A.
TEORI BELAJAR BRUNER
1.
DASAR DAN KONSEP TEORY BELAJAR BRUNER
Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa
manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan
belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkanmanusia untuk menemukan
hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga proses kognitif
yang terjadi dalam belajar, yaitu :
1. proses perolehan
informasi baru
2. proses
mentranforrmasikan informasi yang diterima
3. menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan
Perolehan informasi baru
dapat terrjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai
materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Menurut
Bruner ( dalam hudoyo,1994:48 ) belajar matematika adalah belajar mengenai
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi
yang dipelajari, serta mencari hubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika itu
Teori Belajar Bruner
dapat diuraikan sebagai berikut :
1 .Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini
penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam
manipulasi obyek
2.Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan
penyajian dilakukan berdasarkan pada fikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak.
Tahap Ikonik yaitu suatu
tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentikan
dalam bentuk bayangan visual, gambar,atau diagram yang menggambarkankegiatan
kongkret atau kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut.
3.Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa
adalah pola dasr simbolik, anak memanipulasi simpul-simpul atau lambang-lambang
obyek tertentu. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap obyek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran
dipresentasikandalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter
yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak yamglain
Berdasarkan hasil-hasil
eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan kenney, pada tahun 1963
kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema/dalil-dalil berkaitan dengan
pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau
dalil”. Keempat dalil tersebut adalah :
1. Dalil konstruksi
/ penyusunan ( Contruction Theorem )
Di dalam teorema
kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorarng siswa untuk
mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi
atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip
tersebut.
2.Dalil Notasi (
Notation Theorem )
Menurut apa yang
dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representasi itu digunakan
notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Notasi yang
diberikan tahap demi
tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling
sulit.
3. Dalil
Kekontrasan dan Variasi ( Contrast and Variation Theorem )
Di dalam teorema
kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep matematikaakan lebih
mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dkontraskan dengan konsep-konsep
yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain
menjadi jelas.
4. Dalil
Konektivitas atau Pengaitan
Di dalam teorema
konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap
ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prisip,
ketrampilan- ketrampilan yang lain. Adanya hubungan antara konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari
setiap cabang matematika menjadi jelas.
2.
APLIKASI TEORI BELAJAR
BRUNER
Bruner
membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif,
ikonik dan simbolik. Di samping itu, Bruner juga membahas teorema-teorema
tentang cara belajar dan mengajar matematika.
A. Tiga Tahap
pada Proses Belajar
Teori Bruner tentang tiga tahap
pada proses belajar yang akan dibahas kali ini berkait dengan tiga tahap yang
harus dilalui para siswa agar proses belajarnya dapat terjadi secara optimal.
Dalam arti akan terjadi internalisasi pada diri siswa tersebut, yaitu suatu
keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu kedalam struktur kognitif
mereka. Ketiga tahap pada proses belajar
tersebut adalah:
1. Tahap
Enaktif.
Pada tahap ini, para siswa dituntut
untuk mempelajari pengetahuan (matematika tentunya) dengan menggunakan benda
konkret atau menggunakan situasi yang nyata bagi para siswa. Contohnya, ketika
para siswa belajar penjumlahan dan pengurangan, maka siswa dapat menggunakan
benda konkret seperti: batu, buah-buahan, lidi, ataupun sedotan. Dapat
ditambahkan bahwa istilah “konkret” atau “nyata” berarti dapat diamati dengan
menggunakan panca indera para siswa.Ketika belajar penjumlahan dua bilangan
bulat, para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan
beberapa benda nyata sebagai “jembatan” seperti:
Siswa yang bergerak sesuai aturana yang ada,
yaitu:
o 3 + 2 berarti maju 3 langkah (dari O) diikuti maju
2 langkah.
o 3 + (–2) berarti maju 3 langkah (dari O) diikuti
mundur 2 langkah.
o (–3) + 2 dan (–3) + (–2) bagaimana bergeraknya?
o 3 – 2 berarti maju 3 langkah (dari O), balik arah
dan maju 2 langkah.
o 3 – (–2) berarti maju 3 langkah (dari O), balik
arah dan mundur 2 langkah
Semacam koin dari plastik dengan tanda “+” dan
“–“.
