Thursday, May 29, 2014

makalah teori belajar Bruner


A.      TEORI BELAJAR BRUNER

1.        DASAR DAN KONSEP TEORY BELAJAR BRUNER
     Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkanmanusia untuk menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu :
1. proses perolehan informasi baru
2. proses mentranforrmasikan informasi yang diterima
3. menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
Perolehan informasi baru dapat terrjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Menurut Bruner ( dalam hudoyo,1994:48 ) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu
Teori Belajar Bruner dapat diuraikan sebagai berikut :
1 .Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam manipulasi obyek

2.Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada fikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak.
Tahap Ikonik yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentikan dalam bentuk bayangan visual, gambar,atau diagram yang menggambarkankegiatan kongkret atau kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut.

3.Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasr simbolik, anak memanipulasi simpul-simpul atau lambang-lambang obyek tertentu. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap obyek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran dipresentasikandalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yamglain
Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah :
1. Dalil konstruksi / penyusunan ( Contruction Theorem )
Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorarng siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.

2.Dalil Notasi ( Notation Theorem )
Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Notasi yang
diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.

3. Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contrast and Variation Theorem )
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep matematikaakan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dkontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.

4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prisip, ketrampilan- ketrampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas.

2.        APLIKASI TEORI BELAJAR BRUNER
     Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Di samping itu, Bruner juga membahas teorema-teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika.
A. Tiga Tahap pada Proses Belajar
Teori Bruner tentang tiga tahap pada proses belajar yang akan dibahas kali ini berkait dengan tiga tahap yang harus dilalui para siswa agar proses belajarnya dapat terjadi secara optimal. Dalam arti akan terjadi internalisasi pada diri siswa tersebut, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu kedalam struktur kognitif mereka.  Ketiga tahap pada proses belajar tersebut adalah:
1. Tahap Enaktif.
Pada tahap ini, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan (matematika tentunya) dengan menggunakan benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata bagi para siswa. Contohnya, ketika para siswa belajar penjumlahan dan pengurangan, maka siswa dapat menggunakan benda konkret seperti: batu, buah-buahan, lidi, ataupun sedotan. Dapat ditambahkan bahwa istilah “konkret” atau “nyata” berarti dapat diamati dengan menggunakan panca indera para siswa.Ketika belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan” seperti:
 Siswa yang bergerak sesuai aturana yang ada, yaitu:
o 3 + 2 berarti maju 3 langkah (dari O) diikuti maju 2 langkah.
o 3 + (–2) berarti maju 3 langkah (dari O) diikuti mundur 2 langkah.
o (–3) + 2 dan (–3) +  (–2) bagaimana bergeraknya?
o 3 – 2 berarti maju 3 langkah (dari O), balik arah dan maju 2 langkah.
o 3 – (–2) berarti maju 3 langkah (dari O), balik arah dan mundur 2 langkah
 Semacam koin dari plastik dengan tanda “+” dan “–“.
2. Tahap Ikonik.
ÅÅ
 
 ÅÅÅ
 
Setelah mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata tadi. Jika pada proses pembelajaran penjumlahan dua bilangan bulat dimulai dengan menggunakan benda nyata berupa garis bilangan sebagai “jembatan”, maka tahap ikonik untuk beberapa penjumlahan dapat saja berupa gambar atau diagram berikut:


