berikut makalah matematika yang berjudul
" Pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik "
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Matematika itu sulit, Begitu kesan yang beredar di antara sebagian
besar siswa dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, bahkan mahasiswa
pun seringkali memiliki kesan serupa. Bukan tidak mungkin Anda sendiri mempunyai
kesan yang sama tentang matematika. Kesan ini diyakini sebagai salah satu
penyebab kurang berminatnya sebagian besar siswa untuk belajar matematika.
Banyak upaya sudah dilakukan orang untuk membuat matematika menjadi pelajaran
yang menyenangkan. Berbagai metode dan pendekatan belajar telah dikembangkan
untuk membuat siswa menyenangi matematika. Pendekatan matematika realistik,
Merancang pembelajaran matematika, dan Melaksanakan pembelajaran adalah salah
satu pendekatan belajar matematika yang dikembangkan untuk mendekatkan
matematika kepada siswa. Masalah-masalah nyata dari kehidupan sehari-hari
digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk menunjukkan bahwa
matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Benda-benda nyata yang
akrab dengan kehidupan keseharian siswa dijadikan sebagai alat peraga dalam
pembelajaran matematika.. Penelitian-penelitian di bidang ini telah
menghasilkan laporan yang cukup menggembirakan. Siswa menjadi lebih tertarik
dan senang belajar matematika serta menunjukkan peningkatan hasil belajar yang
cukup memuaskan.
B. Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini agar siswa SD lebih mengerti
dan faham konsep dasar-dasar matematika. Dengan adanya makalah ini dibuat untuk
membantu proses pembelajaran matematika di SD serta meningkatkan kualitas
pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan
Matematika Realistik
1.
Konsep
– Konsep Dasar Pendekatan Matematika Realistik
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan
matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang
dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal
Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan
pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan
manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan
matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide
dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini
matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah
(Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi
harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di
bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui
penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi, 2005). Di sini dunia nyata
diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti
kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat
dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada
hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi,
yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Selanjutnya, oleh Treffers
(dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi dibedakan menjadi dua,
yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu
(subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya
dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa
memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya, dan bila diberi
kesempatan mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang
matematika. Melalui eksplorasi berbagai masalah, baik masalah kehidupan
sehar-hari maupun masalah matematika, siswa dapat merekonstruksi kembali
temuan-temuan dalam bidang matematika. Jadi, berdasarkan pemikiran ini konsepsi
siswa dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut (Hadi, 2005):
1.
Siswa
memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya;
2.
Siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya
sendiri;
3.
Siswa membentuk
pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi,
modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan ;
4. Siswa
membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam pengalaman yang
dimilikinya;
5. Siswa
memiliki kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matematika tanpa memandang
ras, budaya, dan jenis kelamin.
Dua catatan terakhir di atas mengisyaratkan bahwa secara prinsip
pendekatan matematika realistik merupakan gabungan pendekatan konstruktivisme
dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk
(mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika, melalui
penyelesaian masalah dunia nyata (kontekstual). Untuk lebih jelasnya, berikut
ini disajikan secara singkat teori dan prinsip dasar pendekatan konstruktivisme
dan kontekstual.
2. Implementasi Pendekatan
Matematika Realistik
Sebelum kita mengimplementasikan pendekatan
matematika realistik, marilah kita terlebih dahulu melihat kembali
karakteristik pendekatan ini. Di sini kita akan menggunakan 5 (lima)
karakteristik utama pendekatan matematika realistik sebagai pedoman dalam merancang
pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah sebagai berikut:
1.
Pembelajaran harus dimulai dari
masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik
awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat
dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.
2.
Dunia abstak dan nyata harus
dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus
dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam
kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di
tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari
bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
3.
Siswa dapat menggunakan
strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia
mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja
mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.
4.
Proses pembelajaran harus
interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan
siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Di sini
siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan
menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.
5.
Hubungan di antara
bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah
dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait
dalam penyelesaian masalah.
A.
Merancang Pembelajaran Matematika
1.
Pengertian dan Ciri- ciri pembelajaran matematika
a.
