yang cukup lama karena dilakukan di dalam oven yang menyebabkan jaringan kuat dan rapuh (Botanika, 2008).
Ada beberapa macam paraffin yaitu paraffin lunak dengan titik leleh 48oC, paraffin medium dengan titik leleh 52oC, dan paraffin keras dengan titik leleh 56oC. Waktu yang dibutuhkan di setiap tahapan paraffin yaitu 15-20 menit. Tidak perlu waktu yang cukup lama karena dilakukan di dalam oven yang menyebabkan jaringan kuat dan rapuh (Botanika, 2008).
Embedding
dilakukan dengn membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak
kertas yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Sebelum jaringan
atau sampel ditanam maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus membeku
pada bagian dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak langsung menempel pada
dasar kertas. Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu
(trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang diinginkan. Hal
in dikarenakan penampang blok paraffin menggambarkan blok pita yangg akan
diiris.Letak mata pisau pada mikrotom sangat menentukan hasil yang diperoleh.
Pisau dibersihan dengan xylol dari sisa-sisa paraffin yang menempel. Hasil
sayatan diambill dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil sayatan
diletakkan dalam bak khhusuus dann diperhatikan urutannya. Pita hasil sayatan
ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca objek
selanjutnya diletakkan di atas meja penangans (heating plate) (Botanika, 2008).
Meyer albumin memiliki kandungan putih telur dan gliserin dan merupakan pelekat
alami yang sangat baik (Hugo, 2008).
Sangatlah penting dilakukan rehidrasi atau dehidrasi
sebelum dilakukan pewarnaan. Hal itu baru dilakukan bila paraffin dalam sayatan
sudah larut dan biasanya dilarutkan dalam xylol (Botanika, 2008).
Proses sectioning diawali dengan pengirisan blok
parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan
mikrotom berbentuk segi empat. Irislah sedemikian rupa, sehingga preparat akan
terletak tepat berada di tengah blok. Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat
dideparafinasindengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode
parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin
ini bersifat aquaosa. Rattus norvegicus merupakan salah satu anggota kelas
mamalia dan sangat tepat digunakan sebagai perbandingan dengan manusia dalam
hal pengamatan jaringannya (Reprooduuction, 2008).
Testis merupakan organ reproduksi bagi hewan
berkelamin jantan. Testis akan menghasilkan yang menghasilkan spermatozoa dan
nantinya akan terjadi pembuahan jika bertemu sel telur yang matang. Pada organ
testis memiliki beberapa bagian yaitu seminiferus tubules, sel leydig, sel
sertoli. Seminiferus tubules ini memiliki diameter 150-250 mikron dan dilapisi
memiliki multi layaer epitel dengan sebagian sel yang dewasa yang menghadap
lumina. Bagian ini memiliki basal lamina, memiliki sel outer myoid, dan
memiliki jaringan otot spesifik yaitu actin, vimentin, dan kolagen. Mengandung
sel sertoli, spermatogonia tipe A dan B, spermatosit primer, spermatosid sekunder,
spermatid, dan spermatozoa. Sel leydig bersifat tunggal dengan ukuran 20 mikron
dan terletak di antara seminiferous tubules dan memproduksi testosterone hasil
dari merespon hormone LH (luteinizing hormone) dan sering berasosiasi dengan
serabut saraf dan pembulu darah. Sel sertoli berbentuk columnar dan terletak di
dasar membran, mengelilingi germ sel dengan sitoplasmik, menghasilkan androgen
untuk mengikat protein dan merespon FSH dann juga memproduksi inhibin
(Pathologyoutlines, 2008).
BAB III
METODELOGI
3.1
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
3.2 Cara
Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
4.2
Pembahasan
Praktikum pembuatan sediaan irisan jaringan hewan dengan metode parafin
dapat diketahui bahwa dalam pembuatan preparat hewan lebih mudahuntuk dibuat
dan tidak memakan waktu yang panjang. Organ yang digunakan
adalah organ hati, paru-paru, jantung dan ginjal. Hewan yang diambil
organnyaadalah
mencit. Tetapi ada sebagian organ yang gagal menjadi suatu preparat, halini
mungkin disebabkan kurangnya ketelitian dan keterampilan pada saat
mengiris block parafin saat menggunakan mikrotom, sehingga lembaran pita
jaringan yangdidapatkan terlalu tebal dan sulit diamati di bawah mikroskop.
