BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tomat
merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Tomat dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran tinggi
maupun dataran rendah, serta tahan terhadap gangguan bakteri dan penyakit busuk
daun dengan produksi sampai mencapai 40 tlha (Hilman dan Suwandi 1989).
Sedangkan menurut Darkam (1995), selain di dataran tinggi areal penanaman tomat
sudah berkembang ke dataran rendah. Namun luas daerah tersebut sangatlah
terbatas. Seiring dengan perkembangan jaman dan dipacu oleh keterbatasan lahan
yang dimiliki seperti tanah yang sempit atau tanah yang tidak subur inilah,
digunakan alternatif cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media
tanamnya yang dinamakan teknik hidroponik.
Hidroponik
berasal dari kata Hydro (air) dan Ponics (pengerjaaan), sehingga hidroponik
bisa diartikan bercocok tanam dengan media tanam air. Pada awalnya
orang mulai menggunakan air sebagai media tanam mencontoh tanaman air seperti
kangkung, sehingga dikenal pula tanaman hias yang ditanam dalam vas bunga atau
botol berisi air. Dan dengan teknik hidroponik ini pulalah diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dari tanaman tomat.
1.2 Tujuan
1. Untuk
mempelajari penggunaan pupuk majemuk sebagai sumber hara dalam budidaya tomat
secara hidroponik, dibandingkan fomulasi larutan hara yang umum digunakan.
2. Untuk
mengetahui pengaruh penggunaan serasah daun bambu sebagai media tanam yang
digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi dengan arang sekam terhadap
pertumbuhan dan produksi tomat dengan sistem hidroponik.
3. Untuk
melihat perubahan kualitas varietas tomat dengan menggunakan teknik hidroponik
1.3 Manfaat
1. Dapat
mengetahui pengaruh penggunaan pupuk majemuksebagai sumber hara dalam budidaya
tomat secara hidroponik
2. Dapat
mengetahui pengaruh penggunaan serasah daun bamboo sebagai media tanam yang
digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi dengan arang sekam terhadap
pertumbuhan dan produksi tomat dengan sistem hidroponik.
3. Untuk
mengetahui peningkatan kualitas tomat dengan sistem hidroponik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tomat
Tomat
tergolong tanaman hortikultura yang ketersediaannya cukup penting untuk
memenuhi konsumsi segar maupun olahan. Buah tomat juga merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini
menyebabkan kebutuhan manusia akan tomat menjadi sangat tinggi, namun sayangnya
terdapat beberapa kendala dalam produksi tomat, antara lain makin terbatasnya
sumberdaya lahan dan berkembangnya penyakit tular tanah pada daerah sentra
produksi yang mengakibatkan terjadinya penurunan produktifitas dan kualitas
buah tomat. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, ternyata tomat di
Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara-negara
Taiwan, Saudi Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13,4 ton/ha dan
9,5 ton/ha (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Rendahnya produksi tomat di
Indonesia kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur
teknis yang kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien.
Kebanyakan
varietas tomat hanya cocok ditanam di dataran tinggi, tetapi oleh Badan
Penelitian dan Pengambangan Pertanian telah dilepas varietas tomat untuk
dataran rendah, yaitu Ratna, Berlian, Mutiara serta beberapa varietas lainnya
(Purwati dan Asga, 1990). Namun seringkali terjadi penanaman tomat tanpa
memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat rendah.
Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi maka
penelitian perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah tomat
dengan menanam varietas-varietas unggul.
Kemampuan
tomat untuk dapat menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi antara
pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan
produksi tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal sertta pola
tanam yang belum tepat. Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah
dengan perbaikan teknik budidaya.
2.2 Teknologi Hidroponik
Teknologi
budidaya tanaman yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas tomat
salah satunya adalah teknik hidroponik. Hidroponik merupakan salah
satu alternative pemecahan masalah terbatasnya lahan pertanian yang sesuai
sekaligus menghindari penyakit tular tanah. Hidroponik dapat diterapkan pada
dataran rendah maupun dataran tinggi dan pada kondisi tanah yang tidak sesuai
untuk bercocok tanam. Menurut Sundstrom (1982) dengan sistem
hidroponik dapat diatur kondisi lingkungannya seperti suhu, kelembaban relatif
dan intensitas cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali
dan serangan hama penyakit dapat diperkecil.