Pengertian Pembelajaran Matematika
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran merupakan salah satu perencanaan proses
pembelajaran
yang harus dibuat atau dipersiapkan oleh guru sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, penting
bagi guru untuk dapat menyusun merancang pembelajaran sesuai prinsip-prinsip
pengembangannya
Rencana Pembelajaran Matematika adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam
silabus. Lingkup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu)
kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator
untuk 1 (satu) kali pertemuanatau lebih. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
sekurang-kurangnya
memuat
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar.
b.
Ciri-Ciri
Pembelajaran
Ciri-ciri pembelajaran Matematika, yaitu :
v Materi
pembelajaran berdasarkan/bertolak dari masalah konsektual dalam kehidupan
sehari-hari.
v Siswa
menemukan konsep sendiri untuk menyelesaikan masalah konsektual dengan bantuan
guru dan diskusi kelas
v Siswa
bebas memilih cara menyelesaikn soal sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
v Adanya
interaksi dan negoisasi antara siswa dan guru tentang cara penyelesaia
masalah/soal
2.
Langkah –langkah Menyusun Pembelajar Matematika
Uraian di atas jelas menggambarkan langkah-langkah pembelajaran
matematika realistik. Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika
realistik dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002):
1. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan
ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan
Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran
yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa
diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran
Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai
dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok.
Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan
siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan
terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya
diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan
strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui
diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada
akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk
matematika formal.
Sekarang marilah kita perhatikan contoh bagaimana langkah-langkah
ini diterapkan dalam sebuah pembelajaran matematika. Misalnya, topik yang akan
diajarkan adalah bilangan pecahan. Salah satu kompetensi yang akan dicapai
dalam topik ini adalah ”menjelaskan arti pecahan dan membandingkannya.” Kita
dapat menggunakan kue yang berbentuk bulat dan tipis, seperti serabi, atau
kertas berbentuk lingkaran yang sama besar.
.
1. Persiapan
Sebagai
persiapan, guru mempelajari terlebih dahulu arti pecahan dan cara mengurutkannya.
Setelah menetapkan masalah kontekstual yang akan dipakai untuk memulai
pembelajaran, guru menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Di sini kita akan
menggunakan masalah membagi kue serabi, sehingga guru harus menyediakan
beberapa lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai model kue
serabi. Selanjutnya guru menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan
di kelas. Berbagai strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam kegiatan
pembelajaran sebaiknya sudah diantisipasi pada langkah ini, sehingga guru bisa
mengendalikan proses pembelajaran di kelas.
2.
Pembukaan
Pada
awal pembelajaran, guru menceritakan kepada siswa bahwa seorang ibu ingin
membagi 3 potong kue serabi kepada 4 orang anaknya sedemikian rupa sehingga
setiap anak mendapat bagian yang sama. Setelah itu, guru mengelompokkan siswa
ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota masing-masing 4 orang. Setiap
kelompok diberi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran yang sama besar sebagai
model kue serabi dan sebuah gunting, lalu diminta membagi 3 lembar kertas
berbentuk lingkaran itu di antara mereka sehingga setiap anggota menerima
bagian yang sama besar. Guru memberi waktu kepada setiap kelompok untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri. Setelah waktu yang
diberikan habis, setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyajikan cara yang
mereka tempuh untuk menyelesaikan masalah, sedangkan kelompok lain memberi
kritik dan saran. Kemudian siswa dikelompokkan menjadi kelompok dengan anggota
masing-masing 5 orang dan diminta membagi 3 lembar kertas berbentuk lingkaran
menjadi lima bagian yang sama seperti sebelumnya. Lalu siswa diminta
membandingkan potongan mana yang lebih besar (3 lembar kertas berbentuk
lingkaran dipotong 4 atau dipotong 5).
3. Proses pembelajaran
Pada
saat pembelajaran berlangsung guru hanya memperhatikan kegiatan setiap kelompok
membagi ”kue” yang diberikan dan memberi bantuan jika diperlukan. Kemudian guru
memberi kesempatan kepada wakil setiap kelompok untuk menyajikan cara mereka
membagi ”kue” dan kelompok lain memberi kritik dan saran. Selain itu, siswa
juga diminta mendiskusikan potongan mana yang lebih besar (”kue” yang dibagi 4
atau yang dibagi 5). Guru mengarahkan siswa dalam diskusi
kelas
untuk membuat kesimpulan bersama tentang arti bilangan pecahan dan cara
mengurutkannya.