Selain itu, sebagian preparat tidak
dapat dikenali dengan jelas bagian mana yang digunakan dari bahan percobaan karena pada saat proses
pewarnaan, pencucian dan pencelupansediaan ke larutan alkohol ada
beberapa kertas label yang terlepas dari kaca objek.Sehingga hanya preparat yang kertas labelnya masih utuh yang dapat
dikenalidengan benar.Organ yang
digunakan tersebut harus diisolasi terlebih dahulu sebelumdigunakan hal ini bertujuan agar organ yang
dijadikan sediaan siap untuk melakukan berbagai tahap-tahap atau
proses dalam percobaan. Proses pembuatansediaan
preparat setelah dibedah diambil organnya, kemudian dicuci dengangaram
fisiologis agar organ tersebut tidak mengalami pembekuan. Setelah ituorgan difiksasi digunakan larutan BNF selama ± 24
jam agar sel-sel dari organtersebut mati namun strukturnya tidak rusak sehingga
memudahkan langkah-langkah kedepannya.Fiksasi berfungsi untuk
mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupasehingga
perubahan-perubahan bentuk atau struktur sel atau jaringan yangmungkin terjadi hanya sekecil mungkin. Selain itu
fiksasi berguna untuk meningkatkan indeks bias jaringan sehingga
jaringan dapat terwarnai dengan baik.Larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan
alkohol 70 % selama 1 jam.
Kemudiandidehidrasi
dengan alkohol bertingkat mulai 80 %, 95 %, sampai alkohol tersebutabsolut
masing–masing selama 1 jam.
Hal ini dilakukan untuk proses fiksasi dengan membunuh sel tanpamengubah posisi
organel yang ada di dalamnya, dan juga untuk menghilangkanair yang ada dalam sel dan
memperoleh hasil yang sempurna pada proses infiltrasidan juga agar alkohol tersebut dapat menyerap air sedikit demi sedikit
supayadapat menjaga agar tidak
terjadi perubahan yang tiba-tiba terhadap jaringansehingga perubahan
yang terjadi hanya sekecil mungkin. Selain itu fiksasi bergunauntuk meningkatkan indeks bias jaringan sehingga
jaringan dapat terwarnaidengan baik. Didealkoholasi, alkohol yang tadi
dibuang dan diganti larutan secara berturut
alkohol : xilol = 3 : 1, alkohol : xilol = 1 : 1 dan alkohol : xilol = 1 :
3masing-masing selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menggantikan tempatalkohol dalam jaringan yang telah mengalami proses
dehidrasi dengan suatusolven atau medium penjernih menjelang proses penanaman
sebelum proses penyayatan.
Fungsi dari dehidrasi itu sendiri ialah untuk mengeluarkan air daridalam
jaringan dengan menggunakan bahan kimia tertentu.Setelah tahapan fiksasi, organ
didehidrasi dengan larutan alkohol bertingkatyang bertujuan untuk mengurangi
kandungan air dari organ tersebut sehingga saatsudah menjai sediaan tidak akan cepat rusak. Selain itu untuk memudahkan peresapan
parafin. Organ selanjutnya di clearing dengan larutan campuran antaraxilol dan
alkohol dengan perbandingan tertentu yaitu 3:1, 1:1, 1:3 dan xilol murnidengan tujuan untuk membersihkan sisa-sisa alkohol
dari organ dan membantu proses penyerapan parafin. Tahapan
berikutnya yaitu perendaman dalam parafin,tahapan
ini biasanya dilakukan didalam oven agar saat organ dimasukkan dalam parafin, parafin tersebut tidak mudah
membeku. Tahapan perendaman dalam parafin
diulangi sebanyak 3 kali dengan tujuan agar parafin meresap sempurnadan
pada saat pemotongan akan didapat hasil yang diinginkan. Selain itu tahapan
perendaman dalam parafin yang sempurna juga turut mempengaruhi
struktur organ yang
digunakan.Organ yang sudah berada dalam
block parafin akan dipotong denganmenggunakan
mikrotom rotary, hasil yang diinginkan yaitu setebal 6 mikron,tahapan
pemotongan memerlukan kesabaran dan ketelitian karena pada tahapanini tidak
bisa di predeksi kapan bahan yang ada dalam block parafin terpotongsempurna dan
sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. Pemotongan juga harusmemperhatikan
kumpulan paraffin yang terpotong dan membentuk gumpalan,karena bisa saja di
dalam gumpalan tersebut terdapat potongan yang diinginkan.Organ yang
telah dipotong kemudian akan mengalami tahapan pewarnaan denganxilol 1 dan 2.
