Oleh
Suryanti, Wahono Widodo, Luthfiyah Nurlaela, Sri
Hariani
ABSTRAK
Secara umum penelitian ini
dimaksudkan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas rendah SD, khususnya kelas I.
Penelitian ini telah dilakukan selama 2 (dua) tahun. Tahun pertama difokuskan
pada pengembangan perangkat pembelajaran tematik. Tahun ke dua dititikberatkan
pada ujicoba pembelajaran tematik di kelas dengan menggunakan bahan ajar yang
telah dikembangkan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah a) perangkat pembelajaran tematik ini akan membantu siswa
mengembangkan semua pemikirannya karena disajikan secara terpadu tidak
terpisah-pisah. b) Dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar mata pelajaran
dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, guru akan lebih
mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa. c) Tersedianya model buku
tematik untuk siswa kelas I SD yang dapat digunakan sebagai bahan perkuliahan
di PGSD, khususnya matakuliah pembelajaran terpadu.
Hasil ujicoba skala luas pada
tahun ke dua memperlihatkan bahwa: 1) Hasil ujicoba skala luas (3 SD) di kota
Surabaya menunjukkan bahwa Ada
pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat pembelajaran) tematik terhadap hasil
belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan perangkat
pembelajaran tematik lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar
tanpa menggunakan perangkat tematik. 2) Ada pengaruh jenis sekolah terhadap
terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan dengan pendekatan
tematik. Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada sekolah
baik dan sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah.3) Ada pengaruh
interaksi antara jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik terhadap
prestasi belajar siswa, yang menunjukkan hasil belajar siswa yang menerapkan
bahan ajar tematik juga dipengaruhi oleh jenis sekolah. Walaupun demikian,
secara keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar tematik
lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran tematik.
Mengingat hasil penelitian tersebut di atas, i
maka direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut. 1) Agar hasil belajar
siswa bisa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah,
khususnya kelas I SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik,
tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran. 2) Dalam menyusun bahan ajar
tematik sebaiknya memperhatikan kondisi dan keberagaman siswa.
PENDAHULUAN
Sebagaimana
dijelaskan dalam Kurikulum 2004, penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar
bertujuan: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya
berdasarkan Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut
bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, (2) memberi bekal kemampuan yang
diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi;
dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya.
Sekolah
Dasar dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki dasar-dasar
karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai untuk
mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan
keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah
sesuai dengan perkembangan zaman. Secara lebih rinci, kompetensi lulusan SD
adalah: (1) mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran yang diyakini, (2)
mengenali dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan perduli
terhadap lingkungan, (3) berpikir secara logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi
melalui berbagai media, (4) menyenangi keindahan, (5) membiasakan hidup bersih,
bugar, dan sehat, dan (6) memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan
tanah air.
Mengacu
pada uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan di SD, sebagaimana pendidikan
pada semua jalur dan semua jenjang, bertujuan mengembangkan potensi setiap
peserta didik agar menjadi manusia yang
utuh, yang tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga cerdas
secara emosional dan spiritual. Pendidikan yang bertujuan mengembangkan semua
potensi siswa agar memiliki kecakapan untuk hidup, yaitu kecakapan untuk mau
dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Namun
tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, belum dapat tercapai seperti
yang diharapkan. Selama ini, hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa
menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan
yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka
seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Bagaimana
pemahaman anak terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan
dan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru dan
dalam konteks kehidupan di sekitar siswa, belum terlihat. Menurut Depdiknas
(2002:1), sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau
dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik
sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan
metode ceramah. Mereka sangat memerlukan sesuatu untuk memahami konsep-konsep
yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka
akan hidup dan bekerja.
Bertitik
tolak dari hal di atas, beberapa pertanyaan yang muncul, sebagaimana
dikemukakan Nurhadi dkk (2003), adalah:
(1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep
yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat
menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut, (2) bagaimana
setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan
membentuk satu pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru dapat
berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang
alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka
pelajari, dan (4) bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam
dari seluruh siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara
mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu
kesempatan selama hidupnya?
