berikut laporan praktikum suksesi yang di sadur dari luroh......semoga bisa bermanfaat , silahkan bergabung dengan blog ini atau berkomentar mengenai blog ini...trims
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keteraturan
ekosistem menunjukkan, ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan
tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis, melainkan dinamis. Ia
selalu berubah-ubah. Kadang-kadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil.
Perubahan itu terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia
(Soemarwoto, 1983).
Suksesi
merupakan proses perubahan yang berlangsung secara beruntun dari komunitas
tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi lahan hidup di kawasan yang
gersang dan kerdil menjadi komunitas belukar dan kemudian menjadi hutan dengan
biomassa lebih berat, setelah kawasan itu cukup subur untuk mendukung kehidupan
yang lebih kaya raya serta anekaragam. Pohon kaya di dalam hutan jauh lebih
besar dengan komunitas asalnya yang hanya terdiri atas jenis tumbuhan herba
seperti lumut kerak, lumut daun, paku-pakuan, dan sebagainya (Suharno, 1999)
Barangkali
yang paling kontroversial dari kecenderungan suksesional menyinggung
keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau
nisbah luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari
perkembangan komunitas. Perilaku komponen “kemerataan” dari keanekaragaman
kurang dikenal dengan baik. Sementara peningkatan keanekaragaman jenis
bersama-sama dengan penurunan dominansi oleh salah satu jenis atau kelompok
kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau penurunan redunansi) dapat
diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula perubahan komunitas
lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini (Odum, 1996).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan
yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh suksesi
tumbuhan rumput – rumputan disekitar kampus UNTAN.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seorang ahli biologi menyatakan bahwa suksesi adalah
perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem yang berlangsung bertahap- tahap
dalam waktu yang lama. Namun yang dianut oleh ahli- ahli ekologi sekarang
adalah pandangan yang mengatakan bahwa suatu komunitas adalah merupakan suatu
gabungan dari beberapa organisme. Organisme dalam suatu komunitas saling
berhubungan, karena melalui proses- proses kehidupan yang saling berinteraksi.
Lingkungan disekitarnya sangat penting karena mempengaruhi kehidupan organisme.
Jika organisme tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka akan
berakibat fatal bagi organisme itu. Misalnya, tanah penting untuk tumbuhan
hidup karena mengandung mineral juga merupakan media bagi air dan sebagai
tempat tumbuhnya akar. Sebaliknya tanah juga dapat dipengaruhi oleh tumbuhan,
dapat mengurangi jumlah mineral dalam tanah dengan akar- akar tanaman yang
menembus tanah yang hanya mengandung beberapa zat organik (Resosoedarmo, 1989).
Para ahli biologi mencoba memberi nama pada berbagai
komunitas. Nama ini harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat komunitas
itu. Mungkin cara yang sederhana adalah memberi nama dengan menggunakan
kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas itu. Kebanyakan
orang dapat membayangkan apa yang dimaksud jika kita berbicara mengenai “hutan”
atau “padang rumput”. Nama ini menunjukkan bentuk dan wujud komunitas ini dalam
keseluruhannya. Sering kali di dalam suatu komunitas terdapat satu atau dua
tumbuhan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan ini merupakan wujud yang
khas daripada komunitas ini. Organisme yang memberi wujud khas kepada suatu
komunitas dinamakan suatu spesies dominan dalam komunitas ini (Wirakusumah, 2003).
. Proses
perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur
disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah
komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks
ini komunitas telah mencapai homeostatis (Desmukh, 1992).
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat
berdasarkan:
- Bentuk atau struktur utama
seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator lainnya seperti hutan
pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan dipterocarpaceae. Dapat juga
berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil, di Indonesia
hutan ini banyak di Flores.
- Berdasarkan habitat fisik
komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir,
komunitas lautan dan sebagainya.
- Berdasarkan sifat-sifat atau
tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan
sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik
dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata sepanjang tahun dan disebut
hutan hujan
tropik.
Di antara banyak
organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies atau grup yang
memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan
komunitas. Kepentingan relatif organisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan
oleh posisi taksonominya, namun oleh jumlah, ukuran, produksi dan hubungan
lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks
keunggulannya. Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau
bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis
komunitas dapat dilakukan pada setiap lokasi tertentu berdasarkan perbedaan
zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam
gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam
terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungannya
(Michael,
1994).