Xilol digunakan sebelum pewarnaan selanjutnya yang menggunakanhaematoksilin ehrlich agar saat pewarnaan dengan
haematoksilin ehrlichdilakukan, warna
yang dihasilkan akan sesuai dengan yang diinginkan sehinggahasil yang didapat
akan memperlihatkan bagaimana penampang sebenarnya dariorgan-organ
tubuh.Tahapan berikutnya adalah pencucian dengan akuades agar sisa-sisa warnayang menempel tidak sempurna bisa hilang.
Kemudian perendaman dalamalkohol
bertingkat diselingi dengan eosin dan dilanjutkan lagi dengan
alkohol bertingkat, hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
lunturnya warna,untuk menghilangkan kandungan air yang mungkin saja masih
tersisa setelah proses pencucian dan mencegah hal lainnya yang
tidak diinginkan.Kendala yang dialami pada
saat pembuatan sediaan irisan jaringa hewandengan menggunakan metode
parafin ini, salah satunya kesulitan atau kurangnyaketerampilan dalam pembuatan preparat irisan saat pemotongan denganmenggunakan mikrotom. Ada beberapa jenis mikrotom
yang dapat digunakan sebagai alat pemotong sediaan antara lain
hand microtom, rocking microtom,rotary microtom, freezing microtom
, dan
sliding
microtom.
Sedangkan yangdigunakan pada praktikum kali ini adalah hand microtom. Hal inilah yangmenyebabkan
proses pemotongan yang paling sulit dilakukan karena denganmenggunakan mikrotom
tangan seringkali praktikan sulit untuk mengukur ketebalan dari
sediaan yang akan dipotong. Sehingga ada yang terlalu tebal danada yang terlalu tipis, hal ini
menyebabkan irisan sediaan mudah hancur pada saatdiletakkan di atas kaca
objek.Beberapa kesukaran pada saat pemotongan sediaan parafin antara lain;
pitatidak terbentuk, hal ini kemungkinan karena pisau yang tumpul; pita
melengkungatau bengkok, hal ini kemungkinan karena tepi pisaunya yang tidak
rata; sayatantertekan, mengerut, atau berdempet, hal ini kemungkinan karena
sudut pisau yangterlalu kecil dan mata pisau yang terlapis dengan sisa parafin;
sayatan remuk dancenderung lepas dari
parafin, hal ini kemungkinan karena proses dehidrasi danclering yang tidak
sempurna; pita belah; sayatan terangkat dari pisau saat blok parafin
naik; dan permukaan sayatan yang bergelombang.Hasil
pengamatan yang didapatkan dari preparat atau sediaan irisan jaringan hewan dengan metode parafin ini ada
beberapa perbedaan yang nyataantara ginjal, hati, dan paru. Preparat ginjal
memmiliki warna yang paling cerah,ini dikarenakan proses pengirisannya
dilakukan dengan sangat tipis sehinggamemberikan bayangan yang terang. Preparat
organ hati dengan perbesaran 100x pada
umumnya memberikan bayangan yang redup dan berwarna coklat tuasehingga tidak bagian sel hati tidak dapat
terlihat dengan jelas, terdapatgelembung-gelembung
kecil yang mengindikasikan prosesnya belum begitusempurna. Preparat organ
paru-paru berwarna coklat tua dan bayangan yang
redup, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh perendaman yang terlalu lamasehingga membuat perubahan warna
pada organ.Keunggulan dari metode parafin,
antara lain : irisan dapat jauh lebih tipisdari pada menggunakan metode beku