Salah satu cara yang
dapat ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah perlunya
peningkatan kualitas pembelajaran, yang secara mikro, harus ditemukan strategi
atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih memberdayakan
potensi siswa. Salah satu pendekatan tersebut adalah pembelajaran terpadu,
yakni pendekatan pembelajaran yang melibatkan berbagai bidang studi untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Menurut Piaget (dalam
Joni, 1996), kemampuan anak untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat abstrak
yang diperlukan untuk mencernakan gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran
akademik umumnya baru terbentuk pada usia ketika mereka duduk di kelas terakhir
SD, dan berkembang lebih lanjut pada usia SMP. Oleh sebab itu, cara pengemasan
pengalaman belajar yang dirancang untuk para siswa akan sangat berpengaruh
terhadap kebermaknaan pengalaman tersebut bagi mereka. Pengalaman belajar yang
lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptualnya, baik intra maupun antar
bidang studi, akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih
efektif. Artinya, kaitan konseptual dari apa yang tengah dipelajari dengan
semakin banyak sisi dalam bidang yang sama, dan bahkan dengan bidang yang lain,
semakin terhayati oleh para pebelajar. Di sinilah pentingnya penerapan model
pembelajaran terpadu, khususnya pembelajaran terpadu model tematik.
Dalam penelitian ini,
pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model terjala (webbed model) yang umumnya disebut pembelajaran tematik. Model
pembelajaran tersebut memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang
sistematik. Model pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik tersebut cukup
memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-tema yang diangkat dipilih dari hal-hal
yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta
berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt
need). Menurut Kovalik dan McGeehan (1999), tema yang dipilih menyediakan
struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang penting yang membantu siswa
melihat pola dan membuat hubungan-hubungan di antara fakta-fakta dan ide-ide
yang berbeda (http://www.kovalik.com).
Menurut kurikulum
2004, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1 dan
2), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan
perkembangan mental, sosial, dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang
lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi
efisiensi penyajian (matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan
secara terpisah-pisah oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di
kelas-kelas awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai
totalitas, mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang
“artifisial” ini (Joni, 1996). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu
melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang
belum jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat
dari yang bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas
dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak
dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands
on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antar lain;(1)
tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak
untuk memanipulasi, (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk
menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak,
(4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek
perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik, (5) mengakomodasi kebutuhan
anak-anak untuk bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial,
kemandirian, dan harga diri yang positif, (6) menghargai individu, latar
belakang kebudayaan, dan pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke
kelasnya, dan (7) menemukan cara-cara untuk melibatkan anggota keluarga anak. (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al, 1991).
Selain
cara di atas, Hendrik (1989) dalam Kostelink (1991) mengemukakan bahwa tema
membantu anak-anak mengembangkan semua pemikirannya dalam belajar. Melalui
pembelajaran tematik anak-anak membangun hubungan di antara informasi yang
terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osbum
dan Osbum, 1983; Bredekan dalam Kostelink, et.al,1991).
Berdasarkan
uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pengajaran dengan tema merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan
terpadu. Menggunakan tema dapat mengembangkan konsep anak. Konsep adalah
gagasan pokok tentang objek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di
lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat orang
mengelompokkan informasi yang berbeda secara perseptual, peristiwa dan
persoalan (Wellman, 1988 dalam Kostelink, 1991). Dengan demikian pembelajaran
tematik merupakan merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan
terpadu.
Keterpaduan dilakukan secara sadar, bertujuan, sistematis dan membantu
siswa untuk memahami topik tertentu dari berbagai sisi.Charbonnean dan Reider
(1995:5) menyatakan bahaw guru dan siswa hendaknya memilih topik yang menarik
untuk dipelajari dan topik tersebut hendaknya melibatkan beberapa konsep dan
keterampilan. Dengan adanya kerjasama anatar guru dan siswa, siswa akan memperoleh
kesempatan belajar menggunakan ide-idenya, keterampilan dan konsep-konsep yang
telah dipelajarinya dalam konteks bidang studi yang lain.
Salah satu hasil
penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik terpadu adalah program
yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang menggunakan model tematik
dan diimplementasikan oleh pengajar yang telah dilatih dengan pembelajaran
tematik, dalam salah satu studinya menganalisis kinerja 100 SD dalam hal
pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide Testing for Educational Progress). Penelitian ini
melaporkan bahwa sekolah CLASS mempunyai skor ISTEP lebih tinggi daripada SD
yang lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari
waktu ke waktu (Buechler, M., 1993).