Vegetasi yang terdapat di alam kebanyakan
komunitas hutan mempunyai suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan,
daun-daun, cabang-cabang dan bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan
lain-lain tumbuhan membentuk beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki
produsen, konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat tiap
lapisan pun berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan hujan
yang diterima lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan
tanah hutan juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat
daun-daun, ranting- ranting dan kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki
organisme yang khas, demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan.
Jumlah dan banyaknya spesies sering kali lebih besar dalam suatu ekoton
daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat suatu komunitas yang terdiri
dari mikroorganisme, lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat bermacam-macam
kumbang, kutu daun, belalang dan mungkin ular ( Sastrodinoto,
1980).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini antara lain parang, meteran, dan cangkul.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tali rafia dan kayu pancang.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tali rafia dan kayu pancang.
3.2 Cara Kerja
Prosedur
kerja yang dilakukan pada praktikum suksesi adalah sebagai berikut :
3.2.1. Menetapkan lahan yang akan digarap,
kemudian mencatat data awal kondisi lingkungan dan vegetasi dari lahan
tersebut.
3.2.2. Membersihkan lahan garapan dengan
cangkul dari rumput-rumputan dan tumbuhan yang hidup pada lahan tersebut.
3.2.3. Petak lahan berukuran 2 x 2 m2 dibagi-bagi menjadi 4 petak kecil yang berukuran 1 x 1 m2 , dengan menggunakan meteran dan dibatasi oleh tali rafia. Selanjutnya membiarkan petak pengamatan tersebut selama satu minggu.
3.2.4. Setelah satu minggu mengamati jenis tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing petak dan mencatat mengenai jumlah dan jenis tumbuhan yang ada.
3.2.3. Petak lahan berukuran 2 x 2 m2 dibagi-bagi menjadi 4 petak kecil yang berukuran 1 x 1 m2 , dengan menggunakan meteran dan dibatasi oleh tali rafia. Selanjutnya membiarkan petak pengamatan tersebut selama satu minggu.
3.2.4. Setelah satu minggu mengamati jenis tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing petak dan mencatat mengenai jumlah dan jenis tumbuhan yang ada.
3.2.5. Pengamatan petak percobaan
dilakukan setiap minggu selama 5 minggu.
3.2.6. Mencatat perubahan komposisi
tumbuhan tersebut dan membandingkan hasil pengamatan dari setiap minggu.
3.2.7. Setelah 8 minggu, menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting dari kondisi vegetasi sebelum dan sesudah suksesi dengan menggunakan rumus.
3.2.7. Setelah 8 minggu, menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting dari kondisi vegetasi sebelum dan sesudah suksesi dengan menggunakan rumus.
3.3 Analisis Data
Jumlah
individu
a. Kerapatan (K)
= Luas area sampel
Kerapatan
jenis
b. Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan
seluruh jenis x 100 %
Individu
yang terdapat dalam plot
c..Frekuensi
(F) = Luas area sampel
Frekuensi Jenis
Frekuensi Jenis
d. Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi seluruh jenis x 100 %
e. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR
Pembahasan
Empat
macam spesies pada saat sebelum sukesi, yaitu Graminae, Cyperus sp.,
Paspalum, dan Colocasia esculenta. Dari keempat spesies
tersebut, tumbuhan Graminae paling mendominasi dengan jumlah sebanyak 80-90%
seluruh jenis pada tiap plot.Setelah dilakukan sukesi dan dibiarkan selama satu
minggu, ternyata tumbuhan yang pertama kali tumbuh adalah Graminae, Cyperus sp.,
Paspalum, dan Spesies 1. Ini menunjukkan bahwa Graminae, Cyperus sp.,
Paspalum, dan Spesies 1 bertindak sebagai tumbuhan perintis (pionir). Setelah
itu baru kemudian tumbuh Spesies 2. Setelah 5 minggu, kita dapat mengamati
bahwa telah terjadi suksesi pada lahan garapan, yang ditandai dengan
terbentuknya komunitas baru.