4.Penutup
Sebagai
penutup, siswa diminta mengerjakan soal dan diberi pekerjaan rumah yang
berkaitan dengan materi perbandingan pecahan. Pada akhir pelajaran guru
mengajak siswa bersama-sama menyimpulkan apa yang sudah mereka kerjakan dan
pelajari saat itu.
C. Melaksanakan pembelajaran
1.
Keterampilan Membuka dan Menutup Pembelajaran
b.
Keterampilan Membuka Pembelajaran
Keterampilan membuka
pelajaran adalah kegiatan yang dilakuka oleh guru untuk mempersiapkan mental
dan menimbulkan perhatian siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa terpusat pada
hal-hal yang akan dipelajari. Kegiatan membuka pelajaran semacam itu tidak saja
harus dilakukan guru pada awal jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap
penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu.
Untuk menyiapkan mental siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari, guru dapat
melakukan usaha-usaha dengan memberi acuan dan membuat kaitan antara materi
pelajaran yang telah dikuasai siswa dengan bahan baru yang akan dipelajari.
Siswa yang mentalnya siap untuk belajar adalah mereka yang telah mengetahui
tujuan pelajaran, mengetahui masalah-masalah pokok yang harus diperhatikan,
mengetahui langkah-langkah kegiatan belajar yang akan dilakukan, dan mengetahui
batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk menguasai pelajaran tersebut.
Untuk menimbulkan perhatian dan motivasi siswa terhadap hal-hal yang akan dipelajari,
guru dapat melakukan usaha-usaha menimbulkan rasa ingin tahu, bersikap hangat
dan antusias, memvariasikan cara mengajarnya, menggunakan alat-alat bantu
mengajar, memvariasikan pola interaksi dalam kelas, dan sebagainya. Siswa yang
perhatian motivasinya telah timbul nampak asyik dalam melakukan tugas, semangat
dan kualitas responnya tinggi, ada pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan,
dan cepat mereaksi terhadap saran-saran guru.
Kegiatan membuka pelajaran tidak mencakup urut-urutan
kegiatan rutin seperti menertibkan siswa, mengisi daftar hadir, menyampaikan
pengumuman, menyuruh menyiapkan alat-alat pelajaran dan buku-buku yang akan
dipakai dan lain sebagainya yang tidak berhubungan dengan penyampaian materi
pelajaran. Kegiatan membuka pelajaran ada kaitannya langsung dengan penyampaian
materi pelajaran.
Penerapan
keterampilan membuka pelajaran pada awal suatu jam pelajaran atau pada setiap
penggal kegiatan dalam inti pelajaran, guru harus melakukan kegiatan membuka
pelajaran. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran itu meliputi:
menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberikan acuan dan membuat
kaitan. Tiap komponen terdiri dari beberapa kelompok aspek dan kegiatan yang
saling berhubungan. Sebagai keterampilan maka sifatnya integratif dan ada
beberapa komponen yang tumpang tindih.
c. Keterampilan Menutup Pelajaran
Kegiatan menutup
pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk me-ngakhiri kegiatan inti
pelajaran. Usaha menutup pelajaran tersebut dimaksudkan untuk memberikan
gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat
pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar. Usaha-usaha yang
dapat dilakukan guru antara lain adalah merangkum kembali atau menyuruh siswa
membuat ringkasan dan mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran yang baru
diberikan. Seperti halnya kegiatan membuka pelajaran, kegiatan menutup
pelajaran ini harus dilakukan guru tidak saja pada akhir jam pelajaran tetapi
juga pada akhir setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan
selama jam pelajaran itu. Seperti halnya kegiatan membuka pelajaran, kegiatan
menutup pelajaran juga tidak mencakup urut-urutan kegiatan rutin seperti
memberi tugas dirumah, tetapi kegiatan yang ada kegiatan langsung dengan
penyampaian materi pelajaran.