Penelitian lainnya
yang melibatkan 32 siswa yang diikutkan dalam “pilot CLASS school” dari TK
sampai tingkat 5, menemukan bahwa skor ISTEP kelompok ini mencapai nilai satu
standar deviasi di atas rata-rata dalam bidang membaca, seni-bahasa, dan matematika
(Grisham, D.L., 1995). Penelitian yang lain mengenai persepsi terhadap pengaruh
program CLASS pada kinerja menemukan bahwa, kebanyakan guru percaya CLASS
mempunyai pengaruh positif pada motivasi dan kinerja siswa, khususnya pada
keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Semua siswa menyatakan CLASS
memberikan pengaruh positif pada kehadiran dan sikap siswa, iIklim sekolah, dan
moral serta profesionalisme guru (Morgan, W., 1998).
Pada
tahun 1998, sebuah disertasi doktoral meneliti perbandingan antara skor membaca
siswa pada SD yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu dengan skor siswa
pada sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor siswa yang menggunakan
pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan sebesar 16%, sedangkan sekolah kontrol hanya mencapai
peningkatan sebesar 3% (Ruth, N. S., 1998).
Hasil-hasil
penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik di atas memberikan
gambaran bahwa model ini memberi pengaruh yang berarti pada peningkatan proses
dan hasil belajar. Oleh sebab itu, model tersebut dapat menjadi suatu
alternatif untuk dikembangkan dan diimplementasikan dalam pendidikan SD,
khususnya di kelas 1.
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran tematik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas rendah
SD, khususnya kelas I. Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam 2 (dua)
tahun. Secara spesifik, rumusan masalah yang hendak dipecahkan melalui
penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah perangkat pembelajaran
tematik yang dikembangkan telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat
dari aspek materi, kebahasaan, dan penyajian?; (2) Apakah perangkat
pembelajaran tematik yang dikembangkan dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?;
(3) Apakah perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan memberikan
kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) Apakah
perangkat pembelajaran tematik yang dikembangkan mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa?
Manfaat penelitian ini secara umum adalah tersedianya contoh perangkat
pembelajaran tematik untuk siswa kelas I. Secara spesifik manfaat tersebut
adalah sebagai berikut: (1) Bagi siswa, perangkat pembelajaran tematik ini akan
membantu siswa mengembangkan semua pemikirannya karena disajikan secara terpadu
tidak terpisah-pisah; (2) Bagi guru, dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi
antar mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa,
guru akan lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa; dan (3) Bagi
dosen, tersedianya model buku tematik untuk siswa kelas I SD yang dapat
digunakan sebagai bahan perkuliahan di PGSD, khususnya matakuliah pembelajaran
terpadu.
METODE PENELITIAN
A. Prosedur
Penelitian
Penelitian tahun
pertama adalah mengembangkan perangkat pembelajaran tematik untuk siswa kelas I
SD. Pengembangan perangkat pembelajaran model tematik ini menggunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, Semmel
& Semmel, 1974). Dalam tahap define
akan dilakukan kajian terhadap standar kompetensi dan isi yang ada dalam
kurikulum KTSP dan akan ditentukan tema-tema yang bersesuaian. Setelah tema
ditentukan, langkah selanjutnya adalah mendisain format perangkat dan penulisan
perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
Gambar 1. Bagan
alir Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil ditulis dan menghasilkan
Draft I, selanjutnya diadakan kegiatan telaah. Sebagai penelaah pakar-pakar
pendidikan yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikan dan guru SD
kelas I.
Kegiatan telaah dimaksudkan untuk melihat aspek materi, kebahasaan,
penyajian dan inovasi dalam peningkatan KBM. Aspek materi yang dinilai meliputi
kebenaran konten, kemutakhiran konten, dan sistematika sesuai dengan struktur
keilmuan. Aspek kebahasaan meliputi bahasa yang digunakan sesuai dengan usia
siswa, menggunakan bahasa yang baik dan benar, istilah yang digunakan tepat dan
mudah dipahami dan penggunaan istilah dan simbol secara ajeg. Aspek penyajian
meliputi membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraf
berpikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif, dan
memperhatikan siswa dengan kemampuab/gaya belajar siswa serta
menarik/menyenangkan. Aspek inovasi peningkatan KBM meliputi kesesuaian tema
dengan kurikulum, kesesuaian buku dengan tema, menekankan dunia nyata, KBM yang
student centered, dan menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi.