2. Tahap Ikonik.
|
|
Gambar di atas menunjukkan (+3) + (+2) = +5.
3. Tahap
Simbolik
Dapat menjumlahkan dua bilangan
bulat hanya dengan menggunakan garis-garis bilangan
maupun koin positif dan negatif, baik secara enaktif
(menggunakan benda nyata) maupun
ikonik (menggunakan gambar atau diagram), belumlah
cukup. Untuk itu, menurut Bruner, para siswa harus melewati suatu tahap dimana
pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata
lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada saat
seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaanperbedaan yang ada
(Cooney), 1975). Di antara perbedaan yang ada pada saat menentukan hasil dari 2
+ 3 ataupun 3 + 4 baik pada tahap enaktif dan ikonik, proses berabstraksi
terjadi di saat siswa menyadari adanya kesamaan gerakan yang dilakukannya,
yaitu ia akan bergerak dua kali ke kanan. Dengan bantuan guru, siswa diharapkan
dapat menyimpulkan bahwa penjumlahan dua bilangan positif akan menghasilkan
bilangan positif
pula. Tidaklah mungkin hasil penjumlahan dua
bilangan positif akan berupa bilangan negatif.Dengan proses berabstraksi
jugalah pikiran siswa dibantu gurunya untuk memahami bahwa penjumlahan dua
bilangan negatif akan menghasilkan bilangan negatif juga. Karena dua kali
pergerakan ke kiri akan menghasilkan suatu titik yang terletak beberapa langkah
di sebelah kiri titik awal 0. Para siswa
harus dibantu juga untuk memahami bahwa jika 2 + 3 = 5 maka –2 + (–3) = –5. Dengan begitu –100 + (–200) =
–300 karena 100 + 200 = 300 dan –537 + (–298) = –835 karena 537 + 298 = 835.
Pada intinya, menentukan penjumlahan dua bilangan negatif adalah sama dengan
menentukan penjumlahan dua bilangan positif, hanya tanda dari hasil
penjumlahannya haruslah negatif. Proses berabstraksi yang lebih sulit akan
terjadi pada penjumlahan dua bilangan bulat yang tandanya berbeda. hasilnya
bisa positif dan bisa juga negatif, tergantung pada seberapa jauh perbedaan
gerakan ke kiri dengan gerakan ke kanan. Para guru dapat meyakinkan para
siswanya bahwa hasil penjumlahan dua bilangan yang tandanya berbeda akan
didapat dari selisih atau beda kedua bilangan tersebut tanpa melihat tandanya.
Sebagi misal, 2 + (–3) = –1 karena beda atau selisih antara 2 dan 3 adalah 1
sedangkan hasilnya bertanda negatif karena 17pergerakan ke kiri lebih banyak
banyak. Namun 120 + (–100) = 20 karena beda antara 100 dan 120 adalah 20 serta
pergerakan ke kanan lebih banyak.
B. Empat Teorema
Belajar dan Mengajar
Meskipun pepatah Cina menyatakan “Satu gambar sama
nilainya dengan seribu kata”, namun menurut Bruner, pembelajarn sebaiknya
dimulai dengan menggunakan benda nyata lebih dahulu. Karenanya, guru SMP ketika
mengajar matematika sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata untuk
topik-topik tertentu yang dapat membantu pemahaman siswanya. Bruner
mengembangkan empat teori yang terkait dengan asas peragaan ini adalah:
a. Teorema konstruksi yang
menyatakan bahwa siswa lebih mudah memahami ide-ide abstrak dengan menggunakan
peragaan kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap semi kongkret (iconic) dan
diakhiri dengan tahap abstrak (symbolic). Dengan menggunakan tiga tahap
tersebut, siswa dapat mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip
yang sedang dipelajari.
b. Teorema notasi yang menyatakan
bahwa simbol-simbol abstrak harus dikenalkan secara
bertahap, sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitifnya. Sebagai contoh:
Notasi 32 dapat dikaitkan dengan 32 tablet.