Namun
demikian, dalam pembelajaran guru sering tidak melakukan usaha membuka dan
menutup pelajaran tersebut. Setelah melakukan tugas rutin seperti menenangkan
kelas, mengisi daftar hadir, menyuruh siswa menyiapkan alat-alat pelajaran guru
langsung saja masuk pada kegiatan inti pelajaran. Misalnya guru berkata:
“Anak-anak hari ini pak guru akan mengenalkan macam-macam bangun ruang, bangun
ruang adalah ...” Setelah pelajaran usai guru tidak melakukan usaha menutup
pelajaran. Ia langsung berkata: “Anak-anak waktunya sudah habis, pelajaran ini
kita lanjutkan besok. Selamat siang anak-anak. Selain itu, dalam inti pelajaran
yang bermaksud mengajarkan macam-macam bangun ruang dengan sifat-sifatnya, guru
menerangkan terus sampai selesai tanpa ada usaha merangkum ciri-ciri bangun
ruang. Disamping itu, guru juga tidak melakukan kegiatan membuka pelajaran
sebelum menerangkan pengertian bangun ruang. Prosedur mengajar demikian itu
tidak memungkinkan mental siswa siap untuk menerima pelajaran dan perhatian
siswa belum terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Sebagai akibatnya
adalah siswa akan merasa bahwa pelajaran yang diterimanya membosankan, tidak
bermakna baginya, sukar dipahami, dan mereka akan tidak berusaha keras untuk
memahaminya.
Ada berbagai alasan mengapa guru
tidak melakukan kegiatan membuka dan menutup pelajaran antara lain karena lupa,
tidak ada waktu, atau memang belum mempunyai keterampilan untuk
melaksanakannya. Karena pentingnya fungsi membuka dan menutup pelajaran ini
dalam pembelajaran, maka sangat perlu bagi setiap guru untuk memperoleh
pengalaman serta latihan yang intensif dalam membuka dan menutup pelajaran.
Menjelang akhir dari suatu pelajaran
atau pada akhir setiap penggal kegiatan, guru harus melakukan kegiatan menutup
pelajaran. Hal ini harus dilakukan agar siswa memperoleh gambaran yang utuh
tentang pokok-pokok materi pelajaran yang telah dipelajari. Menurut Abimanyu
(1985) cara-cara yang dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran ini adalah
sebagai berikut:
A. Meninjau
Kembali
Menjelang
akhir suatu jam pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan, guru
meninjau kembali apakah inti pelajaran yang diajarkan telah dikuasai siswa. Ada
dua cara meninjau kembali penguasaan inti pelajaran itu, yaitu merangkum inti
pelajaran dan membuat ringkasan.
B. Merangkum inti pelajaran.
Pada
dasarnya kegiatan merangkum inti pelajaran ini terdapat sepanjang proses
pembelajaran. Misalnya, pada saat guru selesai menjelaskan ciri-ciri bangun
ruang kubus, atau jika guru membuat kesimpulan secara lisan hasil diskusi yang
ditugaskan pada siswa, setelah selesai sejumlah pertanyaan dijawab oleh siswa,
pada saat menjelang pergantian topik bahasan, dan tentu saja pada saat
pembelajaran akan diakhiri. Selain guru, siswa dapat juga diminta untuk membuat
rangkuman secara lisan. Tetapi jika rangkuman yang dibuat oleh siswa itu salah
atau kurang sempurna, guru harus membetulkan atau menyempurnakan rangkuman itu.
C. Membuat ringkasan
Cara
lain yang dapat ditempuh untuk memantapkan pokok-pokok materi yang diajarkan
adalah membuat ringkasan. Selain manfaat tersebut, dengan ringkasan itu siswa
yang tidak memiliki buku sumber atau siswa yang lambat belajar dapat
mempelajarinya kembali. Pembuatan ringkasan itu dapat dilakukan oleh guru,
dapat pula dilakukan oleh siswa secara perorangan atau kelompok, dan dapat pula
dilakukan oleh guru dan siswa bersama-sama. Misalnya, setelah pelajaran
statistika tentang pengumpulan dan pengolahan data selesai, siswa diminta
membuat ringkasan cara mengolah data yang telah dikumpulkan siswa melalui
percobaan. Hasil diskusi tersebut ditulis di kertas lebar dan menempelkannya di
dinding atau di papan tulis serta mengemukakan hasil rumusan kelompok itu ke
seluruh kelas untuk memperoleh tanggapan.