Selanjutnya hasil pengembangan perangkat pembelajaran tematik dilakukan
ujicoba pada skala luas untuk mengetahui efektivitas perangkat ditinjau dari
penggunaan perangkat itu sendiri dan jenis sekolah terhadap hasil belajar
siswa. Untuk melihat
efektivitas perangkat pembelajaran tematik maka digunakan metode randomized control group post test only
(Issac & Michael, 1983), dengan setting SD yang ada di pinggiran, tengah,
dan kota Surabaya dengan kriteria tinggi, sedang, dan rendah. Pemilihan metode
tersebut dilandasi bahwa metode randomized
control group post test dapat memastikan apakah hasil belajar siswa
merupakan dampak dari perlakukan yang diberikan. Setelah dilakukan pengkajian
secara mendalam maka ditentukan SD
Untuk lebih
jelasnya ringkasan kegiatan dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1. Ringkasan
Kegiatan Penelitian Tahun ke dua (2007)
Kegiatan
|
Tujuan
|
Metode
|
Tempat
|
Hasil
|
Ujicoba skala luas (II) perangkat
pembelajaran tematik SD untuk 4 tema hasil tahun pertama
|
Mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran
|
Randomized control group post test
only
|
3 SD di Surabaya, (kategori tinggi, sedang,
rendah)
|
· Justifikasi efektivitas perangkat pembelajaran
· Penyempurnaan perangkat
|
Penyempurnaan perangkat pembelajaran tematik atas hasil ujicoba skala
luas
|
Memperoleh perangkat final yang siap diterbitkan
|
Diskusi kelompok peneliti
|
UNESA Surabaya
|
Prototope perangkat pembelajaran tematik untuk kelas I SD semester I
|
B. Identifikasi
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Sesuai dengan judul penelitian ini yakni ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran di Kelas Rendah Sekolah Dasar” maka variabel-variabel yang
diidentifikasi dan definisi operasionalnya adalah sebagai berikut.
1. Perangkat pembelajaran tematik adalah
perangkat pembelajaran yang meliputi buku siswa, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan alat penilaian yang dikembangkan berdasarkan tema
tertentu. Buku siswa merupakan buku yang ditulis yang digunakan oleh siswa
untuk menguasai suatu kompetensi yang dikemas dalam bentuk tema. RPP adalah panduan bagi guru untuk
mengimplementasikan bahan ajar di kelas. Alat penilaian adalah instrumen untuk
mengetahui keberhasilan siswa.
2. Kualitas pembelajaran adalah skor hasil
belajar yang diperoleh siswa setiap akhir tema.
C.
Subyek dan Lokasi Penelitian
Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas I SD. Jenis material yang akan diteliti adalah penerapan
perangkat pembelajaran tematik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SD. Lokasi
yang digunakan untuk penelitian ini adalah SDN Wiyung 2 SDN Babatan 2, dan SDN
Kedurus 2 Kota Surabaya.
D. Instrumen
Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka data diambil dengan
menggunakan instrumen tes hasil belajar setiap akhir tema.
E. Analisis
Data
Data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian ini selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif.
Program yang digunakan untuk melakukan analisis ini SPSS 14.0. Untuk mengetahui
pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil belajar siswa dilakukan
dengan menggunakan analisis varian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data
Setelah dianalisis dengan SPSS, data hasil belajar (postes) dideskripsikan
dalam ukuran tendensi sentral dan variabilitas dengan menggunakan nilai rerata
dan standar deviasi. Hasil analisis deskriptif
Tema 1: Diri Sendiri disajikan
pada Gambar 1.
Gambar 1: Rerata Hasil Belajar Siswa (Postes 1)
Berdasarkan tabel
dan grafik di atas nampak bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes siswa yang
menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang
menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,7727 > 41,1429); begitu juga pada SDN
Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (43,1667 > 32,9211). Tidak
demikian dengan SDN Wiyung 2, rerata postes siswa yang menggunakan
tematik-bahan ajar justru lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan
tematik-nonbahan ajar (42,3953 < 44,0588). Namun secara keseluruhan, rerata
postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada
siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,7757 > 38,8495). Dengan
demikian, secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar
sekolah, dan juga ada perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan
strategi pembelajaran (tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar). Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau
tidak, perlu diuji dengan analisis varian.
