BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman spesies anggrek di
indonesia sangat besar,diperkirakan sekitar 5000 spesies anggrek yang tersebar
di hutan Indonesia. Keadaan ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi
pengembangan anggrek di Indonesia. Terutama berkaitan dengan sumber daya
genetik angger yang sangat diperlukan untuk menghasilkan anggrek-anggrek silang
yang baik dan unggul. Sangat disayangkan keanekaragaman jenis anggrek tersebut
terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan.
Penyebab lainnya adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing
terhadap anggrek-anggrek asli alam. Oleh karena itu perlu melestarikan serta
menginventariskan plasma nutfah jenis-jenis anggrek yang kita miliki. Sehingga
terjamin kelestarian keanekaragaman jenis anggrek tersebut ( Sandra, 2004).
Kultur jaringan tanaman adalah metode atau
teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman, menjadikan
eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga
eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat
beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak dari
teori totipotensi (total genetic potensial) yang dikemukakan oleh
Sleiden dan Schwan pada tahun 1838. Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu
unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga
apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan
bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005).
Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan
dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan
embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa
genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal.
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak
tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang
perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Aklimatisasi
planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala.
Pemilihan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan
umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini
merupakan faktor penting dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan pada
umumnya adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada
potongan batang berbuku dan bagian daun.
Pada kultur jaringan penyimpangan dalam
proses mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan
perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan
induknya (ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam
genetik dari tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan
secara in vitro (Mattjik 2005).
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara
generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan melalui
proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali
dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair.
Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif
perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui
subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm
like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut
dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono
2000
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
- Mengetahui
cara memperbanyak anggrek dengan kultur jaringan
- Mengetahui
cara pengkulturan anggrek dengan metode yang baik
BAB II
Tinjauan Pustaka
Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan
ke dalam phyllum Spermatophyta atau tumbuhan berbiji,
kelas Angiospermae atau berbiji tertutup, subkelas Monocotyledonaeatau
bijinya berkeping satu, ordo Gynandrae karena alat
reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga dan famili Orcidaceae atau
keluarga anggrek (Kartiman, R. 2004).
Famili anggrek mempunyai 750 genus berbeda
dengan 25 000 spesies dan lebih dari 30 000 kultivar hasil persilangan (Hew dan
Yong, 1996). Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek
terbesar di Asia (Warren dan Tettoni, 1996). Nama Dendrobium berasal
dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata dendron artinya
pohon dan biein artinya untuk hidup. Secara keseluruhan Dendrobium berarti
tanaman yang hidup pada pohon. GenusDendrobium diperkenalkan oleh
seorang botanist Swedia, Olaf Swarts pada tahun 1800.Botanist tersebut
mendiskripsikannya dalam sembilan spesies. Dendrobium tumbuh
di AsiaTenggara, Himalaya (Nepal dan Sikkim), Birma, propinsi Moulmein, India
Barat Daya, Ceylon, Malaysia, Filipina, Indonesia, New Guinea, Australia, Cina
dan Jepang (Widiastoety. 1997).
Bentuk daun anggrek bermacam-macam dari
sempit memanjang, pensil, bulat, bulat-lonjong, bulat telur, mata
lembing/lanset, jantung dan masih banyak lagi variasi lainnya. Seperti umumnya
tumbuhan monokotil, daun anggrek memiliki tulang daun yang sejajar dengan
helaian daun dan tidak memiliki pertulangan yang bercabang. Tebal daun
bervariasi dari tipis hingga tebal berdaging (sukulen). Pada setiap bukunya,
daun melekat berselang-seling atau berpasangan dan setiap buku terdapat dua
helai daun yang berhadapan (Widiastoety. 1997). Dendrobium mempunyai
daun yang tebal (Hew dan Yong, 1996). Bentuk daun pada Dendrobium
bigibbum dan Dendrobium phalaenopsis hampir
sama, bentuk daunnya besar di bagian pangkal dan mengecil di bagian ujung.
Panjang daunnya dapat mencapai 10 cm (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 2004).
Ciri lain dari tanaman anggrek Dendrobium sp.
adalah mempunyai pseudobulbstegak lurus dengan daun dalam dua
baris. Pseudobulbs biasanya membesar pada bagian paling dasar
dan bagian tengah. Daun pada bagian paling bawah dari pseudobulbs adalah
kecil atau tidak ada (Sutiyoso, Y. 2005).
Dendrobium sp. termasuk dalam tipe anggrek epifit yang dapat tumbuh pada pohon maupun
batu, dengan beberapa akarnya menggantung di udara . Akar anggrek epifit
umumnya lunak dan mudah patah, ujung runcing, berklorofil, licin dan memiliki
daya lekat. Rambut-rambut pendek yang melekat pada bagian akar digunakan untuk
menyerap air dan hara (Syuhud, P. 2008.).
Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledoneae
Ordo :
Orchidales
Famili :
Orchidaceae
Subfamili :
Epidendroideae
Suku :
Epidendreae
Subsuku :
Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Genus Dendrobium mempunyai
keragaman yang sangat besar, baik habitat, ukuran, bentuk pseudobulb,
daun maupun warna bunganya. Spektrum penyebarannya luas, mulai dari daerah
pantai sampai pegunungan. Tersebar di India, Sri Lanka,Cina Selatan, Jepang ke
selatan sampai Asia Tenggara hingga kawasan Pasifik, Australia, Selandia Baru,
dan Papua Nugini. Tumbuh baik pada ketinggian 0−500 m dpl dengan kelembapan
60−80%. Budi daya anggrek yang paling mudah adalah yang berasal dari tempat
asalnya (Lingga, P. dan Marsono. 2001).
Persyaratan tumbuh setiap jenis anggrek
berbeda-beda, tetapi semua jenis memerlukan aliran udara yang selalu bergerak.
Manfaat aliran udara ini untuk mencegah timbulnya penyakit akibat lingkungan
yang terlalu basah, menurunkan suhu udara pada siang hari yang panas, dan
membawa unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti CO2, N2,
dan air (Setiawan, 2005).
Anggrek Dendrobium merupakan tanaman yang
berasal dari daerah tropis yang membutuhkan sinar matahari dan temperatur yang
cukup panas, tidak seperti anggrek tertentu yang hanya cocok di daerah dingin
seperti Paphiopedillum. Dendrobium membutuhkan cahaya 50-60% dan suhu 28-30oC
dengan suhu minimal 15oC (Anggrek.org., 2005). Sedangkan lingkungan
yang dikehendaki anggrek ini tidak terlalu basah tetapi membutuhkan kelembaban
yang tinggi yaitu 65%-70%. Apabila keadaan media terlalu basah dapat
menyebabkan tunas atau daun menjadi busuk (Kartiman, R. 2004). Kebutuhan
lingkungan tumbuh tersebut dapat diatasi dengan pemberian naungan dan
pengabutan dengan sprayer.
Pertumbuhan anggrek Dendrobium optimal pada ketinggian kurang dari 400 mdpl
walaupun pada ketinggian yang lebih tinggi masih dapat tumbuh dan berbunga
(Setiawan, 2005)
Lingkungan tumbuh Dendrobium tersebut merupakan daerah yang cukup panas.
Umumnya Dendrobium hanya disiram pada saat hari cerah, saat mendung, hujan atau
berkabut tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman pada saat media anggrek
telah kering merupakan waktu yang tepat (Lingga, P. dan Marsono. 2001).
2.1 KULTUR JARINGAN
Kultur jaringan tanaman pertama kali
berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934. Pada tahun 1939, Whiter
melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari wortel (animasi
kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan
Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif
antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang
akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa
perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan menginduksi pengakaran,
sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan tunas. Akan tetapi pola
respon ini tidak berlaku universal. Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian
Morel tentang perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan
penggunaan yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang
tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Kultur jaringan, cara ini disebut juga
cara non konvensional karena membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit
untuk memulai dan melakukannya, juga dibutuhkan pengetahuan yang lebih rumit.
Perbanyakan ini menggunakan bagian kecil dari tanaman (dapat berupa daun, akar,
ujung batang, atau bunga) yang ditanam dalam kondisi aseptik dan lingkungan
yang terkendali (Wattimena et al., 1992)
Perkembangan kultur jaringan anggrek di
Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara lain, bahkan impor bibit
anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek. Keadaan
ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek yang sangat sedikit mengenai
teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan investasi yang besar untuk
membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok untuk perusahaan.
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan
tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dalam kondisi aseptik sehingga
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu baru yang utuh.
Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang
artinya total genetic potential atau setiap sel dari tubuh
multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman
lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan
anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa media yang digunakan
untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber,
1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS (Murashige and Skoog,
1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang
dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10
%). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau
kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%). Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam
media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA,
NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang
pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada
konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan
Nikmatullah, 2006).
BAB III
PEMBAHASAN
Kultur
Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya
adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman,
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur
jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman
yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.
Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
1. Perbanyakan cepat dari klon Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan
memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
2. Keseragaman genetik.
Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi
karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji,
dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan
tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi,
terutama pada kondisi hormone dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa
multiplikasi vegetatif ini disebut „variasi somaklonal‟.
3. Kondisi aseptik
Proses kultur jaringan memerlukan kondisi
aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi
bahan tanaman yang bebas pathogen
4. Seleksi tanaman
Adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah
kultur yang relative kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi
genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan
kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakkuan dengan bahan kimia
(bahan mutasi, hormone) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
5. Stok mikro
Memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro
culture. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk
diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6. Lingkungan terkontrol
7. Konservasi genetik
Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang
terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal,
penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
8. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari
spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9. Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10. Produksi tanaman sepanjang tahun.
11. Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara
normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.
Pemanfaatan metode kultur jaringan tanaman
anggrek mulai diterapkan pada perusahaan anggrek milik Everest Me Dede pada
tahun 1950, tetapi tidak dilaporkan secara luas pada waktu itu ( Bergman,
1972). Kultur jaringan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil-kecil yang
banyak jumlahnya dan bebas dari virus. Berdasarka percobaan inilah digunakan
teknik kultur jaringan anggrek untuk memperoleh klon-klon yang bebas dari
virus.