Gambar di atas menunjukkan (+3) + (+2) = +5.
3. Tahap Simbolik
Dapat menjumlahkan dua bilangan bulat hanya dengan menggunakan garis-garis bilangan
maupun koin positif dan negatif, baik secara enaktif (menggunakan benda nyata) maupun
ikonik (menggunakan gambar atau diagram), belumlah cukup. Untuk itu, menurut Bruner, para siswa harus melewati suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaanperbedaan yang ada (Cooney), 1975). Di antara perbedaan yang ada pada saat menentukan hasil dari 2 + 3 ataupun 3 + 4 baik pada tahap enaktif dan ikonik, proses berabstraksi terjadi di saat siswa menyadari adanya kesamaan gerakan yang dilakukannya, yaitu ia akan bergerak dua kali ke kanan. Dengan bantuan guru, siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa penjumlahan dua bilangan positif akan menghasilkan bilangan positif
pula. Tidaklah mungkin hasil penjumlahan dua bilangan positif akan berupa bilangan negatif.Dengan proses berabstraksi jugalah pikiran siswa dibantu gurunya untuk memahami bahwa penjumlahan dua bilangan negatif akan menghasilkan bilangan negatif juga. Karena dua kali pergerakan ke kiri akan menghasilkan suatu titik yang terletak beberapa langkah di sebelah kiri  titik awal 0. Para siswa harus dibantu juga untuk memahami bahwa jika 2 + 3 = 5 maka  –2 + (–3) = –5. Dengan begitu –100 + (–200) = –300 karena 100 + 200 = 300 dan –537 + (–298) = –835 karena 537 + 298 = 835. Pada intinya, menentukan penjumlahan dua bilangan negatif adalah sama dengan menentukan penjumlahan dua bilangan positif, hanya tanda dari hasil penjumlahannya haruslah negatif. Proses berabstraksi yang lebih sulit akan terjadi pada penjumlahan dua bilangan bulat yang tandanya berbeda. hasilnya bisa positif dan bisa juga negatif, tergantung pada seberapa jauh perbedaan gerakan ke kiri dengan gerakan ke kanan. Para guru dapat meyakinkan para siswanya bahwa hasil penjumlahan dua bilangan yang tandanya berbeda akan didapat dari selisih atau beda kedua bilangan tersebut tanpa melihat tandanya. Sebagi misal, 2 + (–3) = –1 karena beda atau selisih antara 2 dan 3 adalah 1 sedangkan hasilnya bertanda negatif karena 17pergerakan ke kiri lebih banyak banyak. Namun 120 + (–100) = 20 karena beda antara 100 dan 120 adalah 20 serta pergerakan ke kanan lebih banyak.
B. Empat Teorema Belajar dan Mengajar
Meskipun pepatah Cina menyatakan “Satu gambar sama nilainya dengan seribu kata”, namun menurut Bruner, pembelajarn sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata lebih dahulu. Karenanya, guru SMP ketika mengajar matematika sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk topik-topik tertentu yang dapat membantu pemahaman siswanya. Bruner mengembangkan empat teori yang terkait dengan asas peragaan ini adalah:
a. Teorema konstruksi yang menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami ide-ide abstrak dengan menggunakan peragaan kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap semi kongkret (iconic) dan diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan menggunakan tiga tahap tersebut, siswa dapat mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip yang sedang dipelajari.
b. Teorema notasi yang menyatakan bahwa simbol-simbol abstrak harus dikenalkan secara
bertahap, sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Sebagai contoh:
 Notasi 32 dapat dikaitkan dengan 32 tablet.
 Soal seperti ... + 4 = 7 dapat diartikan sebagai menentukan bilangan yang kalau
ditambah 4 akan menghasilkan 7.
c. Teorema kekontrasan atau variasi yang menyatakan bahwa konsep matematika
dikembangkan dengan beberapa contoh dan yang bukan contoh. Berikut ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang menjadi contoh dari himpunan kosong.Noncontoh konsep himpunan kosong:
 Himpunan siswa SMP yang umurnya 14 tahun.
 Himpunan bilangan asli antara 10 dan 14
 Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf K
 Himpunan anak Presiden SBY
Contoh konsep himpunan kosong:
 Himpunan siswa SMP yang umurnya 41 tahun.
 Himpunan bilangan asli antara 10 dan 11
 Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan huruf X
 Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas tiga tahun berturut-turut.