Selanjutnya hasil
analisis deskriptif Tema 2 tentang Lingkungan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 3: Rerata Hasil Belajar Siswa
(Postes 2)
Berdasarkan
tabel dan grafik di atas nampak juga bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes
siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa
yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (44,0909 > 37,2000); begitu juga pada
SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (44,7619 > 33,2895).
Seperti halnya pada Tema 1, rerata postes siswa SDN Wiyung 2 yang menggunakan
tematik-bahan ajar lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan
tematik-nonbahan ajar (41,8500< 44,0588). Namun secara keseluruhan, rerata
postes siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada
siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (41,8846 > 38,1196). Dengan
demikian, secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah,
dan juga ada perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi
pembelajaran (tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar). Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau
tidak, perlu diuji dengan analisis varian. Selanjutnya rerata hasil belajar
Tema 1 dan Tema 2 disajikan pada Gambar 3.
|
Berdasarkan
tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada SDN Babatan 2, rerata postes
1 dan 2 siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada
siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (43,4318 > 38,7619); begitu
juga pada SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (41,9643 >
33,8947). Rerata postes 1 dan 2 siswa SDN Wiyung 2 yang menggunakan
tematik-bahan ajar sebagaimana pada hasil analisis sebelumnya, juga lebih
rendah dibanding siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,1047<
44,8088). Secara keseluruhan, rerata postes 1 dan 2 siswa yang menggunakan
tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan
tematik-nonbahan ajar (42,3224 > 38,9839). Dengan demikian, secara
deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah, dan juga ada
perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi pembelajaran
(tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar).
Tetapi apakah perbedaan ini signifikan atau tidak, perlu diuji dengan
analisis varian.
B.
Uji Hipotesis
Dalam rangka analisis data penelitian, digunakan Analisis Varian untuk
menguji apakah ada pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil
belajar. Ringkasan hasil Anava untuk Tema 1 seperti pada Tabel 1. Hipotesis null
(Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 1. Ringkasan
Hasil Anava Tema 1
Dependent
Variable: Postes1
Source
|
Type III Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Corrected Model
|
3148.307(a)
|
5
|
629.661
|
8.695
|
.000
|
Intercept
|
310115.779
|
1
|
310115.779
|
4282.272
|
.000
|
Sekolah
|
1110.178
|
2
|
555.089
|
7.665
|
.001
|
Bhn_ajar
|
532.430
|
1
|
532.430
|
7.352
|
.007
|
Sekolah * Bhn_ajar
|
1446.147
|
2
|
723.074
|
9.985
|
.000
|
Error
|
14049.193
|
194
|
72.419
|
|
|
Total
|
352578.000
|
200
|
|
|
|
Corrected Total
|
17197.500
|
199
|
|
|
|
a R Squared = .183 (Adjusted R Squared = .162)
Berdasarkan
tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai
berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%,
diperoleh F = 7,665 dan angka signifikansi p = 0,001, yang berada di bawah
0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan
perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
Selanjutnya
untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 7,352
dan angka signifikansi p = 0,007, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di
antara variasi bahan ajar.
Untuk
interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf
signifikansi 5%, diperoleh F = 9,985 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada
jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi
oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
Analisis
lanjutan dengan Duncan
test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2
dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2 hasil belajar siswanya tidak berbeda
secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Hasil Analisis Duncan Postes 1
Sekolah
|
N
|
Subset
|
|
|
|
1
|
2
|
SDN Kedurus 2
|
80
|
38.3000
|
|
SDN Babatan 2
|
43
|
|
41.9767
|
SDN Wiyung 2
|
77
|
|
43.1299
|
Sig.
|
|
1.000
|
.453
|
Means for
groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 72.419.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b The group sizes are unequal. The harmonic
mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Selanjutnya
ringkasan hasil Anava untuk Tema 2 tentang Lingkungan seperti pada Tabel 3. Hipotesis null
(Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 3. Ringkasan
Hasil Anava Tema 2
Dependent
Variable: Postes2
Source
|
Type III Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Corrected Model
|
2954.866(a)
|
5
|
590.973
|
7.706
|
.000
|
Intercept
|
291022.682
|
1
|
291022.682
|
3794.706
|
.000
|
Sekolah
|
1364.834
|
2
|
682.417
|
8.898
|
.000
|
Bhn_ajar
|
738.692
|
1
|
738.692
|
9.632
|
.002
|
Sekolah * Bhn_ajar
|
1032.247
|
2
|
516.123
|
6.730
|
.002
|
Error
|
14571.435
|
190
|
76.692
|
|
|
Total
|
332969.000
|
196
|
|
|
|
Corrected Total
|
17526.301
|
195
|
|
|
|
a R Squared = .169 (Adjusted R Squared = .147)
Berdasarkan
tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai
berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%,
diperoleh F = 8,898 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh di bawah
0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan
perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
Selanjutnya
untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 9,632
dan angka signifikansi p = 0,002, yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di
antara variasi bahan ajar.