Menurut
Wardi et al. (1998) teknologi hidroponik memiliki beberapa
keuntungan yaitu:
1. Kepadatan
tanaman per satuan luas dapat dilipatgandakan
2. Mutu
produk (bentuk, ukuran, warna, dan kebersihan) dapat terjamin karena kebutuhan
nutrisi tanaman dipasok secara terkendali di rumah kaca
3. Tidak
tergantung musim dan waktu tanam panen dapat diatur sesuai kebutuhan pasar.
Budidaya
tanaman secara hidroponik pada prinsipnya adalah menggantikan peran dan fungsi
tanah serta mensuplai kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan optimalnya. Pada
hidroponik agregat, media tanam harus mampu menunjang tubuh tanaman,
bersifat inert, memiliki aerasi yang baik dan tidak mengandung
zat yang beracun bagi tanaman. Selain itu media juga harus mempunyai struktur
yang stabil (tidak mudah melapuk), selama masa pertumbuhan tanaman harus dapat
memegang air kira-kira 30% dan secara ekonomis tidak mahal (Morgan dan Lennard,
2000).
Pada teknik
ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung semua unsur hara
esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai pertumbuhan normal. Nutrisi
yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan meramu sendiri berbagai garam
kimia, cara ini memerlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus. Memang cara inilah
yang banyak dipakai di perusahaan-perusahaan besar, tetapi untuk di tingkat
petani hal ini menjadi tidak efektif lagi mengingat mahalnya harga bahan-bahan
kimia saat ini. Pencarian komposisi yang paling baik untuk tiap jenis tanaman
khususnya tomat masih terus dilakukan, mengingat tiap jenis tanaman membutuhkan
nutrisi dengan komposisi berbeda. Salah satu kesulitan didalam penyiapan
larutan hara ini adalah belum diketahuinya dosis unsur hara yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman. Pada dosis yang terlalu rendah, pengaruh larutan hara
tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain boros juga akan
mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel karena
tertarik oleh larutan hara yang lebih pekat (Wijayani, 2000; Marschner, 1986).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pemanfaatan
Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Tomat secara Hidroponik
Percobaan
ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factor tunggal dengan tiga
jenis pupuk majemuk, yaitu Grow More = P1, Gandapan = P2, Hyponex = P3 dan satu
control (Jojo AB mix = PO). Percobaan terdiri dari tiga ulangan
sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri
dari enam tanaman sehingga jumlah keseluruhan yaitu 72 tanaman. Data
diolah dengan uji kontras orthogonal.
Bahan yang
digunakan meliputi benih tomat varietas Permata, arang sekam, polybag ukuran
35cm x 40cm, pupuk majemuk Grow More (20-20-20), pupuk Gandapan (8-10-13),
pupuk Hyponex (20-20-20), larutan Joro AB mix, Grow More Ungu (0-24-0),
Curacron, NaOH 0,1 N, indicator pp. Alat yang digunakan yaitu mistar, ph meter,
EC meter, penampung air, gelas ukur, selang, ajir, timbangan dan alat tulis.
Dilihat dari
pengaruh jenis hara terhadap tinggi tanaman didapatkan hasil bahwa Joro AB mix
(kontrol) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sampai 4 MST meskipun hanya
1 dan 2 MST saja tanaman dengan Joro ini memiliki tinggi tanaman
yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga
perlakuan. Tinggi tanaman dengan hara Joro AB mix berkisar pada
15,30 – 65,07 cm. Tanaman dengan perlakuan Gandapan memiliki tinggi
tanaman tertinggi yaitu 12,87 – 69,13 cm dibandingkan dengan dua perlakuan
lainnya. Kadar fosfor yang tinggi pada Gandapan diduga
telah menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi. Hal ini berkaitan
dengan fungsi fosfor yang penting untuk pertumbuhan akar yang lebih banyak
sehingga mempermudah penyerapan air dan nutrisi untuk tenaman (Uexkull,
1979). Tomat dengan perlakuan GM dan Hyponex memiliki kecenderungan
tinggi tanaman yang hamper sama sampai 3 MST sedangkan pada 4 MST pertambahan
tinggi tanaman dengan Hyponex lebih cepat.