Soal seperti ... + 4 = 7 dapat diartikan sebagai
menentukan bilangan yang kalau
ditambah 4 akan menghasilkan 7.
c. Teorema kekontrasan atau variasi yang menyatakan
bahwa konsep matematika
dikembangkan dengan beberapa contoh dan yang bukan
contoh. Berikut ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang
menjadi contoh dari himpunan kosong.Noncontoh konsep himpunan kosong:
Himpunan siswa SMP yang umurnya 14 tahun.
Himpunan bilangan asli antara 10 dan 14
Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan
huruf K
Himpunan anak Presiden SBY
Contoh konsep himpunan kosong:
Himpunan siswa SMP yang umurnya 41 tahun.
Himpunan bilangan asli antara 10 dan 11
Himpunan ibukota provinsi yang diawali dengan
huruf X
Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas tiga
tahun berturut-turut.
d. Teorema konektivitas yang
menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan konsep-konsep lain yang
relevan. Sebagai contoh, Perkalian dikaitkan dengan luas persegi panjang dan
penguadratan dikaitkan dengan luas persegi. Penarikan akar pangkat dua
dikaitkan dengan menentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui.
Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam
pembelajaran yang menerapkan menerapkan teorema Bruner dapat diwujudkan dalam
berbagai kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam bukunya “Audio
Visual Methods in Teaching” sebagai berikut:
1) Pengalaman
langsung
Anak diminta untuk mengalami, berbuat sendiri dan
mengolah, merenungkan apa yang dikerjakan.
2) Pengalaman
yang diatur
Sebagai contoh dalam membicarakan sesuatu benda,
jika benda tersebut terlalu besar atau kecil, atau tidak dapat dihadirkan di
kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan model.Contoh dalam matematika
adalah model-model anggota himpunan tertentu, peta, gambar benda-benda yang
tidak mungkin dihadirkan di kelas seperti binatang, pohon, bumi, dan lain lain.
3) Dramatisasi
Misalnya: permainan peran, sandiwara boneka yang
bisa digerakkan ke kanan atau ke kiri pada garis bilangan.
4) Demonstrasi
Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat
bantu seperti papan tulis, papan flanel, OHP, dan lain-lain.Banyak topik dalam
pembelajaran matematika di SMP yang dapat diajarkan dengan demonstrasi,
misalnya: penjumlahan, pengurangan, pecahan, dan lain-lain.
5) Karyawisata
Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk menjadikan
pelajaran matematika disenangi siswa. Kegiatan yang diprogramkan dengan
melibatkan penerapan konsep matematika seperti mengukur tinggi obyek secara
tidak langsung, mengukur lebar sungai, mendata kecenderungan kejadian dan
realitas yang ada di lingkungan merupakan kegiatan yang sungguh sangat menarik
dan sangat bermakna bagi siswa serta bagi daya tarik pelajaran matematika di
kalangan siswa.
6) Pameran
Pameran adalah usaha menyajikan berbagai bentuk
model-model kongkret yang dapat digunakan untuk membantu memahami konsep
matematika dengan cara yang menarik. Berbagai bentuk permainan matematika
ternyata dapat menyedot perhatian anak untuk mencobanya, sehingga jenis
kegiatan ini juga cukup bermakna untuk diterapkan dalam pembelajaran
matematika.
7) Televisi
sebagai alat peragaan
Program pendidikan matematika yang disiarkan melalui
media TV juga merupakan alternatif yang sangat baik untuk pembelajaran
matematika.
8) Film sebagai
alat peraga
9) Gambar
sebagai alat peraga
Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam
pembelajaran matematika adalah sangat bermakna untuk meingkatkan pemahaman dan
daya tarik siswa untuk mempelajari matematika.
B.
TEORI
BELAJAR DIENES
1.
KONSEP
TEORI BELAJAR DIENES
A.