Untuk
interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf
signifikansi 5%, diperoleh F = 6,730 dan angka signifikansi p = 0,002, yang berada
jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi
oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
Analisis
lanjutan dengan Duncan
test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2
dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2, hasil belajar siswanya tidak berbeda
secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut
dapat dilihat pada Tabel 4.
. Tabel 4: Hasil Analisis Duncan Postes 2
Sekolah
|
N
|
Subset
|
|
|
|
1
|
2
|
SDN Kedurus 2
|
80
|
37.2125
|
|
SDN Babatan 2
|
42
|
|
40.8095
|
SDN Wiyung 2
|
74
|
|
42.8649
|
Sig.
|
|
1.000
|
.199
|
Means for
groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 76.692.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 60.213.
b The group sizes are unequal. The harmonic
mean of the group sizes is used. Type I error
levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Setelah
postes 1 dan postes 2 dianalisis secara sendiri-sendiri, kemudian dilakukan analisis rerata postes (1 dan
2). Ringkasan
hasil Anava untuk Tema 1 dan 2 seperti pada Tabel 5. Hipotesis null (Ho)
ditolak jika p>0,05.
Tabel 5. Ringkasan
Hasil Anava Rerata Tema 1 dan 2
Dependent
Variable: Reratapostes
Source
|
Type III Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Corrected Model
|
2727.901(a)
|
5
|
545.580
|
11.590
|
.000
|
Intercept
|
306374.258
|
1
|
306374.258
|
6508.594
|
.000
|
Sekolah
|
1196.314
|
2
|
598.157
|
12.707
|
.000
|
Bhn_ajar
|
514.162
|
1
|
514.162
|
10.923
|
.001
|
Sekolah * Bhn_ajar
|
1158.138
|
2
|
579.069
|
12.302
|
.000
|
Error
|
9132.019
|
194
|
47.072
|
|
|
Total
|
344298.500
|
200
|
|
|
|
Corrected Total
|
11859.920
|
199
|
|
|
|
a R Squared = .230 (Adjusted R Squared = .210)
Berdasarkan
tabel di atas, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian dengan Anava, sebagai
berikut: Untuk jenis sekolah, dengan df = 2 dan taraf signifikansi 5%,
diperoleh F = 12.707 dan angka signifikansi p = 0,000,
yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi jenis sekolah.
Selanjutnya
untuk bahan ajar, dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh F = 10.923 dan angka signifikansi p = 0,001, yang berada di bawah 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang
signifikan di antara variasi bahan ajar.
Untuk
interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf
signifikansi 5%, diperoleh F = 12.302 dan angka signifikansi p = 0,000,
yang berada jauh di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar dipengaruhi oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
Analisis
lanjutan dengan Duncan
test menunjukkan hasil belajar siswa SDN Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2
dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan 2 hasil belajar siswanya tidak berbeda
secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara lebih jelas, hasil analisis lanjut
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6: Hasil Analisis Duncan Postes 1 dan 2
Sekolah
|
N
|
Subset
|
|
|
|
1
|
2
|
SDN Kedurus 2
|
80
|
38.1313
|
|
SDN Babatan 2
|
43
|
|
41.1512
|
SDN Wiyung 2
|
77
|
|
43.2987
|
Sig.
|
|
1.000
|
.084
|
Means for
groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 47.072.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b The group sizes are unequal. The harmonic
mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
C.