maupun seloidin, dengan metode parafintebal irisan dapat mencapai rata-rata 6
mikron, irisan-irisan yang bersifat seridapat dikerjakan dengan mudah, dan
prosesnya lebih cepat dari metode lain.Sedangkan kelemahan dari metode ini
adalah jaringan menjadi keras, mengerutdan
mudah patah, jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan, bilamenggunakan metode ini, dan sebagian besar
enzim-enzim akan larut denganmetode ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulansebagai berikut :1.Dalam pembuatan preparat hewan lebih mudah untuk
dibuat dan tidak memakan waktu yang panjang.2.Hasil pengamatan yang didapatkan dari preparat atau sediaan irisan
jaringanhewan dengan metode parafin ini sulit untuk dibedakan antara
hati, paru-paru, jantung dan ginjal. Selain itu, juga sulit di amati
jaringan apa yang digunakansebagai preparat karena warna dan bentuknya sama.3.Kelebihan-kelebihan dari metode parafin, yaitu:
irisan dapat jauh lebih tipis,tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6
mikron, irisan-irisan yang bersifat seridapat dikerjakan dengan mudah, dan
prosesnya lebih cepat dari metode lain.4.Kelemahan
dari metode ini adalah jaringan menjadi keras, mengerut danmudah patah,
jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan, dansebagian besar
enzim-enzim akan larut dengan metode ini.
5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum yang akan datang hendaknya praktikan
harus benar-benar menyiapkan bahan terlebih dahulu agar praktikum berjalan
denganlancar.
Selain itu kebersihan ruangan juga harus tetap terjaga.
Tubuh kodok terbagi atas terdiri atas empat
bagian yaitu bagian caput (kepala), cervix (leher), truncus (badan), dan
extrimitas (anggota badan). Anatomi eksternal dari Bufo sp. terdiri atas caput
(kepala), cervix (leher) yang kurang jelas bagiannya karena pada daerah
tersebut terjadi penebalan pada kulitnya, truncus (badan) dan extrimitas
(anggota badan). Anatomi internal dari Bufo sp. Terdiri atas cor (jantung),
hepar (hati), ventriculus, intestinum (usus), vesica urinaria, dan pulmo.
Inspectio merupakan anatomi eksternal dari Bufo sp. yang terdiri atas empat
bagian yaitu bagian caput (kepala), cervix (leher), truncus (badan), dan
extrimitas (anggota badan). Sectio merupakan anatomi internal dari Bufo sp.
diantaranya cor (jantung), hepar (hati), ventriculus, intestinum (usus), vesica
urinaria (gelembung kencing) dan pulmo.
Rana dan bufo adalah dua contoh spesies dari Anura yang sering dipelajari. Tubuh Rana dan Bufo dewasa pada umumnya dibedakan atas kepala, badan dan anggota gerak. Bufo mempunyai badan berbentuk bulat, sedangkan badan Rana berbentuk langsing memanjang. Rana mempunyai penonjolan pada tempat persendian antara columna vertebralis dengan gelang panggul. Ujung posterior badan terdapat kloaka. Kulit Bufo berbintil-bintil kasar dan kering, sedangkan pada Rana dapat berwarna karena adanya kromatofor yang terdiri atas melanofor yang mengandung pigmen hitam dan coklat, serta lipo yang mengandung pigmen merah, kuning, dan orange.