Teori
Perkembangan Kognitif Dienes
Teori
perkembangan kognitif melihat bahwa proses belajar
seseorang
dilihat dari tingkat kemampuan kognitifnya, dalam proses belajar
mengajar
tingkat kognitif menjadi suatu hal yang sangat penting, karena
kemampuan
tingkat kognitif seseorang tergantung dari usia seseorang, 2
sehingga
dalam pembelajaran pada orang dewasa berbeda dengan
pembelajaran
anak-anak. Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya
bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada
anak-anak,
sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu
menarik
bagi anak yang mempelajari matematika.Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya
matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan
hubunganhubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan
hubunganhubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa
tiaptiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang
konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda
atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika.Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan
yang diberikan dalam
konsep-konsep
tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak,
karena
anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis
dalam konsep yang dipelajarinya itu.Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak
mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan
yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat
ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur
3dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini
tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam
tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap,
yaitu:
1. Permainan Bebas
(Free Play)
Dalam setiap
tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari
permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan
untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini
anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan
diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi
permainan block logic, anak didik mulai
mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang
merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang
Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan
yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang
terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep
tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah
memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak
untuk mulai mengenal dan 4memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin
banyak bentukbentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan
semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang
bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes,
untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk
mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan
dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi
kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah,
kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan
sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul
pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap
bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan
Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari
kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari
kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh
mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan
yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok
persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta 5mengidentifikasi
sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota
kelompok).
4. Permainan
Representasi (Representation)
Representasi
adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa
menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang
dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak
untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan
pendekatan induktif seperti berikut ini. Segitiga Segiempat Segilima Segienam
Segiduapuluhtiga 0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal ……. Diagonal.
5. Permainan dengan
Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi
termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika
atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya
diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan
rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang
didapat anak.
6. Permainan dengan
Formalisasi (Formalization)
Formalisasi
merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa
dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal
dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema
tersebut.Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang
sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama
lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat
tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen
invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses
pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep
matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara
kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat
bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment),
sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan
minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat
mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep. Menurut Dienes, variasi
sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan prinsip
variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat
melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya
imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian
(multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang
variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih
jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep
yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang
diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep
tersebut. Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada
permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan
kesempatan untuk membantu anak didik menemukan caracara dan juga untuk
mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah
memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret
dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo -
simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk
memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan
8dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga
lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya
sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan
matematika ke satu bidang baru.
2.
PENERAPAN TEORI BELAJAR
DIENES
Penerapan dalam pembelajaran bangun datar
•Tahap pertama. Siswa diperkenalkan dengan
beberapa bentuk bangun ruang. Misalnyaguru menggambarkan bentuk asli dari
sebuah bangun kubus.
•Lalu, guru bisa memberikan pertanyaan kepada
siswa “apakah nama bentuk dadu yangsering
digunakan untuk permainan?”, “coba sebutkan sebuah benda yang
berbentuk balok yang kalian sering lihat dirumah! ” dengan pertanyaan
seperti ini, Siswa bisamemberikan contoh
dalam bentuk bangun lain, sesuai dengan apa yang mereka
telahlihat dalam kehidupannya sehari-hari.
•Lalu, siswa bisa menentukan ciri-ciri atau sifat dari bangun ruang yang telahdiketahui.
Misalnya, antara kardus dan buku mempunyai 6 sisi, antara buku dan kasur mempunyai
jumlah 4 diagonal ruang. Guru bisa memberikan
pertanyaan “berapakanjumlah sisi dari prisma segiempat ?.”
•Tahap yang lebih lanjut untuk pengenalan geometri ruang yaitu mengenai luaspermukaan.
Dengan cara menggambarkan sebuah balok. Dan memberikan penjelasan mengenai :
Gambar diatas merupakan sebuah balok
ABCD.EFGH yang memiliki panjang (p),lebar (l ), dan tinggi (t ).
Luas ABCD = luas EFGH =p x l
Luas BCFG = luas ADEH =l x t
Luas ABEF = luas DCGH =p x t
Jadi, luas permukaan balok tersebut adalah :
2(p x l )+(l x t )+(p
x t ) = 2pl + 2lt + 2pt
= 2 (pl +lt +pt )
•Pada tahap formalisasi, siswa harus mampu untuk mengurutkan sifat-sifat darimasing-masing bangun ruang dan merumuskan suatu
rumus untuk menghitung luaspermukaan bangun ruang atau volumenya
No comments:
Post a Comment