Pembahasan
Bagian ini memaparkan pembahasan
hasil analisis data yang difokuskan pada penjelasan atas temuan-temuan
penelitian dan kaitannya dengan penelitian lain dan fenomena-fenomena yang
relevan, sebagai berikut:
1. Perbedaan Hasil Belajar
Karena Jenis Sekolah yang Berbeda
Dari hasil analisis
varian diperoleh bukti bahwa jenis sekolah mempengaruhi hasil belajar siswa. Jenis sekolah yang berbeda
(pinggiran, tengah, dan kota ),
sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan lokasi saja, namun sangat mungkin
juga berkaitan dengan ketersediaan sarana prasarana, karakteristik guru dan
siswa, serta budaya sekolah. Ini berkaitan erat dengan sumber belajar, yaitu
segala sesuatu baik itu media, fasilitas yang lain, dan lingkungan yang bisa
dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk menunjang pembelajaran di kelas maupun
di luar kelas. Lingkungan belajar yang kondusif tentulah sangat menguntungkan
bagi siswa dan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan bermakna dan
menyenangkan.
Keunggulan sekolah lebih terkait dengan keunggulannya
dalam menumbuhkan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar aktif (active learning). Belajar aktif
merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang
komprehensif (Silberman, 1996). Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk
membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang
membangun kerja kelompok, dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir
tentang materi pelajaran. Dalam belajar aktif, siswa perlu “melakukan”
memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba
keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang tergantung pada
pengetahuan yang telah dimiliki atau yang harus dicapai.
Sekolah sebagai tempat belajar dengan demikian harus
diupayakan sedemikian rupa oleh guru dan semua yang terlibat di dalamnya, agar
mampu menumbuhkan terjadinya belajar aktif. Namun begitu tidak semua
sekolah bisa diupayakan sebagaimana
tersebut karena berbagai kendala. Oleh sebab itu dapat dipahami bila kemudian
hasil belajar antara sekolah yang satu berbeda dengan sekolah yang lain.
Berbagai faktor yang telah disinggung di atas dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan tersebut.
2. Perbedaan Hasil Belajar Karena Ketersediaan Bahan
Ajar
Berdasarkan hasil analisis varian menunjukkan bahwa hasil
belajar dipengaruhi oleh ketersediaan bahan ajar. Siswa yang menggunakan model
tematik-bahan ajar hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menggunakan
model tematik-nonbahan ajar. Kenyataan ini tentu saja sangat mudah dipahami
karena bahan ajar menjadi media belajar yang sangat penting dalam setiap
pembelajaran, apapun model atau strategi yang digunakan.
Benson (2005) mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan
aktivitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta
menjangkau beberapa area kurikulum. Adanya keterlibatan sekumpulan aktivitas
berarti siswa tidak hanya mengandalkan pendengaran, namun juga mata dan bahkan
gerakan atau sentuhan; dan semuanya ini akan lebih optimal bila dilengkapi
dengan bahan ajar tematik. Tema yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk bahan
ajar dapat menyediakan lingkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan
seluruh siswa secara aktif (Fisher, 1991). Tema juga membangun minat siswa dan prior knowledge dengan memusatkan perhatian
pada topik yang relevan dengan kehidupan mereka. Tema membantu siswa
berhubungan dengan pengalaman hidup yang nyata (real-life experiences) dan mengembangkan apa yang mereka tahu. Tema
tersebut memberikan salah satu kendaraan terbaik untuk memadukan area konten
dalam sebuah cara yang masuk akal bagi siswa dan membantu mereka membuat
hubungan-hubungan untuk mentransfer pengetahuan yang mereka pelajari dan
menerapkannya dalam cara yang bermakna. Manfaat lain penggunaan tema dalam
pembelajaran anak SD, meliputi: belajar informasi faktual secara mendalam,
terlibat secara fisik dengan belajar, belajar keterampilan proses, memadukan
belajar dalam cara yang holistik, meningkatkan keeratan kelompok, memusatkan
perhatian pada kebutuhan individual, dan memotivasi siswa dan guru (Kostelnik,
Soderman, Whiren, 2004).
Selain itu, pengemasan bahan
ajar yang berbasis tema, membuat siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema
atau topik tertentu. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama, serta memahami materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Selama pembelajaran, lingkungan belajar
yang ditata sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih bergairah belajar, karena
bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya, bercerita,
bermain peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya. Dengan demikian
dapat dipahami mengapa hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar tematik
lebih baik daripada hasil belajar siswa yang tidak menggunakan bahan ajar
tematik, meskipun dengan menggunakan model pembelajaran tematik.
3.
Perbedaan Hasil belajar karena Interaksi antara Jenis Sekolah dan Bahan Ajar.
