Friday, May 30, 2014

makalah kultur jaringan pada anggrek


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Keanekaragaman spesies anggrek di indonesia sangat besar,diperkirakan sekitar 5000 spesies anggrek yang tersebar di hutan Indonesia. Keadaan ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi pengembangan anggrek di Indonesia. Terutama berkaitan dengan sumber daya genetik angger yang sangat diperlukan untuk menghasilkan anggrek-anggrek silang yang baik dan unggul. Sangat disayangkan keanekaragaman jenis anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan. Penyebab lainnya adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing terhadap anggrek-anggrek asli alam. Oleh karena itu perlu melestarikan serta menginventariskan plasma nutfah jenis-jenis anggrek yang kita miliki. Sehingga terjamin kelestarian keanekaragaman jenis anggrek tersebut ( Sandra, 2004).
Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total genetic potensial) yang dikemukakan oleh Sleiden dan Schwan pada tahun 1838. Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005).
Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal. Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala. Pemilihan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini merupakan faktor penting dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan pada umumnya adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku dan bagian daun.
Pada kultur jaringan penyimpangan dalam proses mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan induknya (ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam genetik dari tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro (Mattjik 2005).
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan melalui proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair. Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono 2000

1.2  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
-          Mengetahui cara memperbanyak anggrek dengan kultur jaringan
-          Mengetahui cara pengkulturan anggrek dengan metode yang baik

BAB II
Tinjauan Pustaka
Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam phyllum Spermatophyta atau tumbuhan berbiji, kelas Angiospermae atau berbiji tertutup, subkelas Monocotyledonaeatau bijinya berkeping satu, ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga dan famili Orcidaceae atau keluarga anggrek (Kartiman, R. 2004).
Famili anggrek mempunyai 750 genus berbeda dengan 25 000 spesies dan lebih dari 30 000 kultivar hasil persilangan (Hew dan Yong, 1996). Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek terbesar di Asia (Warren dan Tettoni, 1996). Nama Dendrobium berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata dendron artinya pohon dan biein artinya untuk hidup. Secara keseluruhan Dendrobium berarti tanaman yang hidup pada pohon. GenusDendrobium diperkenalkan oleh seorang botanist Swedia, Olaf Swarts pada tahun 1800.Botanist tersebut
mendiskripsikannya dalam sembilan spesies. Dendrobium tumbuh di AsiaTenggara, Himalaya (Nepal dan Sikkim), Birma, propinsi Moulmein, India Barat Daya, Ceylon, Malaysia, Filipina, Indonesia, New Guinea, Australia, Cina dan Jepang (Widiastoety. 1997).