Dilihat dari
jumlah daun didapatkan hasil bahwa secara umum Joro AB mix tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun bila dibandingkan dengan jumlah daun pada ketiga
perlakuan. Jumlah daun pada tanaman tomat dengan Gandapan hanya
berbeda nyata dengan Grow More dan Hyponex pada 4 MST. Pertumbuhan
vegetatif dari suatu tanaman pada mengandung calnpuran NOi dan NHd' dengan
bagian dasarnya banyak dipengaruhi oleh komponen hara yang NO; lebih tinggi
akan memberikan hasil yang terbaik diberikan. Pertumbuhan vegetatif dari hara
yang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Berdasarkan
jumlah bunga diketahui hasil bahwa semua perlakuan maupun kontrol tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga dan persentase fruitset. Pada
peubah jumlah buah JoroAB mix berpengaruh nyata. Kondisi lingkungan yang
kering dengan rentang suhu yang has 22-43°C serta komposisi unsur yang berbeda
dari tiap perlakuan dan kontrol menyebabkan banyak bunga yang gugur sehingga
buah yang tp-IXuah yang thnya sedikit. Ketiga perlakuan maupun kontrol tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase bunga menjadi buah. Jumlah persentase
bunga menjadi buah dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kekeringan
maupun kadar dari suatu unsur. Kelebihan nitrogen dapat menyebabkan bunga gugur
di awal (Harjadi dan Sunaryono,1989). Dari data bobot panen
diketahui bahwa Joro AB mix hanya berpengaruh nyata terhadap bobot
panen ke-1dan pada panen ke-2, sedangkan Gandapan berpengaruh nyata
terhadap bobot buah panen ke-3 sampai ke-6 dimana nilainya paling rendah
diantara perlakuan lain maupun kontrol. Penurunan bobot buah yang drastis mulai
panen ketiga disebabkan karena Gandapan tidak mengandung unsur Ca sehingga
buahnya berukuran lebih kecil. Ca berfungsi untuk membentuk lamela tengah baru
pada lempeng sel yang membantu proses pembelahan sel dan sel tidak mengkerut
atau berubah bentuk (Salisbury dali Ross. 1995). Selain untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel. unsur Ca juga berperan dalam pembentukan dinding sel sehingga
ukuran buah dapat menjadi bertambah besar (Hochmuth dali Hoctmuth,
2001). Dari enam kali panen yang dilakukan, panen kedua merupakan
panen yang optimal atau memiliki nilai hobot tertinggi dibandingkan dengan
panen sebelum dan sesudahnya, ha1 ini terjadi pada kontrol maupun perlakuan
lainnya. Tanaman dengan perlakuan Gandapan menghasilkan bobot panen yang paling
tinggi pada panen ke-I bila dibandingkan dengan Joro AB mix, Grow More maupun
Hyponex. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemasakan buah dengan perlakuan
Gandapan lebih cepat, diduga akibat kadar fosfor yang tinggi pada jenis hara
tersebut. Fosfor yang dikombinasikan dengan nitrogen dan kalium salah satu
dampaknya yaitu akan mempercepat tingkat pemasakan buah (Uexkull, 1979).
Diketahui
pula bahwa bahwa tanaman dengan Joro AB mix memiliki bobot buah baik yang
tertinggi yaitu 405.54 g sedangkan Gandapan yang terendah yaitu 162.63 g. Busuk
buah terdapat pada tanaman dengan hara Joro AB mix (kontrol) maupun Grow More,
Gandapan dan Hyponex. Busuknya buah dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
kandungan nutrisi, dan varietas. Kisaran suhu (22-43°C) dan kelembaban (65-92)
yang lebar pada rumah kaca dapat menyebabkan terjadinya perubahan kondisi rumah
kaca yang mendadak (berfluktuasi). Perubahan kelembaban dan transpirasi yang
mendadak, kelebihan unsure nitrogen dan kekurangan unsur kalsium menyebabkan
busuk ujung buah (Harjadi dan Sunaryono, 1989).