Topografi Organ Dalam Bufo sp.:
- Cor : dexter + sinister (diantara) pulmo
- Pulmo : dexter + sinister (diantara) cor
- Gland bladder : cauda cor
- Hepar : cauda dari pulmo
- Intestinum tenum : sinister hepar
- Ventrikulus : inferior hepar
- Ren : inferior intestinum tenum
- Fat body : posterior pankreas
- Testis : posterior intestinum
- Pankreas : dexter hepar
- Intestinum crassum : dexter ren
- Kloaka : arah caudal
Pada pengamatan anatomi eksternal Bufo sp. diperoleh hasil bahwa tubuhnya terdiri dari beberapa bagian yaitu caput, cervix, truncus, extrimitas, dan integumentum. Caput berbentuk seperti segitiga yang terdiri atas rima oris (celah mulut) yang terletak pada ujung rostrum (moncong), cavum oris (rongga mulut), nares anteriores yang merupakan lubang hidung kecil pada dorsal rima oris, organon visus, dan membrana tympani di belakang organon visus. Di dalam cavum oris terdapat organ-organ lain yang berupa maxilla (rahang atas), mandibula (rahang bawah), os vomer yang berbentuk huruf V dan terdapat dentes, nares posteriores sive choanae di kanan kiri os vomer yang berbentuk lubang kecil, palatum yang melekat pada maxilla karena merupakan atap mulut, lingua (lidah) yang berpangkal di mandibula, berwarna merah muda dan bercabang serta ostium tubae auditivae yang terletak di dekat sudut mulut dan terdapat 2 buah. Sama halnya dengan cavum oris, organon visus juga dilengkapi beberapa organ di dalamnya yaitu palpebra superior (pelupuk mata atas), palpebra inferior (pelupuk mata bawah), pupil yang berwarna hitam, berukuran kecil, iris berwarna bening terletak disekitar pupil, dan membrana nictitans.
Cervix pada amphibi tidak tampak nyata karena bersatu dengan truncus yang terletak di sebelah caudal caput. Pada truncus terdapat 2 pasang extrimitas yaitu extrimitas anterior yang terdiri dari brachium (lengan atas), antebrachium (lengan bawah), manus (tangan secara keseluruhan), dan digiti (jari-jari) sebanyak 4 buah serta extrmiitas posterior yang terdiri dari femur (paha), crus (tungkai bawah), pes sive pedes (kaki secara keseluruhan), digiti sebanyak 5 buah dan membrana yang berupa kulit tipis dan terletak di sela-sela digiti. Digiti berukuran kecil dan melebar serta dilengkapi kuku yang berwarna hitam.
Bagian integumentum pada amphibi terdiri dari 2 bagian yaitu epidemis dan dermis (corium). Epidermis Bufo sp. berwarna cokelat dan memiliki benjolan-benjolan kecil berwarna hitam sehingga kulitnya menjadi kasar.
Organ-organ yang berada di dalam tubuh Bufo sp. akan tampak setelah dilakukan proses seksi seperti pada langkah kerja. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, organ dalam dari spesimen ini terdiri atas pulmo, pankreas, intestinum tenue, intestinum crasum, kloaka, telur, ventriculus, vesica fellea, hepar, spleen, ren, dan cor. Pulmo terletak di dekat hepar, berwarna putih, mengembung dan didalamnya terdapat gelembung-gelembung kecil. Di sebelah pulmo terdapat cor, berwarna merah kecoklatan yang terdiri dari 2 atrium dan 1 ventrikel. Tepat dibawah cor terdapat spleen yang warnanya hampir sama dengan cor yaitu merah kecoklatan. Spleen menyatu dengan hepar yang berwarna merah cokelat, terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dexter dan lobus sinister yang ukurannya lebih besar daripada lobus dexter karena memiliki 2 lobuli. Hepar terletak di ventro caudal. Diantara lobus hepar, terdapat vesica fellea yang berwarna hijau kehitaman. Di bawah hepar ditemukan ventriculus yang berwarna merah muda dan berhubungan dengan intestinum crasum serta intestinum tenue yang keduanya berwarna abu-abu terletak di lateral ventral. Diantara ventriculus dan intestinum melekat pankreas yang berwarna kuning dan berukuran kecil. Selain itu, diperoleh ren yang melekat pada columna vertebralis berjumlah 2 pasang dan berwarna merah cokelat. Ren ini juga terhubung pada kloaka yang berada di daerah caudal. Kemudian, diperoleh juga telur dari Bufo sp. yang berwarna hitam, berukuran besar dan hampir menutupi bagian organ dalam yang lain. Hal ini menandakan bahwa jenis kelamin dari amphibi tersebut adalah betina.