Bentuk daun anggrek bermacam-macam dari sempit memanjang, pensil, bulat, bulat-lonjong, bulat telur, mata lembing/lanset, jantung dan masih banyak lagi variasi lainnya. Seperti umumnya tumbuhan monokotil, daun anggrek memiliki tulang daun yang sejajar dengan helaian daun dan tidak memiliki pertulangan yang bercabang. Tebal daun bervariasi dari tipis hingga tebal berdaging (sukulen). Pada setiap bukunya, daun melekat berselang-seling atau berpasangan dan setiap buku terdapat dua helai daun yang berhadapan (Widiastoety. 1997). Dendrobium mempunyai daun yang tebal (Hew dan Yong, 1996). Bentuk daun pada Dendrobium bigibbum dan Dendrobium phalaenopsis hampir sama, bentuk daunnya besar di bagian pangkal dan mengecil di bagian ujung. Panjang daunnya dapat mencapai 10 cm (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004).
Ciri lain dari tanaman anggrek Dendrobium sp. adalah mempunyai pseudobulbstegak lurus dengan daun dalam dua baris. Pseudobulbs biasanya membesar pada bagian paling dasar dan bagian tengah. Daun pada bagian paling bawah dari pseudobulbs adalah kecil atau tidak ada (Sutiyoso, Y. 2005).
Dendrobium sp. termasuk dalam tipe anggrek epifit yang dapat tumbuh pada pohon maupun batu, dengan beberapa akarnya menggantung di udara . Akar anggrek epifit umumnya lunak dan mudah patah, ujung runcing, berklorofil, licin dan memiliki daya lekat. Rambut-rambut pendek yang melekat pada bagian akar digunakan untuk menyerap air dan hara (Syuhud, P. 2008.).
Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi                : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Orchidales
Famili              : Orchidaceae
Subfamili         : Epidendroideae
Suku                : Epidendreae
Subsuku          : Dendrobiinae
Genus              : Dendrobium
Genus Dendrobium mempunyai keragaman yang sangat besar, baik habitat, ukuran, bentuk pseudobulb, daun maupun warna bunganya. Spektrum penyebarannya luas, mulai dari daerah pantai sampai pegunungan. Tersebar di India, Sri Lanka,Cina Selatan, Jepang ke selatan sampai Asia Tenggara hingga kawasan Pasifik, Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Tumbuh baik pada ketinggian 0−500 m dpl dengan kelembapan 60−80%. Budi daya anggrek yang paling mudah adalah yang berasal dari tempat asalnya (Lingga, P. dan Marsono. 2001).
Persyaratan tumbuh setiap jenis anggrek berbeda-beda, tetapi semua jenis memerlukan aliran udara yang selalu bergerak. Manfaat aliran udara ini untuk mencegah timbulnya penyakit akibat lingkungan yang terlalu basah, menurunkan suhu udara pada siang hari yang panas, dan membawa unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti CO2, N2, dan air (Setiawan, 2005).
Anggrek Dendrobium merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis yang membutuhkan sinar matahari dan temperatur yang cukup panas, tidak seperti anggrek tertentu yang hanya cocok di daerah dingin seperti Paphiopedillum. Dendrobium membutuhkan cahaya 50-60% dan suhu 28-30oC dengan suhu minimal 15oC (Anggrek.org., 2005). Sedangkan lingkungan yang dikehendaki anggrek ini tidak terlalu basah tetapi membutuhkan kelembaban yang tinggi yaitu 65%-70%. Apabila keadaan media terlalu basah dapat menyebabkan tunas atau daun menjadi busuk (Kartiman, R. 2004). Kebutuhan lingkungan tumbuh tersebut dapat diatasi dengan pemberian naungan dan pengabutan dengan sprayer.
Pertumbuhan anggrek Dendrobium optimal pada ketinggian kurang dari 400 mdpl walaupun pada ketinggian yang lebih tinggi masih dapat tumbuh dan berbunga (Setiawan, 2005)
Lingkungan tumbuh Dendrobium tersebut merupakan daerah yang cukup panas. Umumnya Dendrobium hanya disiram pada saat hari cerah, saat mendung, hujan atau berkabut tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman pada saat media anggrek telah kering merupakan waktu yang tepat (Lingga, P. dan Marsono. 2001).