Komunitas
baru yang terbentuk ini terdiri dari 2 macam spesies, yaitu Spesies 1 dan
Spesies 2. Komunitas ini berbeda dengan komunitas awal yang terdiri dari 4
jenis spesies. Dari komunitas awal, jenis spesies yang kembali tumbuh pada
komunitas baru adalah Graminae, Cyperus sp., dan Paspalum.
Sedangkan Colocasia esculenta tidak tumbuh lagi.
Spesies 1 dan Spesies 2 yang tumbuh pada komunitas baru merupakan jenis
tumbuhan yang berasal dari komunitas awal. Ini menunjukkan bahwa suksesi yang
terjadi pada lahan garapan adalah suksesi sekunder, yaitu suksesi yang terjadi
jika suatu komunitas baru muncul dan berkembang pada habitat yang pernah
ditumbuhi oleh komunitas lain. Selain itu, bibit atau benih Spesies 1 dan
Spesies 2 yang tumbuh pada komunitas baru bukan berasal dari habitat awal lahan
tersebut.
Indeks
Nilai Penting (INP) dari komunitas baru yang tumbuh akibat proses suksesi
sekunder. INP disini berdasarkan grafik juga berkaitan erat dengan kerapatan
relatif dan frekuensi relatif dari vegetasi Spesies 1 dan Spesies 2. Pertama
kita lihat data kondisi vegetasi sebelum terjadi suksesi. Dari hasil
pengamatan, kita dapat melihat bahwa tumbuhan Graminae memiliki INP yang paling
tinggi dibanding tumbuhan Cyperussp., Paspalum, dan Colocasia esculenta.
Berbeda pada data kondisi vegetasi setelah terjadi suksesi. Paspalum memiliki
INP yang lebih tinggi dibanding dengan Graminae, yaitu sebesar 256,87 %.
Sedangkan INP Graminae hanya sebesar 182,76%.
Tumbuhan Paspalum memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi yang relatif lebih tinggi dibanding spesies yang lain, sesudah suksesi. Tumbuhan Paspalum bersifat dominan atau mendominasi pada lahan tersebut, sehingga memiliki frekuensi jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibanding spesies lain. Paspalum juga memiliki tingkat kerapatan populasi yang relatif tinggi dibanding spesies lain.
Tumbuhan Paspalum memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi yang relatif lebih tinggi dibanding spesies yang lain, sesudah suksesi. Tumbuhan Paspalum bersifat dominan atau mendominasi pada lahan tersebut, sehingga memiliki frekuensi jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibanding spesies lain. Paspalum juga memiliki tingkat kerapatan populasi yang relatif tinggi dibanding spesies lain.
Paspalum
tumbuh kembali dan mendominasi pada komunitas baru. Dengan demikian, Paspalum
memiliki INP yang lebih tinggi dibandingkan Spesies 1 dan Graminae, yaitu
sebesar 256,87%. Sedangkan INP Spesies 1 hanya 224,01%, Graminae 182,76% dan
Spesies 2 hanya 128, 36% . Hal ini menunjukkan bahwa Paspalum mendominasi pada
komunitas baru. Selain itu, Paspalum juga merupakan tumbuhan perintis (pionir)
yang pertama kali tumbuh pada lahan tersebut. Sehingga lama kelamaan jumlahnya
semakin bertambah dari minggu ke minggu. Paspalum dan Graminae dapat tumbuh kembali
karena mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Sedangkan spesies
lainnya yang tumbuh pada komunitas awal tidak dapat tumbuh kembali karena tidak
mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.
BAB V
KESIMPULAN
Dari
hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pengaruh Graminae kurang dominan pada saat keadaan setelah terjadinya suksesi.
Akan tetapi jenis rumput lainnya seperti Paspalum memberikan pengaruh yang
cukup signifikan terhadap jenis vegetasi dan dominansi pada lahan di sekitar
kampus UNTAN.
DAFTAR PUSTAKA
Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi
Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.
Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
Soeriatmadja, R. E., 1977, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung.
Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan, UI Press, Jakarta.
Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
Soeriatmadja, R. E., 1977, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung.
Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan, UI Press, Jakarta.
Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi
Tropika. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Irwan, Z. O.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan
Organisasi Ekosistem,
Komunitas,
Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Michael, P.1994.
Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan
Laboratorium. Jakarta: UI Press.
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar
Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. PT.
Gramedia.Jakarta.
No comments:
Post a Comment