Penyakit
yang menyerang tanaman tomat yang banyak mempengaruhi produksi buah tomat yaitu
penyakit Curly top. Penyakit ini menyerang tanaman tomat pada 8 MST dan dapat
menyerang tanaman melalui perantara vektor seperti kutu putih
(white fly). Penyakit ini merupakan virus yang menjadikan daun
sebagai sasaran utamanya sehingga daun jadi menebal, mudah patah, mengkerut dan
pada bagian pangkal batang daunnya menjadi menggulung. Penyakit ini menyerang
tanaman pada saat tanaman telah memasuki masa dewasa sehingga tanaman masih
dapat berproduksi hanya saja terjadi penurunan tingkat produksinya karena
proses fotosintesis pada daun menjadi terganggu. Proses fotosistesis yang
terganggu akan menyebabkan buah tomat yang dihasilkan memiliki bobot yang lebih
rendah dari seharusnya. Jenis hara tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai Padatan Terlarut Total (PTT) dan total asam.
3.2 Pemanfaatan
Serasah Daun Bambu sebagai Media Budidaya Tomat (Lycopersicon
esculentumMill)dengan Sistem Hidroponik
Penggunaan
serasah daun bambu dengan proporsi yang berbeda terhadap arang sekam sebagai
media tanam tidak menunjukkan perbedaan nyata pada peubah tinggi dan jumlah
daun. Demikian juga terhadap peubah generatif tidak terdapat perbedaan yang
nyata antar perlakuan media yang berasal dari campuran serasah daun bambu dan
arang sekam dengan proporsi yang berbeda.
Secara
keseluruhan hasil percobaan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan baik terhadap pertumbuhan, produksi maupun kualitas buah tanaman
tomat yang ditumbuhkan pada media dengan berbagai proporsi serasah daun bambu
terhadap arang sekam. Demikian juga perubahan kualitas buah yang terjadi selama
penyimpanan tidak berbeda nyata antar perlakuan tersebut. Pertumbuhan dan
produksi buah tomat yang normal juga telah dibuktikan pada percobaan
pendahuluan yang dilakukan pada tahun sebelumnya (tidak dipublikasikan) dengan
menggunakan media tunggal serasah daun bambu yang disterilkan. Hal ini berarti
media serasah daun bambu potensial digunakan sebagai media budidaya hidroponik
seperti halnya arang sekam yang mempunyai sifat tidak mudah lapuk, mempunyai
kemampuan menahan air yang baik dan tidak mengikat atau menyumbang hara selama
belum melapuk. Namun, mengingat serasah daun bambu biasanya berasal dari
lingkungan yang kurang bersih dan lembab, maka perlakuan sterilisasi yang
memadai perlu dilakukan sebelum bahan tersebut digunakan sebagai media budidaya
hidroponik.
Keunggulan
budidaya dengan sistem hidroponik dibandingkan dengan budidaya di lapang antara
lain adalah lebih terkontrolnya pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
tanaman, sehingga tanaman mampu tumbuh dan berpoduksi maksimal. Bobot
buah tomat mengalami penyusutan selama penyimpanan karena buah tomat masih
melakukan reaksi-reaksi metabolisme seperti respirasi dan transpirasi setelah
dipisahkan dari pohon. Ketika buah masih melekat pada pohonnya, energi dan air
yang dikeluarkan akan segera digantikan oleh aliran air dan fotosintat dari
pohon. Setelah dipanen terjadi pemutusan sumber air, fotosintat dan mineral,
sehingga keberlangsungan respirasi dan transpirasi sangat bergantung pada
cadangan makanan dan air yang ada dalam buah. Menurut Santoso dan Purwoko
(1995) berkurangnya cadangan air dan sumber energi inilah yang menyebabkan
terjadinya kerusakan, seperti susut bobot dan keriput pada kulit
buah. Perubahan warna pada buah tomat berhuhungan dengan perombakan
klorofil dan sintesis likopen yang nyata. Menurut Santoso dan Purwoko (1995)
faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perombakan klorofil adalah
perubahan pH terutama oleh kebocoran asam organik dari vakuola, sistem
oksidatif dan enzim klorofilase. Buah tomat termasuk buah non-klimakterik,
dimana tidak terjadi lonjakan respirasi pada saat memasuki periode pematangan.