Alur sistem pencernaan dimulai dari mulut dan rongga mulut. Di belakang lidah terdapat faring dan di dalamnya ada esofagus yang pendek, berbentuk saluran silindris yang menjadi jalan masuknya makanan ke perut yang di dalamnya terdapat intestinum tenue. Bagian anterior dari intestinum tenue adalah duodenum yang berfungsi untuk menerima sekresi dari liver dan pankreas melalui saluran empedu. Di belakang duodenum terdapat lilitan ileum, yaitu bagian posterior dari intestinum tenue yang melengkapi pencernaan dan merupakan tempat terjadinya seluruh penyerapan sari-sari makanan dalam aliran darah. Ileum tersebut menyalurkan sari-sari makanan ke intestinum crasum, dimana hampir seluruh air, vitamin dan ion dapat diserap sebaik mungkin. Bagian batas akhir intestinum crasum adalah kloaka. Kloaka biasanya merupakan tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan dari pencernaan, ekskresi, dan sistem reproduksi.
Rana dan bufo adalah dua contoh spesies dari Anura yang sering dipelajari. Tubuh Rana dan Bufo dewasa pada umumnya dibedakan atas kepala, badan dan anggota gerak. Bufo mempunyai badan berbentuk bulat, sedangkan badan Rana berbentuk langsing memanjang. Rana mempunyai penonjolan pada tempat persendian antara columna vertebralis dengan gelang panggul. Ujung posterior badan terdapat kloaka. Kulit Bufo berbintil-bintil kasar dan kering, sedangkan pada Rana dapat berwarna karena adanya kromatofor yang terdiri atas melanofor yang mengandung pigmen hitam dan coklat, serta lipo yang mengandung pigmen merah, kuning, dan orange.
Topografi Organ Dalam Bufo sp.:
- Cor : dexter + sinister (diantara) pulmo
- Pulmo : dexter + sinister (diantara) cor
- Gland bladder : cauda cor
- Hepar : cauda dari pulmo
- Intestinum tenum : sinister hepar
- Ventrikulus : inferior hepar
- Ren : inferior intestinum tenum
- Fat body : posterior pankreas
- Testis : posterior intestinum
- Pankreas : dexter hepar
- Intestinum crassum : dexter ren
- Kloaka : arah caudal
Pada pengamatan anatomi eksternal Bufo sp. diperoleh hasil bahwa tubuhnya terdiri dari beberapa bagian yaitu caput, cervix, truncus, extrimitas, dan integumentum. Caput berbentuk seperti segitiga yang terdiri atas rima oris (celah mulut) yang terletak pada ujung rostrum (moncong), cavum oris (rongga mulut), nares anteriores yang merupakan lubang hidung kecil pada dorsal rima oris, organon visus, dan membrana tympani di belakang organon visus. Di dalam cavum oris terdapat organ-organ lain yang berupa maxilla (rahang atas), mandibula (rahang bawah), os vomer yang berbentuk huruf V dan terdapat dentes, nares posteriores sive choanae di kanan kiri os vomer yang berbentuk lubang kecil, palatum yang melekat pada maxilla karena merupakan atap mulut, lingua (lidah) yang berpangkal di mandibula, berwarna merah muda dan bercabang serta ostium tubae auditivae yang terletak di dekat sudut mulut dan terdapat 2 buah. Sama halnya dengan cavum oris, organon visus juga dilengkapi beberapa organ di dalamnya yaitu palpebra superior (pelupuk mata atas), palpebra inferior (pelupuk mata bawah), pupil yang berwarna hitam, berukuran kecil, iris berwarna bening terletak disekitar pupil, dan membrana nictitans.
Cervix pada amphibi tidak tampak nyata karena bersatu dengan truncus yang terletak di sebelah caudal caput. Pada truncus terdapat 2 pasang extrimitas yaitu extrimitas anterior yang terdiri dari brachium (lengan atas), antebrachium (lengan bawah), manus (tangan secara keseluruhan), dan digiti (jari-jari) sebanyak 4 buah serta extrmiitas posterior yang terdiri dari femur (paha), crus (tungkai bawah), pes sive pedes (kaki secara keseluruhan), digiti sebanyak 5 buah dan membrana yang berupa kulit tipis dan terletak di sela-sela digiti. Digiti berukuran kecil dan melebar serta dilengkapi kuku yang berwarna hitam.