D. Mengevaluasi
Salah satu upaya untuk mengetahui
apakah siswa sudah memperoleh wawasan yang utuh tentang suatu konsep yang
diajarkan selama satu jam pelajaran atau sepenggal kegiatan tertentu adalah
dengan penilaian. Untuk maksud tersebut guru dapat meminta siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan secara lisan atau mengerjakan tugas-tugas. Misalnya,
setelah guru selesai menerangkan konsep matematika, guru meminta siswa untuk mengerjakan
soal di papan tulis setelah guru menerangkan penjumlahan dua pecahan lalu siswa
disuruh menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan penjumlahan pecahan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil
penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik
pada pokok bahasan operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat ternyata
mampu meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa kelas membuat siswa menyukai, merasa senang, dan
senantiasa bersemangat untuk belajar matematika.
Penerapan pendekatan matematika realistik pada pokok bahasan operasi
perkalian dan pembagian bilangan bulat benar-benar mampu menanamkan konsep
operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat dengan baik.
Pembuatan perencanaan dalam menanamkan konsep operasi perkalian
bilangan bulat dengan menggunakan pendekatan matematika realistik menggunakan
konteks yang benar-benar telah dikenal baik oleh siswa serta merupakan aplikasi
dalam kehidupan nyata yang dijadikan sebagai titik tolak proses pembelajaran.
matematika, pada saat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan matematika realistik siswa tersebut ternyata beberapa kali mampu
bertanya dan memberikan argumennya dalam diskusi kelas yang dilaksanakan.
Penarikan kesimpulan akhir proses pembelajaran tidak diberikan oleh
guru secara langsung, namun kesimpulan tersebut diutarakan oleh siswa dengan
sangat baik.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah dilakukan, ternyata yang menjadi permasalahannya adalah tidak begitu
banyak guru yang benar-benar mengetahui dan memahami keunikan dan keunggulan
pendekatan matematika realistik ini. Pendekatan yang tergolong masih baru ini
belum banyak dikenal oleh guru-guru sekolah dasar. Oleh karena itu, diharapkan
agar para pakar matematika di bidang realistik dapat mensosialisasikan,
memberikan training, bimbingan, dan pelatihan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik kepada para guru Sehingga kualitas proses dan hasil
pembelajaran di Indonesia, khususnya proses pembelajaran matematika di sekolah
dasar benar-benar menjadi lebih baik dan bermakna.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
Handoyo,B.H. (2007). Matematika akhlak.
Jakarta: Kawan Pustaka.
Hatimah, I. (2006). Penelitian Pendidikan.
Bandung: UPI press.
Maulana. (2002). Peranan Lembar Kegiatan Siswa
Dalam Pembelajaran Aritmatika Sosial Berdasarkan Pendekatan Realistik.
Karya Ilmiah Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung.
Maulana. (2008a). Konsep Dasar Matematika.
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Maulana. (2008b). Pendidikan Matematika 1.
Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Pratiwi,W. (2009). Penerapan Pendekatan Matematika
Realistik Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Dasar
Perkalian. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI Sumedang.
Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Soal
Matematika dalam Realistic Mathematics Education. Malakah pada seminar
sehari tentang Realistic Mathematics Education di Gedung Partere Bumi Siliwangi
UPI pada tanggal 4 April 2001.
Sutejo,E. (2008). Penggunaan Media Kartu Warna
Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Pengurangan Bilangan Bulat Negatif.
Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI Sumedang.
Team. (2006). Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan
Mata Pelajaran Matematika Kelas IV. Jakarta: BP. Daharma Bhakti.
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya
Zulkardi. (2001). Realistic
Matematics Education (RME): Teori, Contoh Pembelajaran, dan Taman Belajar di
Internet. Makalah pada seminar sehari RME di Jurusan Pendidikan Matematika
UPI Bandung pada tanggal 4 April 2001.
No comments:
Post a Comment