Umumnya pada buah non-klimakterik tidak terjadi peningkatan kandungan PTT yang
signifikan selama penyimpanan. Perubahan kandungan PTT yang tidak signifikan
juga ditemukan pada percobaan ini setelah buah mengalami 12 hari penyimpanan.
Menurut Pantastico et al. (1986), buah tomat yang belum
masak biasanya mempunyai kandungan asam yang relatif lebih tinggi daripada yang
telah masak, kandungan asam tersebut terus mengalami penurunan selama periode
pematangan buah. Penurunan kandungan asam yang lambat selama penyimpanan pada
penelitian ini mungkin disebabkan oleh subu ruang penyimpanan yang relatif
rendah (20°C). Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan laju penurunan
kandungan asam yang lebih lambat pada buah yang disimpan pada suhu rendah
dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu ruang (Susanto, 2003).
3.3 Peningkatan
varietas tomat dengan teknik hidroponik
Bahan yang
digunakan untuk penelitian meliputi benih tomat tiga varietas (Bonanza, Intan
dan Kaliurang 206); larutan hara formula Sundstrom dan Excell; media tumbuh
arang sekam. Sedangkan alat yang digunakan adalah drum larutan hara, drum
sterilisasi, glass-ware, EC-meter, pH-meter, light-meter,
pnetrometer, timbangan analitik, oven dan peralatan laboratorium untuk
mendeteksi kualitas buah tomat. Penelitian merupakan percobaan
factorial dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dua factor.Faktor
pertama adalah formula larutan hara, yang terdiri dua aras yaitu formula
Sundstrom (F1) dan formula Excell (F2). Faktor kedua
adalah varietas tomat yang terdiri tiga aras, yaitu Bonanza (V1),
Intan (V2) dan Kaliurang 206 (V3). Dari kedua faktor
tersebut akan didapatkan enam kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak lima
kali dengan tiga tanaman sampel.
Analisis
hasil penelitian didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan dan hasil
pengujian di laboratorium. Analisis terhadap bobot buah tomat menunjukkan bahwa
varietas Bonanza dan Kaliurang 206 sama –sama menghasilkan bobot buah yang
tinggi dibandingkan varietas Intan. Akan tetapi jumlah buah varietas Bonanza
lebih banyak dibanding varietas kaliurang 206. Hal itu menunjukkan
bahwa varietas Kaliurang 206 bentuk buah dan bobotnya lebih besar dibanding varietas
Bonanza. Secara genetis varietas Kaliurang 206 mampu menghasilkan buah dengan
bobot mencapai 180 gram, hasil tersebut sangat jauh dibandingkan varietas
Bonanza 60 gram dan varietas Intan 45 gram (Kartapradja dan Djuariah, 1992).
Namun selain itu, rendahnya jumlah buah yang dihasilkan varietas Intan dan
Kaliurang 206 apabila dibandingkan varietas Bonanza diduga karena pada saat
pembentukan pentil buah telah terjadi serangan penyakit busuk buah, sehingga
untuk mengurangi bertambah meluasnya penyakit tersebut maka hampir semua buah
yang telah terkena penyakit tersebut kami petik. Akibat tindakan yang kami
lakukan ternyata berpengaruh terhadap jumlah buah yang
dipanen. Bonanza. Secara genetis varietas Kaliurang 206 mampu
menghasilkan buah dengan bobot mencapai 180 gram, hasil tersebut sangat jauh
dibandingkan varietas Bonanza 60 gram dan varietas Intan 45 gram (Kartapradja
dan Djuariah, 1992). Namun selain itu, rendahnya jumlah buah yang dihasilkan
varietas Intan dan Kaliurang 206 apabila dibandingkan varietas Bonanza diduga
karena pada saat pembentukan pentil buah telah terjadi serangan penyakit busuk
buah, sehingga untuk mengurangi bertambah meluasnya penyakit tersebut maka
hampir semua buah yang telah terkena penyakit tersebut kami petik. Akibat tindakan
yang kami lakukan ternyata berpengaruh terhadap jumlah buah yang dipanen.