Bagian integumentum pada amphibi terdiri dari 2 bagian yaitu epidemis dan dermis (corium). Epidermis Bufo sp. berwarna cokelat dan memiliki benjolan-benjolan kecil berwarna hitam sehingga kulitnya menjadi kasar.
Organ-organ yang berada di dalam tubuh Bufo sp. akan tampak setelah dilakukan proses seksi seperti pada langkah kerja. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, organ dalam dari spesimen ini terdiri atas pulmo, pankreas, intestinum tenue, intestinum crasum, kloaka, telur, ventriculus, vesica fellea, hepar, spleen, ren, dan cor. Pulmo terletak di dekat hepar, berwarna putih, mengembung dan didalamnya terdapat gelembung-gelembung kecil. Di sebelah pulmo terdapat cor, berwarna merah kecoklatan yang terdiri dari 2 atrium dan 1 ventrikel. Tepat dibawah cor terdapat spleen yang warnanya hampir sama dengan cor yaitu merah kecoklatan. Spleen menyatu dengan hepar yang berwarna merah cokelat, terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dexter dan lobus sinister yang ukurannya lebih besar daripada lobus dexter karena memiliki 2 lobuli. Hepar terletak di ventro caudal. Diantara lobus hepar, terdapat vesica fellea yang berwarna hijau kehitaman. Di bawah hepar ditemukan ventriculus yang berwarna merah muda dan berhubungan dengan intestinum crasum serta intestinum tenue yang keduanya berwarna abu-abu terletak di lateral ventral. Diantara ventriculus dan intestinum melekat pankreas yang berwarna kuning dan berukuran kecil. Selain itu, diperoleh ren yang melekat pada columna vertebralis berjumlah 2 pasang dan berwarna merah cokelat. Ren ini juga terhubung pada kloaka yang berada di daerah caudal. Kemudian, diperoleh juga telur dari Bufo sp. yang berwarna hitam, berukuran besar dan hampir menutupi bagian organ dalam yang lain. Hal ini menandakan bahwa jenis kelamin dari amphibi tersebut adalah betina.
Alur sistem pencernaan dimulai dari mulut dan rongga mulut. Di belakang lidah terdapat faring dan di dalamnya ada esofagus yang pendek, berbentuk saluran silindris yang menjadi jalan masuknya makanan ke perut yang di dalamnya terdapat intestinum tenue. Bagian anterior dari intestinum tenue adalah duodenum yang berfungsi untuk menerima sekresi dari liver dan pankreas melalui saluran empedu. Di belakang duodenum terdapat lilitan ileum, yaitu bagian posterior dari intestinum tenue yang melengkapi pencernaan dan merupakan tempat terjadinya seluruh penyerapan sari-sari makanan dalam aliran darah. Ileum tersebut menyalurkan sari-sari makanan ke intestinum crasum, dimana hampir seluruh air, vitamin dan ion dapat diserap sebaik mungkin. Bagian batas akhir intestinum crasum adalah kloaka. Kloaka biasanya merupakan tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan dari pencernaan, ekskresi, dan sistem reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, J.D. 1992.
Pembuatan Preparat Mikroskopis. University Press. IKIP. Surabaya.
Campbell, Reece, Mitchell. 2004. Biologi. Edisi
Kelima. Jilid 3. Jakarta. Erlangga.
Duellman, W.
E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book
Company. New York
Frandson,
RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak IV. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Gray, P.
1954. The Microtomits’ Formulary and Guide. The Blakiston Company Inc. New
York. Toronto.
Hudha, Atok M. 2000. Vertebrata.
UMM Press. Malang.
Iskandar, D.
T. and E. Colijn, 2000,Preliminary Checklist of Southeast Asian and New
Guinean Herpetofauna: Amphibians,Treubia 31 (3): 1-133.
Kusumawati,
Diah. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Sundoro,
S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Penerbit Bhrataro
Karya Aksara. Jakarta.
Zug, George R. 1993.Herpetology
: an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic Press.
London, p : 357 – 358.
No comments:
Post a Comment