Bahan –bahan yang digunakan untuk kultur
jaringan yang diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman. Syarat
yang harus dipenuhi dalam memilih bahan yang digunakan untuk kultur jaringan
ialah : jaringan yang sedang aktif pertumbuhannya, seperti tunas, daun, mata
tunas, tangkai tunas dan ujung akar. Bahan yang baik adalah bahan yang diambil
semuda mungkin, bahan yang diambil perlu dijaga sterilitasnya. Hal
ini disebabkan kebersihan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh gagal atau
tidaknya menjaga sterilitasnya
( Soeryowinoto, 1977). Eksplan yang diambil dari tunas anggrek berasal dari bagian terujung meristem apikal atau tunas ketiak sebesar 4-10 cm, selain itu eksplan anggrek juga dapat diperoleh dari biji tanaman anggrek yang keluar pada bagian atas. Media kultur jaringan memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan jaringan yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Gula sebagai pengganti karbon, juga tersusun dari vitamin-vitamin, asam amino, zat pengatur tubuh, bahan pemadat berupa agar dan senyawa-senyawa komplek alamiah ( Winata,1988).
( Soeryowinoto, 1977). Eksplan yang diambil dari tunas anggrek berasal dari bagian terujung meristem apikal atau tunas ketiak sebesar 4-10 cm, selain itu eksplan anggrek juga dapat diperoleh dari biji tanaman anggrek yang keluar pada bagian atas. Media kultur jaringan memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan jaringan yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Gula sebagai pengganti karbon, juga tersusun dari vitamin-vitamin, asam amino, zat pengatur tubuh, bahan pemadat berupa agar dan senyawa-senyawa komplek alamiah ( Winata,1988).
Sutji (1988) mengatakan unsur-unsur hara
merupakan unsur makro dan unsur mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Cu, Mn,
Zn, Mo dan Co. Masing- masing unsur tersebut mempunyai peranan penting didalam
pembentukan klorofil,protein, mempertinggi aktivitas enzim, mengaktifkan pembentukan
jaringan meristematik, translokasi karbohidrat dan lain-lain. Selanjutnya
dikatakan bahwa karbohidrat disamping sumber energi terhadap tanaman, juga
merupakan sumber nutrisi yang berperan terhadap pertumbuhan kultur sel tanaman.
Juga merupakan sumber nutrisi yang berperan terhadap pertumbuahan kultur sel
tanaman. Sumber karbon ini digunakan sebagai penghasil energi dalam proses
respirasi,pertumbuhan sel-sel baru dan dalam konsentrasi yang tinggi dapat
merangsang pertumbuhan akar
Kondisi lingkungan kultur jaringan
memrupakan faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan dalam kultur
jaringan. Menurut Sutji ( 1988) faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain,
cahaya, temperatur dan pH media. Perana cahaya terhadap pertumbuhan ditentukan
oleh lamanya penyinaran. Intensitas cahaya yang baik dari lampu antara 100-400
Ft-0. Untukpembentukan tunas dan akar diperlukan tunas dan akar pada PLB
anggrek diperlukan penyinaran optimum 16 jam per hari.
Sutji (1988) mengatakan pertumbuhan kultur
jaringan memerlukan temperatur tertentu. Secara umum kultur jaringan tumbuh
dengan baik pada temperatur 20 C sampai 28 C. Untuk mengontrol temperatur
ruangan kultur jaringan dibantu dengan
AC.
- selain itu hendaknya tidak melenceng dengan isi pembahasan
- selamat menyimpulkan
DAFTAR PUSTAKA
Anggrek.org. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek.
http://www.anggrek.org/ budidaya tanaman-anggrek.html. 8 November 2008.
Baker K. F. and Cook R. J. 1974.
Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W. H. Freeman and
Company. 433 p.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
2004. Peluang ekspor produk florikultura.Makalah pada Seminar Nasional
Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat
Pengembangan Pasar Wilayah Eropa.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 2004. Teknologi agribisni tanaman hias. Balai Penelitian
Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Nilai
ekspor impor beberapa tanaman pangan dan hortikultura 1999-2002. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Kartiman, R. 2004. Pengaruh kombinasi zat
pengatur tumbuh dan potongan protocorm like bodies untuk perbanyakan anggrek
bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea) dengan metode kultur jaringan.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 146 hal.
Sandra, E. 2003. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka.
Depok. 80hal.
Setiawan, H. 2002. Usaha Pembesaran
Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
Syuhud, P. 2008. Macam-macam Media
Anggrek. http://iswaraorchid. wordpress.com/category/anggrek/. 8 November 2008.
Sumarno. 2004. Potensi florikultura untuk
usaha agribisnis di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Florikultura,
Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi
Horikultura.
Sutiyoso, Y. 2005. Peluang bisnis anggrek. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Widiastoety. 1997. Peningkatan
produktivitas dan mutu bunga anggrek. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
No comments:
Post a Comment