Adanya
pengaruh nyata dari formula Sundstrom sangat berkait erat dengan takaran
formulanya yang lebih sesuai untuk nutrisi hidroponik dibandingkan excell.
Komposisi nutrisi formula Sundstrom dengan nitrogen sebesar 180 ppm akan
meningkatkan bobot buah sampai 1196,67 gram dengan jumlah buah mencapai 21,44
buah. Apabila dibandingkan dengan formula Excell yang kandungan nitrogennya
mencapai 330 ppm dan menghasilkan bobot dan jumlah buah lebih kecil menunjukkan
bahwa nitrogen terlalu tinggi justru akan bersifat meracuni tanaman. Menurut
Wijayani (2000) akar tanaman pendek dan tidak berkembang sempurna sehingga
rasio tajuk akar akan tinggi, hal tersebut mengakibatkan proses serapan hara
terganggu. Lebih lanjut Marschner (1986) dan Wijayani (2000) mengatakan bahwa
pemberian nitrogen dengan konsentrasi tinggi akan berakibat serapannya menjadi
rendah. Terjadinya hal tersebut karena konsentrasi nitrogen yang tinggi akan
menyebabkan larutan hara menjadi lebih pekat melampaui kepekatan dari cairan
sel. Larutan yang pekat tak dapat diserap oleh akar secara maksimum disebabkan
tekanan osmose sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan osmose di luar sel,
sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran balik cairan sel-sel tanaman
(plasmolisis).
Berdasarkan
penelitian dapat terlihat bahwa varietas Bonanza mempunyai kekerasan buah
tertinggi (0,436 cm) dengan kadar air terendah (94,64%). Kekerasan buah tomat
sangat terkait erat dengan kadar air yang dikandung buah tersebut. Apabila
kadar airnya tinggi maka buah tersebut akan lembek atau berkurang kekerasannya,
sebaliknya apabila kadar airnya sedikit maka buah akan menunjukkan kekerasan
yang lebih tinggi apabila diukur dengan alat pnetrometer buah 1 kg. Menurut
Ryall dan Lipton (1972) salah satu kriteria buah tomat dengan kualitas baik dan
disukai konsumen adalah mempunyai kekerasan tinggi dengan kadar air sedang.
Buah tomat dengan kadar air diatas 95% akan mudah busuk apabila disimpan, mudah
pecah dan terasa lembek apabila dikonsumsi.
Varietas
Bonaza dan Intan mempunyai kadar vitamin C tinggi (0,025%) dibandingkan
varietas Kaliurang 206 (0,019%). Terlihat juga bahwa formula Sundstrom akan
meningkatkan kadar vitamin C buah tomat mencapai 0,025%, lebih tinggi dibanding
formula Excell (0,023%). Tingginya kadar vitamin C tersebut berkait erat dengan
sifat genetis dan juga fungsi unsur nitrogen bagi proses metabolisme tanaman.
Menurut Wagner dan Michael cit Marschner (1986) pemasokan
mineral, khususnya nitrogen akan mempengaruhi aktifitas sitokinin pada akar.
Nitrogen yang tidak sempurna diserap oleh akar sehingga keberadaannya dalam
tanaman terlalu rendah akan menurunkan aktifitas sitokinin. Turunnya aktifitas
sitokinin tersebut menyebabkan terganggunya metabolisme protein di daun karena
sitokinin akan bertindak sebagai regulator dalam pembentukan senyawa protein
tanaman. Protein akan disintesis sebagian menjadi vitamin C pada buah.
Selanjutnya Hochmuth (1991) mengatakan bahwa nitrogen merupakan unsur utama penyusun
protein bersama-sama dengan unsur C,H,O dan S. Pada kondisi nitrogen rendah
maka protein yang terbentuk akan berkurang dan sebaliknya apabila kandungan
nitrogen dalam jaringan tanaman meningkat maka kandungan protein yang sekaligus
juga kandungan vitamin C juga akan meningkat.