Berdasarkan
hasil analisis ditemukan bahwa hasil belajar siswa dipegaruhi secara signifikan
oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar yang digunakan. Relevan
dengan uraian di atas, maka sesungguhnya sekolah merupakan lingkungan belajar
yang harus diupayakan kondusif untuk terjadinya belajar yang bermakna, dan
bahan ajar merupakan sumber belajar yang sangat penting dalam setiap
pembelajaran. Temuan ini konsisten dengan temuan-temuan penelitian
sebelumnya, di antaranya: (1) penelitian Ruth (1989) yang menemukan bahwa skor
membaca siswa SD yang menerapkan pembelajaran tematik selama periode dua tahun
menunjukkan peningkatan sebesar 16%, sedangkan SD yang menerapkan model
tradisional hanya mencapai peningkatan sebesar 3%; (2) Buechler (1993)
mengemukakan salah satu hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran
tematik, yaitu program yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang
menggunakan model tematik. Penelitian ini menganalisis kinerja 100 SD dalam hal
pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide Testing for
Educational Progress). Temuannya adalah bahwa sekolah CLASS memperoleh skor
ISTEP lebih tinggi daripada SD lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD
CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu.
Selanjutnya
Nurkhoti’ah dan Kamari (2002) menemukan bahwa pembelajaran tematik efektif
untuk meningkatkan prestasi belajar IPS di SD kelas IV. Anitah (2002) juga
mengemukakan bahwa pengorganisasian isi pembelajaran terpadu model multi
disiplin memberikan pengaruh terhadap perolehan belajar konsep pada
pembelajaran di sekolah dasar.
Semua
hasil penelitian di atas menggunakan model tematik dan tentu saja dilengkapi
dengan perangkat pembelajarannya. Perangkat pembelajaran tersebut sangat
membantu terjadinya proses belajar aktif dan menyenangkan. Namun demikian, bila
sekolah tidak cukup menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, maka belajar
aktif tidak terjadi secara optimal. Oleh sebab itu dapat dipahami bila hasil
belajar siswa sangat dipengaruhi oleh interaksi antara sekolah dan bahan ajar.
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
penyajian data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut. 1)Ada pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat pembelajaran)
tematik terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan perangkat pembelajaran tematik lebih tinggi dari pada hasil belajar
siswa yang diajar tanpa menggunakan perangkat tematik. 2) Ada pengaruh jenis
sekolah terhadap terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan
dengan pendekatan tematik. Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar
siswa pada sekolah baik dan sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah.
3) Ada pengaruh interaksi antara jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik
terhadap prestasi belajar siswa, yang menunjukkan hasil belajar siswa yang
menerapkan bahan ajar tematik juga dipengaruhi oleh jenis sekolah. Walaupun
demikian, secara keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar
tematik lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran tematik.
Sesuai dengan hasil penelitian ini
maka direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut. 1) Agar hasil belajar
siswa bisa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah,
khususnya kelas I SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik,
tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.2) Dalam menyusun bahan ajar
tematik sebaiknya memperhatikan kondisi sekolah dan keberagaman siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, T. R. 2005. The issues: Integrated teaching
units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm.
Buechler, M. 1993.
Connecting Learning Assures Successful
Students: a Study of the CLASS program. Bloomington, In: Indiana Education
Policy Center.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas.
Fisher, B. 1991. Joyful
learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N. H.: Heinemann.
Fogarty, Robin.
1991. The mindful school: How to
integrate the curricula. Illinois: Skylight Publishing.
Nurhadi,
Burhanuddin Yasin, Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) dan
penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Nurkhoti’ah, S. dan Kamari. 2002. Pembelajaran terpadu: Solusi meningkatkan
prestasi belajar IPS. http://202.159.18.43/jp/ 41sitinur.htm.
Pappas, Christine
C., Kiefer, Barbara Z., dan Levstik, Linda S. 1995. An integrated language perspective in the elementary school. USA:
Longman Publiser
Ruth, N.S. 1998. A comparative study of Integrated Thematic
Instruction (ITI) and non-integrated thematic instruction. Doctoral
dissertation, Texas A&M University. http://www.kovalik.com.
Silberman, M. 1996. Active learning: 101 strategies to teach any subject. Boston : Allyn and Bacon.
The National Clearinghouse for Comprehension
School Reform (NCCSR). 1999. The catalog
of school reform models. http://www.kovalik.com.
Thiagarajan, S.,
Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children.
Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Theaching the Handicapped.
No comments:
Post a Comment