2.1 KULTUR JARINGAN
 Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari wortel (animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Kultur jaringan, cara ini disebut juga cara non konvensional karena membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk memulai dan melakukannya, juga dibutuhkan pengetahuan yang lebih rumit. Perbanyakan ini menggunakan bagian kecil dari tanaman (dapat berupa daun, akar, ujung batang, atau bunga) yang ditanam dalam kondisi aseptik dan lingkungan yang terkendali (Wattimena et al., 1992)
Perkembangan kultur jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara lain, bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek. Keadaan ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek yang sangat sedikit mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan investasi yang besar untuk membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok untuk perusahaan.
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu baru yang utuh. Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang artinya total genetic potential atau setiap sel dari tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS (Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10 %). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%). Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan Nikmatullah, 2006).


  
BAB III
PEMBAHASAN

            Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.

 Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
1. Perbanyakan cepat dari klon Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
2. Keseragaman genetik.
Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormone dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut „variasi somaklonal‟.
3. Kondisi aseptik
Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas pathogen
4. Seleksi tanaman
Adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relative kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakkuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormone) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
5. Stok mikro
Memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6. Lingkungan terkontrol
7. Konservasi genetik
Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
8. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9. Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10. Produksi tanaman sepanjang tahun.
11. Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.

Pemanfaatan metode kultur jaringan tanaman anggrek mulai diterapkan pada perusahaan anggrek milik Everest Me Dede pada tahun 1950, tetapi tidak dilaporkan secara luas pada waktu itu ( Bergman, 1972). Kultur jaringan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil-kecil yang banyak jumlahnya dan bebas dari virus. Berdasarka percobaan inilah digunakan teknik kultur jaringan anggrek untuk memperoleh klon-klon yang bebas dari virus.
Bahan –bahan yang digunakan untuk kultur jaringan yang diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman. Syarat yang harus dipenuhi dalam memilih bahan yang digunakan untuk kultur jaringan ialah : jaringan yang sedang aktif pertumbuhannya, seperti tunas, daun, mata tunas, tangkai tunas dan ujung akar. Bahan yang baik adalah bahan yang diambil semuda mungkin,  bahan yang diambil perlu dijaga sterilitasnya. Hal ini disebabkan kebersihan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh gagal atau tidaknya menjaga sterilitasnya
( Soeryowinoto, 1977). Eksplan yang diambil dari tunas anggrek berasal dari bagian terujung meristem apikal atau tunas ketiak sebesar 4-10 cm, selain itu eksplan anggrek juga dapat diperoleh dari biji tanaman anggrek yang keluar pada bagian atas. Media kultur jaringan memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan jaringan yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Gula sebagai pengganti karbon, juga tersusun dari vitamin-vitamin, asam amino, zat pengatur tubuh, bahan pemadat berupa agar dan senyawa-senyawa komplek alamiah ( Winata,1988).
Sutji (1988) mengatakan unsur-unsur hara merupakan unsur makro dan unsur mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Cu, Mn, Zn, Mo dan Co. Masing- masing unsur tersebut mempunyai peranan penting didalam pembentukan klorofil,protein, mempertinggi aktivitas enzim, mengaktifkan pembentukan jaringan meristematik, translokasi karbohidrat dan lain-lain. Selanjutnya dikatakan bahwa karbohidrat disamping sumber energi terhadap tanaman, juga merupakan sumber nutrisi yang berperan terhadap pertumbuhan kultur sel tanaman. Juga merupakan sumber nutrisi yang berperan terhadap pertumbuahan kultur sel tanaman. Sumber karbon ini digunakan sebagai penghasil energi dalam proses respirasi,pertumbuhan sel-sel baru dan dalam konsentrasi yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan akar
Kondisi lingkungan kultur jaringan memrupakan faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan. Menurut Sutji ( 1988) faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain, cahaya, temperatur dan pH media. Perana cahaya terhadap pertumbuhan ditentukan oleh lamanya penyinaran. Intensitas cahaya yang baik dari lampu antara 100-400 Ft-0. Untukpembentukan tunas dan akar diperlukan tunas dan akar pada PLB anggrek diperlukan penyinaran optimum 16 jam per hari.
Sutji (1988) mengatakan pertumbuhan kultur jaringan memerlukan temperatur tertentu. Secara umum kultur jaringan tumbuh dengan baik pada temperatur 20 C sampai 28 C. Untuk mengontrol temperatur ruangan kultur jaringan dibantu dengan AC.       

 BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
  - untuk kesimpulan sobat sekalian silahkan simpulkan sendiri
 - untuk menyimpulkan hendaknya sobat harus mengacu dari tujuan penulisan makalah, yaitu        
    menjawab rumusan masalah yang ada
-  selain itu hendaknya tidak melenceng dengan isi pembahasan
-  selamat menyimpulkan
2. Saran
   - dalam saran hendaknya sobat menyarankan berkenaan dengan tindak lanjut dari makalah ini
  - harapan sobat mengenai tanaman anggrek
 - selamat memberi saran

DAFTAR PUSTAKA

Anggrek.org. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek. http://www.anggrek.org/ budidaya tanaman-anggrek.html. 8 November 2008.
Baker K. F. and Cook R. J. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. 433 p.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2004. Peluang ekspor produk florikultura.Makalah pada Seminar Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Teknologi agribisni tanaman hias. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Nilai ekspor impor beberapa tanaman pangan dan hortikultura 1999-2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Kartiman, R. 2004. Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh dan potongan protocorm like bodies untuk perbanyakan anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea) dengan metode kultur jaringan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 146 hal.
Sandra, E. 2003. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Depok. 80hal.
Setiawan, H. 2002. Usaha Pembesaran Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
Syuhud, P. 2008. Macam-macam Media Anggrek. http://iswaraorchid. wordpress.com/category/anggrek/. 8 November 2008.
Sumarno. 2004. Potensi florikultura untuk usaha agribisnis di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi Horikultura.
Sutiyoso, Y. 2005. Peluang bisnis anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widiastoety. 1997. Peningkatan produktivitas dan mutu bunga anggrek. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

No comments:

Post a Comment