Kandungan
gula total pada buah tomat sangat dipengaruhi sifat genetis tanaman. Pada
penelitian ini kandungan gula total buah tomat cenderung normal, yaitu berkisar
3,00-4,20%. Menurut Villareal (1980) kandungan gula total pada tomat berkisar
3,88-5,35%. Varietas Intan ternyata lebih tinggi kadar gula totalnya dibanding
kedua varietas lainnya, juga terlihat formula Sundstrom akan meningkatkan kadar
gula totalnya hingga mencapai 4,136%. Hal tersebut terkait dengan formulasinya,
kandungan nitrogen yang cukup akan meningkatkan terjadinya hidrolisa tepung
menjadi gula.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil antara lain :
1. Ketiga
jenis hara (pupuk) yaitu Grow More, Gandapan dan Hyponex, dapat digunakan
sebagai sumber hara untuk budidaya tomat secara hidroponik.
2. Penggunaan
serasah daun bambu sebagai media tanam budidaya dengan sistem bidroponik yang
diaplikasikan secara sendiri atau dikombinasikan dengan arang sekam tidak
memberikan pengaruh negative terhadap perumbuhan fase vegetatif dan fase
generative dan tanaman tomat.
3. Dari
ketiga varietas yaitu Bonanza, Intan dan Kaliurang 206, masing-masing mempunyai
keunggulan dan kelemahan, akan tetapi varietas Bonanza dan Kaliurang 206 lebih
unggul dibandingkan varietas Intan apabila dibudidayakan secara hidroponik.
Keunggulannya antara lain lebih tinggi bobot buahnya, jumlah buah, kekerasan
buah dan kadar vitamin C.
4.2 Saran
Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik hidroponik terhadap
peningkatan produktivitas tomat. Penulis juga menyadari terdapat banyaknya
kekurangan dalam penyusunan makalah, karena itu saran yang membangun sangatlah
dibutuhkan.
Daftar Pustaka
Anonim, 1997. Excell,
a better plant nutrient. Tirta Kumala Trading Coy. Jakarta
Hochmuth,
G., 1991. Fertilizer programs for tomatoes in Florida. Proc. 1990
Annu. Amer. Greenhouse Vegetables growers Assn. Conference and Trade show,
Jacksonville, Fla. 1-3 Nov. 1990.
Kartapradja,
R. dan D. Djuariah, 1992. Pengaruh tingkat kematangan buah tomat terhadap daya
kecambah, pertumbuhan dan hasil tomat. Buletin Penelitian
Hortikultura Vol XXIV/2.
Kusumawardhani,
Amalia, dan Winarsn Drajad Widodo, 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai
Sumber Hara Budidaya Tomat secara Hidroponik. Buletin Agron. Vol 31. p. 15-20
Marschner,
H., 1986. Mineral nutrition in higher plants. Academic press
Harcourt brace Jovanovich Publisher.
Purwati, E.
dan Ali Asga, 1990. Seleksi varietas tomat untuk perbaikan kualitas. Buletin
Penelitian Hortikultura Vol XX/1
Resh, H.M.,
1983. Hydroponics Food Production. Woodbridge Press Publishing
Company. Santa Barbara California.
Ryall M. and
Lipton , 1972. Tomatoes commodity requirements of ryie fruits handling.
Transportation and storage of fruit and vegetables. West point Connecticut.
The AVI Publ. Con. Inc.
Sundstrom,
A.C., 1982. Simple hydroponics for Australian Home gardeners.
Melbourne.
Susanto,
Slamet.,Suwardi dan Nani Murniati, 2005. Pemanfaatan Serasah Daun Bambu sebagai
Media Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) dengan
Sistem Hidroponik. Buletin Agron. Vol 33. p. 33-37
Villareal
R.L. 1980. Tomatoes in the tropics. Westview press boilder Colorado
Wijayani,
A., D. Muljanto dan Soenoeadji, 1998. Serapan unsur nitrogen oleh tanaman paprika
yang dibudidayakan secara hiroponik. Berkala penelitian Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada Jilid II, No. 2B, Mei 1998. p.197-206.
Wijayani, A., 2000. Budidaya paprika secara hiroponik : Pengaruhnya
terhadap serapan
nitrogen dalam buah. Agrivet Vol
4, Juli 2000. p. 60-65.
Wijayani, A., Wahyu Widodo, 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa
Varietas Tomat
Dengan Sistem Budidaya
Hidroponik.Ilmu Pertanian. Vol 12. P.77 - 83
No comments:
Post a Comment