d. Teorema konektivitas yang menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan konsep-konsep lain yang relevan. Sebagai contoh, Perkalian dikaitkan dengan luas persegi panjang dan penguadratan dikaitkan dengan luas persegi. Penarikan akar pangkat dua dikaitkan dengan menentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui.
Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam pembelajaran yang menerapkan menerapkan teorema Bruner dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam bukunya “Audio Visual Methods in Teaching” sebagai berikut:
1) Pengalaman langsung
Anak diminta untuk mengalami, berbuat sendiri dan mengolah, merenungkan apa yang dikerjakan.
2) Pengalaman yang diatur
Sebagai contoh dalam membicarakan sesuatu benda, jika benda tersebut terlalu besar atau kecil, atau tidak dapat dihadirkan di kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan model.Contoh dalam matematika adalah model-model anggota himpunan tertentu, peta, gambar benda-benda yang tidak mungkin dihadirkan di kelas seperti binatang, pohon, bumi, dan lain lain.
3) Dramatisasi
Misalnya: permainan peran, sandiwara boneka yang bisa digerakkan ke kanan atau ke kiri pada garis bilangan.
4) Demonstrasi
Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat bantu seperti papan tulis, papan flanel, OHP, dan lain-lain.Banyak topik dalam pembelajaran matematika di SMP yang dapat diajarkan dengan demonstrasi, misalnya: penjumlahan, pengurangan, pecahan, dan lain-lain.
5) Karyawisata
Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk menjadikan pelajaran matematika disenangi siswa. Kegiatan yang diprogramkan dengan melibatkan penerapan konsep matematika seperti mengukur tinggi obyek secara tidak langsung, mengukur lebar sungai, mendata kecenderungan kejadian dan realitas yang ada di lingkungan merupakan kegiatan yang sungguh sangat menarik dan sangat bermakna bagi siswa serta bagi daya tarik pelajaran matematika di kalangan siswa.
6) Pameran
Pameran adalah usaha menyajikan berbagai bentuk model-model kongkret yang dapat digunakan untuk membantu memahami konsep matematika dengan cara yang menarik. Berbagai bentuk permainan matematika ternyata dapat menyedot perhatian anak untuk mencobanya, sehingga jenis kegiatan ini juga cukup bermakna untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.
7) Televisi sebagai alat peragaan
Program pendidikan matematika yang disiarkan melalui media TV juga merupakan alternatif yang sangat baik untuk pembelajaran matematika.
8) Film sebagai alat peraga
9) Gambar sebagai alat peraga
Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam pembelajaran matematika adalah sangat bermakna untuk meingkatkan pemahaman dan daya tarik siswa untuk mempelajari matematika.

B.       TEORI BELAJAR DIENES
1.        KONSEP TEORI BELAJAR DIENES
A.  Teori Perkembangan Kognitif Dienes
Teori perkembangan kognitif melihat bahwa proses belajar
seseorang dilihat dari tingkat kemampuan kognitifnya, dalam proses belajar
mengajar tingkat kognitif menjadi suatu hal yang sangat penting, karena
kemampuan tingkat kognitif seseorang tergantung dari usia seseorang, 2
sehingga dalam pembelajaran pada orang dewasa berbeda dengan
pembelajaran anak-anak. Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada
anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu
menarik bagi anak yang mempelajari matematika.Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubunganhubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubunganhubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiaptiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam
konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak,
karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur 3dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan  block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan 4memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentukbentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta 5mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini. Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga 0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal ……. Diagonal.

5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep. Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut. Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan caracara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo - simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan 8dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.

2.        PENERAPAN TEORI BELAJAR DIENES
Penerapan dalam pembelajaran bangun datar
•Tahap pertama. Siswa diperkenalkan dengan beberapa bentuk bangun ruang. Misalnyaguru menggambarkan bentuk asli dari sebuah bangun kubus.
•Lalu, guru bisa memberikan pertanyaan kepada siswa “apakah nama bentuk dadu yangsering digunakan untuk permainan?”, “coba sebutkan sebuah benda yang berbentuk balok yang kalian sering lihat dirumah! ” dengan pertanyaan seperti ini, Siswa bisamemberikan contoh dalam bentuk bangun lain, sesuai dengan apa yang mereka telahlihat dalam kehidupannya sehari-hari.

Lalu, siswa bisa menentukan ciri-ciri atau sifat dari bangun ruang yang telahdiketahui. Misalnya, antara kardus dan buku mempunyai 6 sisi, antara buku dan kasur mempunyai jumlah 4 diagonal ruang. Guru bisa memberikan pertanyaan “berapakanjumlah sisi dari prisma segiempat ?.”

Tahap yang lebih lanjut untuk pengenalan geometri ruang yaitu mengenai luaspermukaan. Dengan cara menggambarkan sebuah balok. Dan memberikan penjelasan mengenai :
http://htmlimg4.scribdassets.com/7x7tje3klcwhkbz/images/15-2ec60de3dc.jpg
Gambar diatas merupakan sebuah balok ABCD.EFGH yang memiliki panjang (p),lebar (), dan tinggi ().
Luas ABCD = luas EFGH =p x
Luas BCFG = luas ADEH =x
Luas ABEF = luas DCGH =p x
Jadi, luas permukaan balok tersebut adalah :
2(p x )+(x )+(p x ) = 2pl + 2lt + 2pt 
= 2 (pl +lt +pt )

Pada tahap formalisasi, siswa harus mampu untuk mengurutkan sifat-sifat darimasing-masing bangun ruang dan merumuskan suatu rumus untuk menghitung luaspermukaan bangun ruang atau volumenya

No comments:

Post a Comment